Wednesday, 22 October 2014

Islam Menuntun Hidup Sukses Dunia Akhirat

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI


Rasulullah SAW bersabda :
“wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka” 
(HR. Abu Dawud, Ahmad dan Al-baghawi).

Pada hakekatnya setiap manusia ingin sukses di dunia, hidup bahagia, tidak ingin selalu dalam kesulitan, dan tidak suka dirugikan, ingin kaya, ingin sehat, ingin hidupnya tenang dan mulus jalannya dan sebagainya. Manusia yang beriman kepada Allah tentunya tidak hanya ingin selamat/sukses hidup di dunia tetapi ingin sukses di akhirat.



Pertanyaan menarik adalah bagaimana jalan meraih kesuksesan itu ? 
Setidaknya ada 9 (Sembilan) kiat-kiat untuk mencapai kesuksesan dunia akhirat :

PERTAMA, NIAT IKHLAS KARENA ALLAH SWT
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapat balasan amal sesuai dengan niatnya. barang siapa yang berhijrah hanya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rasulnya. Barang siapa hijrahnya karena dunia yang ia harapkan atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia inginkan”. (HR. Bukhari)

Kedekatan kita kepada Allah akan menentukan kemudahan/keselamatan kita hidup di dunia. Sehingga perlu untuk menghadirkan Allah swt dalam setiap aktivitas kita dengan wujud niat karena Allah. Oleh karena itu, sangat sayang semua aktivitas manusia jika dilakukan tanpa niat yang ikhlas demi Allah karena aktivitas itu akan kehilangan ruh dan keberkahan dari Allah. Mari perbaiki niat kita, ingat! niat suatu aktivitas boleh lebih dari satu tetapi yang utama adalah niat karena Allah.

KEDUA, YAKIN AKAN PERTOLONGAN ALLAH SWT.
Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau berkata : “Suatu saat saya berada dibelakang nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda: Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkara: Jagalah Allah, niscaya dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu , niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering”.(Riwayat Tirmidzi dan dia berkata : Haditsnya hasan shahih)

Kita harus yakin bahwa niat kita itu benar-benar akan menjadi jalan untuk pertolongan Allah SWT. Yakinlah bahwa Allah SWT akan menolong kita. Ingat, jangan menuntut Allah SWT kita harus tetap yakin dengan pertolongannya. Sekarang yang harus dilakukan adalah membenahi terus diri kita sehingga pantas untuk mendapatkan pertolongan Allah. logika sederhananya adalah seseorang yang selalu baik kepada orang lain tentu akan lebih mudah mendapatkan pertolongan dari orang yang selama ini telah dia tolong. Berusahalah untuk terus mengingat Allah, mencintai Allah, menjaga hati kita untuk Allah, bertaubat ketika kita melakukan dosa, jadikan posisi-NYA istimewa dan sangat penting dalam hidup kita. Harapannya pembenahan diri ini dapat mendekatkan diri kita kepada Allah sehingga pertolongan Allah mudah menghampiri kita.
  
KETIGA, IKHTIAR YANG SUNGGUH-SUNGGUH
Setelah berniat yang ikhlas karena Allah dan yakin akan pertolongan-NYA maka tidak ada lagi keraguan bagi seorang manusia untuk berusaha seoptimal mungkin dengan kesungguhan dan  kerja keras hingga batas kemampuannya. Yakinlah Allah akan melihat kesungguhan dan perjuangan kita. Sehingga prinsip kehidupan kita adalah terus berjuang untuk mencapai kesuksesan itu. Ingat kisah Imam syafi’I salah satu imam besar 4 mazhad yang terkenal dalam kesungguhan menuntut ilmu, semoga kita mampu mengambil hikmahnya : Asy-Syafi’i Rahimahullah berkata, “Aku hafal Al-Qur’an ketika usiaku tujuh tahun, dan hafal Al-Muwaththa’ di usia sepuluh tahun. Ketika khatam Al-Qur’an aku masuk ke dalam masjid. Di situ aku duduk bersama para ulama, ikut menyimak perbincangan dan tanya-jawab sehingga aku menghafalnya. Ibuku tak punya uang untuk membeli kertas. Maka, jika menemukan tulang, kuambil dan aku pun menulis di situ. Setelah dipenuhi tulisan, kumasukkan ke dalam guci yang sudah lama kumiliki.” Ia juga berkata, “Aku tidak punya harta. Tetapi, aku sudah menuntut ilmu sejak masih belia usianya di bawah tiga belas tahun. Aku pergi ke kantor-kantor mencari kertas yang bisa ditulisi. Di situlah aku menuliskannya.” (Uluw al-Himmah hal.147)

KEEMPAT, BERIMAN DAN AMAL SHALEH.
Allah SWT berfirman : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An-Nahl : 97).

KELIMA, SELALU MENGINGAT ALLAH SWT.
Allah SWT berfirman : “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik”.(QS Ar-Ra'du : 28-29).

Orang yang senantiasa mengingat Allah, niscaya hatinya akan terasa damai, dan lebih dari itu hidupnya akan lebih baik, serta keresahan dan guncangan dalam hatinya akan terempaskan karena adanya cahaya Ilahi.

KEENAM, MENYUSUN PERENCANAAN KE DEPAN.
Yaitu, dengan memberikan perhatian terhadap pekerjaan hari ini dan tidak berlarut dalam keluh kesah dengan kenyataan masa lalu. Oleh karena itu, Nabi SAW selalu memohon perlindungan dari sifat keluh kesah sebagaimana dalam sabdanya : Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keluh dan kesah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat tak berdaya dan malas. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari banyaknya utang dan penindasan orang lain. (HR Bukhari).

