Oleh : Sugeng Widodo, S.HI
ABSTRAK
Karya Tulis Ilmiah ini berjudul :
“PERAN KUA DALAM UPAYA DERADIKALISASI AGAMA MELALUI KEARIFAN LOKAL”.
Adapun permasalahan yang dibahas dalam Karya
Tulis Ilmiah ini adalah bagaimana peran KUA dalam upaya deradikalisasi agama
melalui kearifan local, upaya-upaya saja yang dilakukan oleh KUA dan
kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh KUA dalam upaya deradikalisasi
agama melalui kearifan lokal.
Karya tulis ilmiah ini merupakan hasil
penelitian lapangan (field research)
dan berlokasi di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis. Adapun metode
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Sedangkan
metode penulisan data adalah dengan menggunakan metode deduktif, induktif dan
deskriftif analitif.
Melalui dokumentasi dilapangan dan wawancara dengan pegawai KUA, para
tokoh agama dan tokoh masyarakat Kecamamatan Siak Kecil diperoleh
jawaban-jawaban berupa adanya peranan KUA dalam upaya deradikalisasi agama
melalui kearifan local, upaya-upaya yang dilakukan oleh KUA dan kendala-kendala
atau masalah yang dihadapi KUA serta solusi pemecahan yang dilakukan oleh KUA dalam
upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local.
Peran KUA dalam upaya deradikalisasi agama
melalui kearifan local sangat baik dan efektif, sehingga mendapat dukungan dari
berbagai elemen masyarakat.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh KUA
dalam rangka deradikalisasi agama melalui kearifan local antara lain :
a.
Revitalisasi tradisi
b.
Menghidupkan kembali lembaga-lembaga social keagamaan.
c.
Mengikutsertakan partisipasi para tokoh agama dan tokoh
masyarakat.
Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi KUA
dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local antara lain :
a.
Minimnya Personil KUA
b.
Minimnya anggaran operasional KUA
c.
Minimnya alat penunjang kegiatan KUA.
d.
Letak Geografis yang jauh
Tugas pegawai KUA adalah melaksanakan beban pekerjaannya dengan sebaik
baiknya dengan memaksimalkan sumber daya yang ada dan mengoptimalkan potensi
yang dimiliki. Adanya kendala dan permalasahan dalam melaksanakan tugas tidak
lantas menjadikan alasan untuk mengeluh, bermalas-masalan dan berputus asa akan
tetapi justru digunakan sebagai pemacu semangat untuk menunjukkan kinerja dan
prestasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, beberapa kendala-kendala atau
masalah yang ada, harus disikapi dengan cara sebagai berikut :
1.
Menambah personil KUA kecamatan sesuai dengan kebutuhan
agar kegiatan-kegiatan di KUA kecamatan dapat terlaksana secara optimal tepat
sasaran dan tepat waktu.
2.
Menggunakan anggaran dana sesuai dengan posnya dan
program prioritas guna menunjang tercapainya visi dan misi KUA Kec. Siak Kecil
“Terwujudnya kehidupan masyarakat yang agamis dan berakhlakul karimah di
Kecamatan Siak Kecil”.
3.
Berupaya menggunakan dan memelihara sarana dan
prasarana yang ada serta melengkapi secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran dana yang tersedia.
4.
Membuat dan melaksanakan cetak biru program jangka
pendek menengah dan panjang secara konsisten dan komprehensif sebagai upaya
mewujudkan pelayanan Kementerian agama yang profesional, bersih dan transparan.
Diharapkan dengan solusi-solusi tersebut peran KUA dalam upaya
deradikalisasi agama melalui kearifan local dapat berjalan dengan baik dan
maksimal.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam kehidupan di dunia ini manusia tentunya tidak
bisa terlepas dari apa yang dinamakan dengan agama. Hal tersebut dikarenakan agama
sangatlah inhern dalam kehidupan sosial manusia dengan segala dinamika yang
ada. Hal tersebut mengandung arti bahwa manusia dalam aktivitasnya tidak bisa
terlepas dari nilai-nilai agama yang ada di dalamnya.
Dalam hal ini Islam adalah agama bagi umat manusia
yang di dalamnya memuat pesan yang bersifat universal dan abadi dikarenakan
ajaranya akan selalu mengikat selama dalam masa taklif (mukallaf). Konsekuensi
tersebut tertuang dalam suguhan konsepsi hukum Islam yang menjamin perbaikan dan
peningkatan kehidupan umatnya baik di dunia maupun di akhirat. Islam adalah
pandangan hidup yang lengkap (kaffah), membimbing sesuai petunjuk-petunjuk
Allah SWT, sebagaimana yang disampaikan oleh Rasul- Nya Muhammad SAW.
Secara praktis, Islam menuntut para pemeluknya untuk
senantiasa menyeru, mengajak, dan menyampaikan ajaranya agar apa yang menjadi pesan
agama dapat disebarluaskan keseluruh alam semesta. Hal tersebut merupakan suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap umat Islam, yang tentunya dalam
penyampaian misi dakwah yang diterapkanya dalam rangka mengajak manusia kepada
ajaran Islam haruslah mengacu pada apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
Muhammad SAW.
Mengenai kewajiban menyampaikan dakwah Islam, Allah
SWT berfirman dalam ayat suci Al-Qur’an:
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/
Artinya :”Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
( QS. An-Nahl : 125 )
Hermeneutika kata ud’u yang selanjutnya ditafsirkan
dengan “seruan” yang merupakan fiil amr, yang dalam kaidah ushul fiqh merujuk
kepada hukum wajib mengindikasikan bahwa dakwah mutlak harus direalisasikan di dalam
setiap sendi-sendi kehidupan. Telah menjadi suatu yang ma’lum, bahwasanya Islam
adalah agama dakwah yang mengandung arti bahwa keberadaanya di muka bumi ini
adalah dengan disebarluaskan dan diperkenalkan kepada seluruh umat melalui aktivitas
dakwah, bukan dengan paksaan, kekerasan, dan tidak pula dengan kekuatan pedang.
