Friday, 24 October 2014

Sighat Taklik /Taklik Talak melindungi hak isteri dalam keluarga

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Pernikahan adalah salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya sebagaimana perintah Allah SWT dalam Al Qur’an dan Hadits. Dalam melangsungkan pernikahan, peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku mesti diindahkan. Terlebih lagi peraturan agama Islam harus sesuai dengan ketentuan syarat dan rukunya. Pernikahan dalam Islam tidak semata-mata hanya sebagai hubungan antara suami dan isteri, akan tetapi lebih dari itu agama Islam memandang perkawinan merupakan suatu perbuatan yang mempunyai nilai ibadah kepada Allah Azza wa Jalla, mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan setiap tindakan yang dilakukan masing-masing pasangan ketika menunaikan hak dan kewajibannya dalam suatu perkawinan adalah perbuatan yang bernilai kebaikan dan keburukan.

Hak dan kewajiban suami isteri telah ditegaskan dalam Al Qur’an dan Hadits yang kemudian dikhususkan pembahasannya dalam Fikih Munakahat dan telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Pengaturan hak dan kewajiban suami isteri sedemikian rupa ditujukan agar suami isteri dapat menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah yang menjadi basis utama bagi bangunan suatu masyarakat. Akan tetapi, hak dan kewajiban suami atau isteri itu terkadang tidak dilakukan sebagaimana mestinya yang dalam konteks ajaran Islam yang menyebabkan salah satu pihak suami isteri terdzolimi dalam keluarga.

SIGHAT TAKLIK /TAKLIK TALAK.
Sighat taklik adalah suatu janji secara tertulis yang ditandatangani dan dibacakan oleh suami setelah selesai prosesi akad nikah di depan penghulu, isteri, orang tua / wali, saksi-saksi dan para hadirin yang menghadiri akad perkawinan tersebut. Sighat Ta'lik ini diucapkan jika proses akad nikah telah selesai dan sah secara ketentuan hukum dan Agama Islam.

Sighat Taklik menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi “ Taklik talak ialah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang.

Kata taklik talak terdiri dari dua kata, yakni taklik dan talak. Kata taklik dari kata arab ‘allaqa yu‘alliqu ta‘lîqan (Yunus,tt), yang berarti menggantungkan. Sementara kata talak dari kata arab tallaqa yutalliqu tatlîqan, yang berarti mentalak, menceraikan atau kata jadi ’perpisahan’. Maka dari sisi bahasa, taklik talak berarti talak yang digantungkan. Artinya, terjadinya talak (perceraian) atau perpisahan antara suami dan isteri yang digantungkan terhadap sesuatu. Adapun diantara bunyi taklik talak tersebut sebagai berikut :

Sesudah akad nikah, saya (Nama Mempelai Pria) bin (Nama Ayah Mempelai Pria) saya berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan saya pergauli istri saya bernama (Nama Mempelai Wanita) binti (Nama Ayah Mempelai Wanita) dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut syariat agama Islam.
Selanjutnya saya membaca sighat ta’lik atas isteri saya itu sebagai berikut :
Sewaktu-waktu saya :
1. Meninggalkan istri saya tersebut dua tahun berturut-turut. 2. Atau saya tiada memberikan nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya. 3. Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu, 4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya,
Kemudian istri saya tidak ridho dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan tersebut, dan istri saya itu membayar uang sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.Kepada pengadilan tersebut tadi kuasakan untuk menerima uang iwadl (pengganti) itu dan kemudian menyerahkan kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Cq. Direktorat Urusan Agama Islam untuk keperluan Ibadah Sosial.

(Nama Kota), (Tanggal) Suami,

(Tandatangan) (Nama Jelas Mempelai Pria)

Dalam proses pernikahan biasanya mempelai wanita ditanya apakah mohon mempelai laki-laki mengucapkan taklik thalaq atau tidak, demikian halnya dengan mempelai laki-laki. Dan hampir dapat dipastikan keduanya setuju agar taklik thalaq dibacakan dan mempelai laki-laki membacakan sendiri taklik thalaq di hadapan istri sebagaimana bunyi tersebut diatas dalam shigat taklik.

Sighat taklik meski bukan merupakan syarat namun Departemen Agama menganjurkan kepada pejabat daerah agar dalam pernikahan itu dibacakan taklik thalaq (Maklumat Kementrian Agama No. 3 tahun 1953). Sighat taklik dirumuskan sedemikian rupa untuk melindungi istri dari sikap kesewenang-wenangan suami, jika istri tidak rela atas perlakuan suami maka istri dapat mengajukan gugatan perceraian berdasarkan terwujudnya syarat taklik talaq yang disebutkan dalam sighat taklik.

Semoga Bermanfaat. Wallahu 'Alam 


No comments:

Post a Comment