KETUJUH, SENANTIASA BERDOA
Dalam mencapai kesuksesan kita harus senantiasa berdoa sebagai wujud nyata keimanan kita kepada Allah SWT. Doa memiliki kekuatan tersendiri bagi seorang muslim. Segala aktivitas akan terasa lebih ringan dan mudah hanya dengan doa dan yakin akan dikabulkannya doa kita. Anda bisa meminta apa saja selama itu tidak dilarang oleh  Allah dan Rasul-NYA. Baik permintaaan dunia maupun akhirat. Baik normatif ataupun detail, justru ketika doa itu detail maka akan lebih baik.
  
KEDELAPAN, TAWAKAL KEPADA ALLAH SWT.
Setelah semua langkah kita lakukan maka langkah selanjutnya adalah menyerahkan segalanya kepada Allah SWT, karena pada hakekatnya manusia hanya bisa berusaha sementara keputusan berhasil atau tidak kita kembalikan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman : Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. (QS At-Thalaq : 3).

YANG TERAKHIR, RIDHA TERHADAP TAQDIR ALLAH SWT.
Rasulullah SWT bersabda : “Sesungguhnya Allah berfirman; 'Barangsiapa yang tidak ridha dengan qadha dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana yang Aku timpakan atasnya, maka sebaiknya ia mencari tuhan selain Aku”. (HR Thabrani).

Kesuksesan dapat diraih oleh mereka yang beriman kepada Allah SWT. Sedangkan, meyakini ketentuan dan kekuasaan (qadha dan qadar) Allah adalah bagian dari iman kepada-Nya. Dan, ridha itu adalah bagian dari iman pada qadha dan qadar-Nya. Oleh karena itu, manusia wajib berhati-hati terhadap buaian angan dan dampak buruk yang ditimbulkan. Dan, jika ia berkeluh kesah dengan ketentuan-Nya, pasti akan celaka.

Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

Semoga kita termasuk golongan manusia yang diberikan Allah SWT kesukseshan di dunia dan akhirat. Amiiin Ya Rabbal Alamin. 

Berhajilah ... ... ... Bagi Yang mampu

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Haji secara etimologi adalah berkunjung. Adapun secara terminologi adalah mengunjungi Baitul Haram dengan amalan tertentu, pada waktu  tertentu, yakni berkunjung ke tanah suci, untuk melaksanakan serangkaian amal ibadah sesuai dengan syarat rukunnya. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang ke lima. Jadi wajib bagi orang Islam yang berakal, telah baligh, merdeka, dan mampu melak­sanakannya.

Pergi haji ditetapkan sebagai kewajiban, sejak tahun kelima Hijriyah. Haji merupakan salah satu dari ibadah-ibadah faridhah yang agung dan salah satu rukunnya yang lima.  Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :“Islam dibangun di atas lima perkara yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji” (HR Bukhari dan Muslim ) Allah SWT berfirman : "Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (Q.S. Ali Imron: 97)

Pengertian mampu dalam ayat tersebut adalah mampu secara fisik dan secara ekonomi.
Tolok ukur mampu dalam berhaji telah ditafsirkan dalam hadits, yaitu memiliki bekal dan kendaraan. Namun, tolok ukur dalam hal ini lebih umum dari hal tersebut. Barangsiapa yang mampu berangkat menuju Mekkah dengan berbagai sarana yang ada, maka dia wajib berhaji dan berumrah. Apabila dia mampu berjalan dan mengangkut barangnya, atau menjumpai orang lain yang dapat mengangkutnya, maka dia wajib berhaji dan berumrah. Demikian pula, jika dia mampu membayar biaya transportasi untuk menggunakan alat transportasi modern seperti kapal laut, mobil, dan pesawat, maka haji dan umrah wajib baginya. Apabila dia memiliki bekal dan kendaraan untuk berhaji, namun tidak mampu menemukan orang yang bisa menjaga barang dan keluarganya, atau dia tidak memiliki uang untuk dinafkahkan kepada keluarganya selama dia berhaji, maka haji tidak wajib baginya karena adanya masyaqqah. Demikian pula, apabila ternyata jalur perjalanan adalah jalur yang rawan atau dia khawatir akan adanya perampok, adanya pajak yang teramat memberatkan, atau waktu tidak cukup untuk sampai ke Mekkah, atau dia tidak mampu menaiki berbagai alat transportasi yang ada dikarenakan sakit atau adanya bahaya, maka kewajiban haji gugur darinya dan dia wajib mencari orang untuk menggantikannya berhaji apabila dia memiliki kemampuan finansial untuk itu. Apabila dia tidak memiliki kemampuan finansial untuk itu, maka haji tidak wajib baginya. 

Seorang muslim wajib melaksanakan ibadah haji dan umrah sekali seumur hidup sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim dari hadist Abu Hurairah berkata :“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami, beliau berkata: “Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup.” Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah.”

Begitu juga seorang muslim wajib melaksanakan ibadah umrah sekali dalam hidupnya, Allah swt berfirman :“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah” (Q.S.Al Baqarah : 196) Ibnu Abbas Berkata : Sesungguhnya umrah disebutkan bersama  haji di dalam kitab Allah, oleh karena itu, sebagaimana haji hukumnya wajib, maka umrahpun hukumnya wajib.”

Haji merupakan syiar yang agung dan ibadah yang mulia, dengannya seorang hamba akan mendapatkan rahmat dan berkah yang menjadikan setiap orang muslim sangat rindu untuk segera melaksanakannya. Sesungguhnya haji merupakan jalan menuju syurga dan membebaskan diri dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :“ Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali syurga. “ (HR. Bukhari dan Muslim)

Haji dapat melebur dosa dan menghilangkan dampak maksiat dan perbutan jelek, sebagaimana sabda Nabi SAW :“Barang siapa yang hendak berhaji, dan tidak melakukan senggama (diwaktu terlarang) dan tidak berbuat fasiq (maksiat), maka ia akan kembali dari dosa-dosanya seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya”.  (HR Bukhari dan Muslim )

Ibadah haji sebagaimana bisa membawa kepada kejayaan di akhirat, begitu juga bisa menyelamatkan dari kefakiran, sebagaimana hadist Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Laksanakanlah haji dan umrah, karena keduanya menghapus kefakiran dan dosa sebagaimana api menghilangkan karat dari besi.” (HR. Tirmidzi)

Seorang muslim jika melaksanakan ibadah haji, maka dia telah masuk dalam katagori jihad. Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Aisyah ra bahwa beliau bertanya Nabi SAW : “Apakah wanita itu wajib berjihad ? Maka beliau bersabda : “ Kalian  wajib berjihad yang tidak pakai perang, yaitu haji.” Pergi haji bagi wanita harus didampingi oleh muhrimnya, baik suami atau wanita-wanita lain yang dapat dipercaya. Ibnu Abbas mengemukakan, Muhammad Rosulullah SAW. bersabda: "Seorang laki-laki tidak boleh berada di tempat sunyi dengan seorang perempuan, melainkan harus disertai muhrim. Begitu pula seorang perempuan tidak boleh berjalan sendirian, melainkan harus bersama-sama muhrim." Tiba- tiba berdiri seorang laki-laki, dan bertanya: "Istriku hendak menunaikan ibadah haji, sedangkan aku ditugaskan pergi berperang, bagaimana sebaiknya ya Rosulullah?" Muhammad Rosulullah saw. menjawab, "Pergilah kamu haji bersama isterimu" (HR. Muslim).

Oleh karena itu, bagi kaum muslim yang sudah mampu menunaikan ibadah haji, dianjurkan segera melaksanakannya. Ibnu Abbas mengungkapkan bahwa Nabi SAW. bersabda: "Bersegeralah mengerjakan haji, karena sesungguhnya seseorang tidak akan mengetahui apa yang terjadi padanya." (HR. Ahmad). Manusia memang tidak akan pernah tahu, apa yang bakal menimpa dirinya pada esok hari atau lusa. Karena itu janganlah kita menunda-nunda kewajiban pergi haji. Tujuannya, jangan sampai terjadi, ajal datang ketika kita belum sempat menunaikan Rukun Islam ke lima ini. Padahal kita mampu melaksanakannya. Karena kewajiban haji ini dikenakan kepada setiap umat Islam, maka utamakanlah pergi haji untuk diri sendiri lebih dulu sebelum menghajikan orang lain. Ibnu Abbas r a. menceritakan, bahwa Nabi SAW mendengar seseorang berkata : "Labbaika (Aku hadir ke hadirat-Mu) untuk Syubrumat." Lalu Nabi bertanya kepada orang itu, "Apakah engkau berhaji untuk dirimu sendiri?" Orang itu berkata, ’’Tidak." Rasulullah saw. bersabda, "Berhajilah untuk dirimu sendiri (lebih dulu). Baru sesudah itu haji untuk Syubrumat.’’ (HR. Abu Dawud)

Bagi orang kaya yang mampu pergi haji namun tidak melaksanakannya, maka diancam dengan sanksi yang cukup berat"Muhammad Rosulullah saw. Bersabda, ’’Siapa yang memiliki bekal dan kendaraan yang dapat membawa ke Baitul Haram, tetapi ia tidak melakukan haji, maka ia akan mati seperti (matinya orang) Yahudi atau Nasrani.’’ (HR. Tirmidzi, dan Baihaqi)

Semoga Bermanfaat. Wallahu A’lam.

Memilih Pemimpin Sebuah Kewajiban Bagi setiap Muslim (Menyongsong Pemilihan Gubenur Riau 2013)

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI




Pada hari Rabu Tanggal 4 September 2013 mendatang, masyarakat Provinsi Riau akan menyelenggarakan pesta demokrasi memilih pemimpin yang akan duduk di Lembaga Eksekutif Provinsi Riau. Gubenur sebagai pemimpin bangsa yang akan memimpin perjalanan perkembangan dan kemajuan Provinsi Riau dalam 5(lima) tahun ke depan. Para calon pemimpin yang akan duduk di lembaga eksekutif telah mengampanyekan diri sebagai pemimpin terbaik yang layak dipilih masyarakat untuk membawa Provinsi Riau maju dan makmur di masa depan. 




Lalu bagaimanakah Islam memandang tentang Pemimpin dan Kepemimpinan, serta seperti apakah pemimpin yang baik itu ?

A. Pemimpin Dalam Pandangan Islam

Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin. Ini sejalandengan fungsi dan peran manusia di muka bumi sebagai khalifahtullah,yang diberi tugasuntuk senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman :”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Akuhendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkauhendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanyadan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkaudan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman : “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin (pelindung) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa yang berbuat demikian niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah.” (QS Ali Imran 28).
Dalam Islam pemimpin merupakan elemen yang sangat penting. Dalam terminologi Islam pemimpin biasanya disebut “imam” sedangkan hal yang menyangkut kepemerintahan disebut “imamah”. Urgensi seorang imam disebutkan dalam Alqur’an: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S. An Nisaa : 59)

Hakekat seorang pemimpin adalah “khilafatunnubuwah” atau menggantikan posisi kenabian dalam menata dan mengatur urusan negara dan keduniaan (tadbiiru al-dunya) beserta urusan agama (khirasatu al-dien) tentunya. Hal tersebut seperti didirikannya kekhalifahan “khulafaur rasyidin” setelah Rasulullah SAW. Pada dasarnya menjadi seorang pemimpin adalah suatu yang sangat berat tangung jawabnya. Artinya sesorang yang mencalonkan dirinya menjadi seorang pemimpi berarti telah harus siap memikul beban berat tersebut. Beban tersebut adalah tanggung jawab nya di sisi Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: ”Setiap pemimpin harus mempertanggung jawabkan (permasalahan) rakyatnya (di sisi Allah).”

B. Kriteria Pemimpin dalam Islam

Banyak sekali ayat al-Qur’an dan Hadis menyebutkan bagaimana hendaknya setiap orang yang Nabi katakan sebagai pemimpin baik bagi diri dan keluarganya, dan terlebih mereka yang menyatakan diri siap sebagai pemimpin bagi masyarakat, bersikapdan berperilaku dalam kehidupan mereka sehari-hari, yang secara garis besar di antaranya adalah:
  • Mengajak Bertaqwa Kepada Allah
  • Adil Kepada Semua Orang Dan Tidak Pandang Bulu
  • Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
  • Menjadi Suri Tauladan Yang Baik Bagi Masyarakat
  • Mendorong Kerja Sama Dalam Memperjuangkan Kesejahteraan Bersama
  • Mengukuhkan Tali Persaudaraan dan Kesatuan dan Persatuan
  • Akomodatif, pemaaf, merangkul semua golongan dan mengedepankan musyawarah dalam setiap mengambil keputusan penting untuk masyarakat.
  • Jujur dan amanah.
  • Berwawasan Dan Berpengetahuan Luas dan Mencintai Ilmu Pengetahuan
  • Teguh Pendirian, Tegar dan Sabar Dalam Menghadapi Ujian
C. Kewajiban memilih pemimpin.

Allah SWT berfirman : ““Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kalian”.(QS An Nisaa :59)
Di dalam redaksi surah tersebut, sebelum kata Allah dan Rasul-Nya didahului kata‘athi’u yang berarti taatilah, sedangkan sebelum kata ulil amri tidak disebutkan kata ‘athi’u. Menurut para mufassir itu merupakan isyarat bahwa ketaatan kepada ulil amri itu sangat ditentukan oleh bagaimana ketaatan pemimpin itu kepada Allah SWT dan RasulNya. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya bersifat mutlaqoh(tanpa syarat, sedangkan ketaatan kepada ulil amri bersifat muqayyadoh(bersyarat). Pada masalah yang sama Rasulullah SAW menetapkan sebuah kaidah ketaatan, dalam sabdanya: “la tha’atan lil makhluqin fi ma’shiyatil Khaliq”, artinya tiada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq (Allah SWT).

Dalam kaidah ushul fiqih disebutkan : “Hukum sarana itu mengikuti hukum tujuan,’ dan ‘Sesuatu yang tanpanya sesuatu yang wajib itu tidak sempurna, maka ia pun wajib.

Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur, terpercaya, aktif dan aspiratif, mempunyai kemampuan, dan memperjuangkan kepentingan umat dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah yang sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat. Terkait dengan memilih pemimpin sebagai tujuan, maka Pemilu (yang menjadi sarananya) menjadi wajib juga. Saat kursi-kursi pemerintahan tidak diisi oleh seseorang yang ditangan kanannya Al Qur’an dan As Sunnah di tangan kirinya (juga dengan kapabilitas yang berkualitas), maka kita telah menyia-nyiakan kesempatan untuk mengisi sebanyak-banyak kebaikan bagi masyarakat.’ Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Apabila ia tidak sanggup, maka dengan lidahnya. Apabila ia tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan itulah iman yang paling lemah.” (HR Muslim)

Memilih pemimpin bukan hanya urusan dunia semata, melainkan harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Karenanya, menjadi kewajiban, terutama bagi kaum muslim, untuk memilih pemimpin dunia dan akhirat. Seluruh masyarakat mempunyai peran signifikan dalam menentukan siapa dan bagaimana sosok yang akan memimpin kita. Baik buruknya pemimpin yang akan memimpin kita, sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita menggunakan mata hati kita untuk melihat secara jernih dan berpandangan ke masa depan. Rasulullah SAW pernah mengingatkan bahwa ada dua macam pemimpin di dunia ini, yaitu pemimpin yang baik dan pemimpin yang jahat. Diriwiyatkan dari Hisyam bin Urwah dari Abi Shalih dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Akan memerintah setelahku sebuah pemerintahan. Pemimpin yang baik akan memerintah dengan baik dan pemimpin yang jahat akan memerintah dengan kejahatannya. Maka dengarkanlah dan patuhilah yang benar.’

Semoga Allah memberikan kepada kita pemimpin yang benar-benar amanah dan dalam mengambil kebijakan selalu mendahulukan kemaslahatan umat atau masyarakat yang dipimpinnya. Karena pada dasarnya kewajiban pemimpin kepada rakyatnya harus berdasarkan kemaslahatan umat sebagaimana kaidah fiqhiyyah “tasharruful imaami ‘ala ra’iyyatihi manuutun bil maslahah,” artinya pada dasarnya tasharruf atau kebijakan seorang pemimpin harus memperhatikan bagaimana kemaslahatannya bagi umat. Semoga Allah membuka mata hati kita untuk dapat melihat seobyektif mungkin dan memberi petunjuk siapa calon pemimpin yang layak dan ideal untuk memimpin kita menuju riau yang adil makmur, negeri yang cemerlang, gemilang dan terbilang dalam naungan rahmat Allah SWT. Amiii Ya Rabbal ‘Alamiiin. 

Semoga Bermanfaat. Wallahu a’lam.

Syawwal Bulan Mulia, Bulan Silaturrahim, Bulan Peningkatan dan Pembuktian Taqwa

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Memasuki Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal! Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal.

1. SYAWAL BULAN SILATURRAHMI.

Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh(jahil)”.(QS. Al A’raf : 199)
Sawal bulan untuk meningkatkan silaturrahmi, meminjam bahasa orang Indonesia Halal Bi Halal. Halal bi halal adalah tradisi yang hanya ada di Indonesia dan merambah ke beberapa negara tetangga dalam rumpun melayu, seperti Malaysia. Yang dicirikan dengan saling bersilaturrahim dan saling bermaaf satu sama lain.

Menurut Dr. Quraish Shihab, halal-bihalalmerupakan kata majemuk dari dua kata bahasa Arab ‘halal’ yang diapit dengan satu kata penghubung ‘ba’ (dibaca: bi) (Shihab, 1992: 317). Meskipun kata ini berasal dari bahasa Arab, namun masyarakat Arab sendiri tidak akan memahami arti halal-bihalal yang merupakan hasil kreativitas bangsa Melayu. Halal-bihalal, tidak lain, adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara. Jadi Halal bi Halal ini adalah sampul, sedangkan subtansinya adalah Silaturrahmi dan saling maaf memaafkan.

‘Idul Fitri telah mendidik kita untuk senantiasa menjalinsilaturrahim antara kita, memperbaiki ukhuwah Islamiah, persaudaraan sesama muslim, saling kunjung mengunjungi, saling memberi dan saling meminta maaf, baik dengan keluarga, tetangga, sahabat, atau kerabat lainnya. Yang muda mendatangi yang tua, anak sowan kepada ayah bunda, cucu kepada datuknya dan seterusnya. Alangkah indahnya dan sarat dengan nuansa saling mengasihi dan menyayangi sebagai manifestasi dari kuatnya ukhuwah Islamiyah antara kita.
Silaturrahim memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk melakukan islah(perbaikan) kembali antara sesama yang mungkin terputus dan atau renggang sebelumnya, setelah terjadi berbagai persoalan. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya silaturrahim hubungan dengan sesama manusia (hablum Minannas) akan menguat kembali, setelah hubungan dengan Allah SWT (hablum Minallah) dibangun dengan baik selama bulan suci Ramadhan. Allah SWT berfirman :“Sesunggunya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S.Hujarat : 10)

Orang yang mau menyambung silaturrahim akan mendapatkan kasih sayang Allah, rahmat ketika di dunia dan akhirat. Rahmat Allah di dunia akan dimurahkan rezkinya dan dipanjangkan umurnya. Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda :“Barangsiapa yang ingin rizkinya diluaskan dan umurnya dipanjangkan, maka hendaklah ia menghubungkan silaturrahim. (HR. Bukhari Muslim). 

Silaturrahim dapat melapangkan rizki, karena silaturrahimitu dapat mengeratkan hubungan atau persaudaraan antara seorang dengan orang lain. Eratnya hubungan ini dapat menimbulkan kasih sayang diantara kita sehingga kita mau memberi pertolongan dalam usaha di bidang materiil yang membuahkan keuntungan-keuntungan (laba) sehingga rizkinya menjadi bertambah lapang. Silaturrahim ini termasuk perilaku orang yang taqwa, sehingga orang yang bertaqwa sudah dijanjikan oleh Allah SWT akan diberi rizki dan kemudahan, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an :“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluarnya. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”
 (QS. At Thalaq: 2-3) 

Rahmat dunia murah rezki panjang umur, rahmat akhirat Syurga Jannatun Na’im. Rasulullah SAW telah bersabda : “Tidak akan masuk syurga orang yang memutuskan silaturrahim”
Silaturahim adalah suatu ikatan yang suci yang menuntut kita sebagai umat Islam sentiasa menjaganya. Malah, seseorang itu tidak dikatakan beriman selagi ia tidak mengasihi saudaranya seperti dia mengasihi dirinya sendiri. Rasulullah SAW bersabda : “Belum sempurna iman seseorang dari kalian hingga dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya.” (H.R. Bukhari).

Silaturrtahim lambang kebersamaan. Wahana untuk meningkatkan amal ibadah. Sebagaimana dalam ayat diatas orang yang beriman itu bersaudara. Dan konsep dalam Al Qur’an Allah SWT memanggil orang beriman dalam bentuk jamak. Tidak pernah dipanggil dalam bentuk mufrad. Tapi sebaliknya dalam bentuk jamak, artinya orang-orang yang beriman itu akan masuk bersama-sama. Sebagaimana firman Allah SWT :“Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal sholeh saling ingat mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran kesabaran (Q.S. Al ‘Asri:1-3)

Inilah golongan manusia yang mendapatkan rahmat Allah SWT yaitu Syurga Jannatun Naim. Oleh karena itu sempena bulan syawal mari kita syiarkan Halal bi halal dengan meningkatkan silaturrahim dan saling memberi maaf. Allah SWT memberikan motivasi kepada kita dalam Al Qur’an :Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan perkataan yang menyakitkan “
 (Q.S. Al Baqarah : 263)

2. SYAWAL BULAN PENINGKATAN DAN PEMBUKTIAN TAQWA

Syawal adalah bulan ”peningkatan” kualiti dan kuantiti ibadah hasil latihan atau ujian sepanjang bulan Ramadhan. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal sebagai "pembuktian" kerberhasilan ibadah Ramadan, utamanya puasa, yang bertujuan mendapat darajat takwa.

Di bulan Ramadhan kita di tarbiyah  untuk senantiasa taat kepada Allah SWT  dengan berbagai amalan baik yang wajib maupun yang sunah, kini di bulan syawal bagaimana hasil dari seluruh amalan yang telah kita laksanakan itu. Pribahasa kata, ketika bapak ibu pergi ke pasar membeli ayam, sesampai dirumah kita kurung 2 sampai 3 hari dirumah kita, setelah itu kita lepaskan, maka ketika ayam kita lepas kemanapun ia pergi pada akhirnya ia akan kembali kerumah kita. Lalu bagaimana dengan kita, setelah sebulan lamanya kita di kurung, didik dan dilatih di masjid dan musholla untuk menunaikan amaliah-amaliah Ramadhan, kalualah ayam hanya dengan 3 hari ia bisa kembali kerumahnya, bagaimana dengan kita dapatkah kita kembali kepada masjid/mushalla, karena salah satu ciri diterimanya amalan ibadah puasa kita adalah peningkatan ibadah setelah Ramadhan.

Mudah-mudahan ulasan singkat ini dapat menjadi renungkan kita untuk senantiasa meningkatkan amalan ibadah kita sehingga kita benar-benar menjadi hamba Allah yang paling baik ibadahnya kepadaNya.

Semoga Bermanfaat. Wallahu A’lam.

Kiat Kiat Untuk Memperoleh Lailatul Qadar

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Allah SWT berfirman : 
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Q.S. Al Qadar : 1-5)

Bulan Ramadhan adalah bulan yang agung dan penuh berkah dimana didalamnya banyak sekali terdapat kebaikan sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Seandainya manusia tahu kebaikan kebaikan di bulan Ramadhan pasti mereka akan meminta bulan Ramadhan selama satu tahun penuh.” Namun sangat disayangkan apa yang terjadi di lapangan dimana dari malam berganti malam di bulan Ramadhan keadaan masjid bukan semakin ramai tapi justru sebaliknya, hal ini disebabkan kurangnya pemahaman umat Islam itu sendiri dalam menyikapi keberadaan bulan Ramadhan.

Rasululah SAW pernah bersabda : Bulan Ramadhan adalah bulan yang agung yang penuh berkah dimana didalanya terdapat satu malam yang lebih baik daripada 1.000 bulan (lailatul Qadar), Allah SWT jadikan ibadah bulan puasa di siang hari sebagai ibadah wajib/fardhu dan ibadah di malam harinya sebagai ibadah sunah/Tathawwu’.”

Dari hadits Rasulullah SAW tersebut dijelaskan bahwa salah satu malam istimewa di bulan ramadhan adalah Malam Lailatul Qadar. Suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan lebih baik daripada 83 tahun plus 4 bulan. Yang istimewanya adalah Malam Lailatul Qadar hanya diberikan pada Ummat Nabi Muhammad SAW dan tidak pernah diberikan kepada umat nabi sebelumnya. Bagi yang berpuasa beribadah pada malam Lailatul Qadar maka pahalanya lebik baik dari beribadah seribu bulan atau 83 tahun plus 4 bulan. Subhanallah tidak bisa dibayangkan apakah kita sanggup beribadah terus menerus lebih dari 83 tahun.

SEBAB ADANYA LAILATUL QADAR :

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. pernah menyebut-nyebut seorang Bani Israil yang berjuang fisabilillah menggunakan senjatanya selama seribu bulan terus menerus. Kaum muslimin mengagumi perjuangan orang tersebut. Maka Allah menurunkan Sural Al Qadar ayat 1-3 yang menegaskan bahwa satu malam lailatul qadar lebih baik daripada perjuangan Bani Israil selama seribu bulan itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al Wahidi, yang bersumber dari Mujahid). 

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di kalangan Bani Israil terdapat seorang laki-laki yang suka beribadah malam hari hingga pagi dan berjuang memerangi musuh pada siang harinya. Perbuatan itu dilakukannya selama seribu bulan. Maka Allah menurunkan Sural Al Qadar ayat 1-3 yang menegaskan bahwa satu malam lailatul qadar lebih baik daripada amal seribu bulan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dari Bani Israil tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid). 
 Sumber : Kitab Asbaabun Nuzuul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al Qur’an)

SEPERTI APA MALAM LAILATUL QADAR ITU ?

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Atthabrani bahwa bersabda :
Malam Lailatul Qadar itu adalah malam yang cerah ( terang ), tidak dingin dan tidak panas, tidak berawan, tidak hujan, tidak angin, tidak dilempar bintang-bintang, dan tandanya pada pagi harinya matahari terbit tak bersinar ( hanya tampak terang putih tetapi tidak panas )”. 

Dalam hadits yang lain dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang tanda lailatul qadarDia adalah malam yang indah, sejuk, tidak panas, tidak dingin, di pagi harinya matahari terbit dengan cahaya merah yang tidak terang.” (H.R. Ibnu Khuzaimah; dinilaisahih oleh Al-Albani)

KAPAN WAKTU MALAM LAILATUL QADAR?

Sebenarnya waktu turunnya Malam Lailatul Qadar tidak ada kepastian baik dalam Alquran atau sabda Nabi Muahmmad SAW. Tapi petunjuk ke arah turunnya  diisyaratkan secara tersirat oleh Nabi berupa aktivitas beliau. 

Menurut Jumhur Ulama’ malam Lailatul Qadar itu terbagi menjadi dua (2) :

Pertama : Malam turunnya Al Qur’an pertama kali dan ini tidak akan pernah berulang sampai kapanpun.

Yang Kedua : Pada salah satu malam ganjil sepuluh akhir Ramadhan dan ini akan berulang setiap bulan Ramadhan.

Dalam hal ini Beliau Rasulullah SAW bersabda, “Carilah malam qadar di malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim). Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda tentang lailatul qadar : Carilah di sepuluh malam terakhir. Jika ada yang tidak mampu maka jangan sampai ketinggalan ibadah di tujuh malam terakhir.”(H.R. Muslim). Hadits ini menegaskan kepada kita bahwa barang siapa yang tidak mampu beribadah di awal sepuluh malam terakhir, hendaknya tidak ketinggalan untuk beribadah di tujuh malam terakhir. Rasulullah SAW lebih semangat/giat/rajin melaksanakan ibadah pada malam 10 terakhir bulan puasa sebagaimana yang dikatakan Siti Aisyah RA : “Bahwa Rasulullah SAW selalu menghidupkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.“ 

Rasulullah SAW apabila memasuki 10 malam terkakhir bulan ramadhan mempererat iklan kainnya dan bangun semalam suntuk serta membangunkan istrinya. Ibnu Hazm memberikan tafsiran tentang sepuluh malam terakhir dalam hadits tersebut sebagai berikut :

Pertama : Apabila bulan Ramadhan berjumlah 29 hari maka malam lailatul qadar akan jatuh pada salah satu malam ganjil /bilangan genap yaitu malam ke 20, 22, 24, 26 dan 28.

Yang Kedua  : Apabila bulan Ramadhan berjumlah 30 hari maka malam lailatul qadar akan jatuh pada salah satu malam ganjil /bilangan ganjil yaitu malam ke 21, 23, 25, 27 dan 29.

Dari beberapa keterangan diatas selayaknya kita kaum mukminin untuk tidak pilih-pilih dalam melakukan ibadah di malam Ramadhan karena kita tidak tahu berapa bilangan malam Ramadhan setiap tahunnya. Akan tetapi sebaliknya bagaimana kita harus memasang niat dari awal mulai masuknya Ramadhan untuk mengejar sebanyak mungkin nilai-nilai yang terkandung di dalam bulan suci Ramadhan dengan selalu beristiqomah dalam berakidah, istiqomah dalam beribadah, Istiqomah dalam berakhlakul karimah sesuai dengan tuntutan syariat Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dengan meningkatkan ibadah puasa, shalat malam, Tadarus Al Qur’an, dzikir dan doa kepada Allah bahkan meningkatkan ibadah sepanjang tahun Insya Allah dengan demikian kita pasti akan mendapatkan kemuliaan lailatul qadar.

Sahabat Ibnu Mas’ud RA. pernah memberikan nasihat tentang lailatul qadar kemudian beliau berkata : “Siapa saja yang shalat malam sepanjang tahun, dia akan mendapatkannya.” (H.R. Ahmad dan Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani). Ketika mendengar keterangan dari Ibnu Mas’ud ini, Abdullah bin Umar mengatakan, “Semoga Allah merahmati Ibnu Mas’ud, sebenarnya beliau paham bahwa lailatul qadar itu di bulan Ramadan, namun beliau ingin agar masyarakat tidak malas.” (Tafsir Al-Baghawi, 8:482).

HIKMAH TIDAK DIBERI TAHU WAKTU LAILATUL QADAR.

Hikmahnya adalah supaya kaum mukminin terus beribadah selama bulan ramadhan. Efeknya jika setiap malam ibadahnya baik, maka otomatis bulan berikutnya akan terbiasa. Jika waktu lailatul qadar diberi tahu, maka orang yang malas beribadah hanya mengejar waktu yang telah ditentukan. Bulan Ramadhan bukan musim taat, karena ketaatan itu harus ditegakkan sepanjang hayat sebagai tanda syukur seorang hamba terhadap nikmat hidup yang telah diberikan oleh Allah SWT. Bagaimana jadinya jika Allah mentaqdirkan meninggal sebelum masuk malam-malam ganjil atau sebelum masuk Ramadhan. Jadi, mengamalkan tuntunan syari’at Islam tidak khusus hanya pada sisi lailatul qadar, masih banyak ibadah lain yang tidak terkait dengan lailatul qadr. Ibadah dalam Islam tidak hanya ritual yang sifatnya langsung kepada Allah, namun ada ibadah-ibadah lain yang pengaruhnya terkait sesama manusia tanpa harus menunggu lailatul qadar.

Ibadah puasa adalah salah satu komponen pembentuk takwa dan bukan segala-galanya. Dalam Al-Quran orang yang mendapat gelar la'allakum tattaquun bukan orang yang puasa saja. Buktinya seperti shalat, pada intinya sama tujuannya untuk membentuk ciri-ciri takwa. Shalat itu mencegah pelakunya terhindar perbuatan keji dan munkar. Orang yang meninggalkan keji itu adalah orang bertakwa. Demikian pula dengan ibadah haji, zakat, serta ibadah-ibadah lain keseluruhannya mengantarkan manusia menjadi Insan yang bertaqwa kepada Allah SWT. Permasalahan yang dihadapi umat Islam adalah adanya persepsi yang salah tentang bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan yang agung, bulan ibadah, bulan taubat, bulan sabar, bulan taat. Jadi, jika di luar bulan ramadhan berarti bulan apa ? Inilah yang sering diabaikan oleh umat Islam. Seharusnya kita beribadah di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan sama yakni Istiqomah. Oleh karena itu persepsi-persepsi salah harus dibenahi sehingga dengan pemahaman yang benar Insya Allah kita akan selalu bersemangat dan istiqomah untuk meningkatkan ibadah baik di bulan Ramadhan dan bulan-bulan berikutnya dan lailatul qadar pasti didapatkan oleh kaum mukminin. 

Semoga Bermanfaat. Wallahu a’lam. 

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan taufiq, hidayah dan inayahNya kepada kita sehingga kita akan selalu istiqomah dalam berakidah, istiqomah dalam beribadah, Istiqomah dalam berakhlakul karimah baik pada bulan Ramadhan maupun bulan-bulan berikutnya sehingga kita benar-benar menjadi hamba Allah yang paling baik ibadahnya di hadapanNya. Amiiin. 

Sopan Santun Pergaulan Dalam Islam

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al Hujarat : 13)

Pergaulan merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang tak mungkin bisa hidup sendirian. Manusia juga memiliki sifat tolong-menolong dan saling membutuhkan satu sama lain. Interaksi dengan sesama manusia juga menciptakan kemaslahatan besar bagi manusia itu sendiri dan juga lingkungannya. Berorganisasi, bersekolah, dan bekerja merupakan contoh-contoh aktivitas bermanfaat besar yang melibatkan pergaulan antar manusia.

Namun, pergaulan tanpa dibentengi iman yang kokoh akan mudah membuat seorang Muslim terjerumus.  Kita lihat di zaman sekarang. Betapa banyak kejadian tak bermoral yang membuat kita mengelus dada. Pergaulan bebas, video mesum, perkosaan, dan berbagai bentuk perilaku menyimpang lainnya. Semua itu bersumber dari pergaulan yang salah dan tidak dilandaskan pada kepatuhan terhadap ajaran Al Quran yang mengatur soal pergaulan Islami.

Oleh karenanya, adalah satu hal yang penting mengetahui sopan santun pergaulan dalam Islam. Bagi sebagian orang yang tidak terbiasa dengan tata cara pergaulan dalam Islam ini, mereka pasti akan merasa canggung atau barang kali malah merasa tertekan karena pergaulan dalam Islam itu terlihat begitu kaku dan tidak seperti pergaulan yang umum ditemui di masyarakat.

Sopan santun pergaulan dalam Islam itu sebenarnya bukan untuk membatasi namun untuk menjaga harkat dan martabat manusia itu sendiri agar tidak sama dengan tata cara dan tatanan para hewan dalam bergaul. Bila satu tuntunan itu diambil dengan kerendahan hati dan keinginan untuk berbakti kepada Ilhai, maka tak ada satu hal sulit untuk mengikuti tuntunan yang baik itu. Terkesan sulit karena melihatnya dari sisi nafsu dan kepentingan duniawi.

Bila memang belum mampu menjalankan tuntunan yang sebenarnya, jangan ditantang tuntunan itu. Cukup camkan dalam hati bahwa diri akan berusaha sekuat tenaga mengikuti aturan yang sesungguhnya. Kalau menentang atau bahkan menantang, itulah tanda kesombongan diri di hadapan Sang Kuasa. Tentunya hal ini kurang baik untuk kesehatan hati dan kalbu.

Islam mengatur  batasan-batasan pergaulan antara lelaki dan perempuan. Batasan-batasan itu tidak dibuat untuk mengekang kebebasan manusia, namun merupakan salah satu wujud kasih sayang Allah terhadap umat manusia sebagai makhluk paling mulia.

Sebagai Muslim yang beriman, hendaknya kita senantiasa memerhatikan beberapa adab sopan santun pergaulan yang diatur dalam Al Quran. Adab-adab itu dibuat untuk membuat harkat dan martabat manusia tetap tinggi dimata Allah Swt. Di antara adab sopan santun pergaulan dalam Islam itu, adalah:

1.   Menutup aurat

Aurat adalah bagian tubuh yang tidak boleh ditampakkan kecuali kepada muhrimnya. Wanita maupun pria memiliki batasan-batasan aurat. Khusus wanita, aurat ibarat perhiasan yang sangat berharga. Ini sesuai firman Allah SWT dalam Al Qur’an : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An Nur : 31)

Dalam Ayat tersebut memerintahkan wanita Muslimah agar tidak menampakkan perhiasan (aurat), kecuali kepada suami, ayah, dan beberapa pihak lain yang termasuk dalam pengecualian. Allah juga melarang para wanita bertabarujTabaruj adalah berhias diri secara berlebihan, sehingga mengundang syahwat kaum Adam. Yang termasuk perilaku tabaruj juga adalah memakai wangi-wangian yang baunya dapat tercium orang lain di tempat umum. Memakai perhiasan (gelang, kalung, dan lain-lain) secara berlebihan dan mencolok mata juga termasuk tabaruj.

2.   Menjaga interaksi antara lelaki dan perempuan

Allah melarang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim untuk saling berpandangan secara berlebihan, apalagi saling bersentuhan. Dalam Al Quran surat An-Nuur ayat 31 Allah bahkan secara khusus mengingatkan kaum lelaki agar menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya. Artinya, tidaklah temasuk lelaki beriman jika matanya suka jelalatan dan bergonta-ganti pasangan seperti berganti pakaian.

Pandangan mata secara berlebihan serta persentuhan antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim juga bisa menimbulkan zina. Allah berfirman dalam Al Quran : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al Isra’ : 32).

Dalam ayat ini Allah melarang kita mendekati zina, karena zina adalah perbuatan yang sangat keji. Pandangan mata dan persentuhan tubuh adalah salah satu tindakan mendekati zina. Jika mendekati zina saja haram dan mendapat larangan keras, Anda tentu bisa menyimpulkan sendiri, betapa berdosanya perbuatan zina yang sekarang demikian merajalela dan dilakukan manusia tanpa rasa bersalah!

3.   Menjaga aurat suara

Baik perempuan atau laki-laki, hendaknya tidak mengeluarkan kata-kata secara mesra atau berlebihan kepada lawan jenis selain istri atau suaminya. Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT : “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik, 
(Q.S. Al Ahzab : 32)

Dalam ayat ini, secara khusus Allah mengingatkan istri-istri Nabi agar jangan melembutkan suara ketika bicara sehingga membangkitkan nafsu lelaki yang mendengarnya. Walaupun  ayat tersebut ditujukan kepada para istri Nabi, tak ada salahnya kita meneladani ajaran Al Quran yang selalu memiliki hikmah tersendiri bagi pengikutnya. Sebagian ulama juga berpendapat bahwa ayat tersebut juga berlaku untuk wanita biasa. 

4.   Larangan berdua-duaan (berkhalwat)

Allah swt. melarang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya saling berdua-duaan, kecuali disertai mahramnya atau orang ketiga. Menurut Rasulullah saw., jika lelaki dan perempuan berdua-duaan, maka akan muncul pihak ketiga, yakni setan. Apa akibatnya jika setan ikut “nimbrung” di antara dua manusia yang berlainan jenis? Anda tentu sudah tahu jawabannya, bukan?

Demikian beberapa adab sopan santun pergaulan dalam Islam yang harus diperhatikan setiap umat Islam yang mengaku beriman. Islam tak pernah melarang pergaulan dengan siapa pun. Bergaul bahkan sangat dianjurkan sebagai upaya meningkatkan ukhuwah Islamiyah. Yang dilarang adalah pergaulan secara bebas antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, pergaulan yang tidak mematuhi norma-norma agama.

Semoga Bermanfaat. Wallahu A'lam