Hal ini dapat kita pahami, karena Islam sendiri adalah agama pembawa
perdamaian, agama cinta kasih, agama pembebasan dari belenggu perbudakan, dan
juga mengakui hak dan kewajiban setiap individu. Ini berarti anggapan para
oreientalis yang selama ini mengatakan Islam adalah agama yang kejam,
menakutkan dan dikenal dengan radikalismenya adalah tidak benar adanya.
Statemen demikian tentunya amatlah tidak sesuai, dikarenakan bila kita mencoba
menelaah dalam Al-Qur’an yaitu pada surat Al-Baqoroh ayat 256, Allah berfirman:
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù öàÿõ3t ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãur «!$$Î/ Ïs)sù y7|¡ôJtGó$# Íouróãèø9$$Î/ 4s+øOâqø9$# w tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ììÏÿx îLìÎ=tæ
Artinya :“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui”.
(QS. Al-Baqoroh: 256)
Dari ayat di atas dapat kita fahami, bahwa dalam
memilih suatu agama tidaklah boleh dipaksakan, termasuk di dalamnya adalah
berdakwah dan menyampaikan ajaran Islam. Memeluk agama adalah merupakan suatu
pilihan yang dilakukan secara sadar, artinya tidak boleh ada unsur paksaan sedikitpun.
Dari hal tersebut di atas, seyogyanya di dalam melakukan aktifitas berdakwah
pendekatan yang seharusnya kita lakukan adalah dengan cara yang halus, lembut
dan santun sebagaimana tersebut dalam surat An Nahl di atas.
Yang menjadi fenomena dan menarik perhatian dari
kehidupan kita di negara Indonesia ini yaitu ketika dalam kondisi masyarakat
Islam dengan berbagai problematika dakwahnya, maka tak henti-hentinya muncul pemikir-pemikir
sejak zaman klasik hingga sekarang, dimana di dalamnya lahir aliran-aliran yang
menaruh perhatian besar terhadap pelaksanaan dakwah Islamiyah. Akan tetapi
dalam realitanya, mereka di dalam penyampaian ajarannya cenderung ortodok, kaku
dan kolot, bahkan nilai-nilai ajaran yang disampaikannya terkesan jumud dan
mandeg ditempat tidak bisa sesuai dengan dinamika kehidupan zaman. Dalam
menerjemahkan ayat-ayat Al-Qur’an pun hanya dikaji secara tekstual, tidak
mengenal istilah hermeniutika atau tafsir. Dan yang ironi, tidak berhenti
sampai di situ saja, akan tetapi mereka menginginkan ajaran Islam diterapkan di
dalam setiap lini kehidupan (totalistik / kaffah) dengan cara yang mereka
benarkan, tanpa mengambil dari manhaj hukum yang semestinya. Bukankah hal
demikian akan dapat mengganggu keharmonisan dalam kehidupan ?
Beberapa golongan yang tergabung dalam Islam radikalis
seperti Darul Islam (DI), Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Negara Islam Indonesi
(NII), dan Ikhwanul Muslimin mereka cenderung bersikap eksklusif dan hanya mengakui
kebenaran mereka sendiri. Mereka menganggap orang kafir adalah musuh yang harus
mereka perangi, tidak hanya itu saja, orang muslim lain yang tidak sehaluan
dengan mereka pun tak luput mendapat predikat sebagai orang-orang yang sesat.
Doktrin yang mereka usung adalah “takfir" yaitu sikap yang selalu
mengkafirkan golongan lain yang berada di luar kelompoknya. Salah satu tokoh
Ikhwanul Muslimin yang pemikiranya sangat berpengaruh dalam menyulut
radikalisme agama yang ada adalah Sayyid Qutub. Beliau berpendapat “barang
siapa yang memutuskan suatu hukum ( termasuk di dalamnya menjalankan
pemerintahan) dengan hukum selain Al-Qur’an berarti ia telah kafir”. Pemikiran
tersebut tentunya berpijak pada interpretasi dari suatu ayat yaitu :
`tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$#
Artinya :”Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir”. (QS. Al
Ma’idah : 44)
Berawal dari pemikiran tersebut, aliran Islam radikal
telah menjustifikasi diri seperti para hakim dan aparat pemerintahan yang ada,
yang tidak menggunakan hukum syari’at adalah halal dibunuh. Sikap-sikap demikianlah
yang tentunya dapat membawa mereka ke dalam faham keberagamaan yang cenderung
kaku dan kolot. Selanjutnya sikap tersebut telah mereka ejawantahkan dalam
praktik kehidupan, sebagai suatu contoh mereka menganggap harta yang dimiliki
oleh pihak/orang lain adalah sah untuk dimiliki organisasinya. Bahkan dengan
cara-cara yang tidak Islami seperti penipuan, pencurian, bahkan dengan
cara-cara kekerasan sekalipun, mereka mengklaim bahwa harta itu adalah milik
Allah.
Radikalisme dalam Islam memberikan gambaran adanya
kelompok yang ekslusif dan militan. Sampai batas tertentu, seperti yang
disebutkan di atas, ada kesan bahwa kelompok itu menganggap orang lain sebagai
musuh. Yang dimasukkan dalam golongan musuh itu tidak hanya mereka yang berbeda
agama, melainkan juga orang-orang seagama yang mereka anggap telah melakukan
banyak kemaksiatan atau diam saja ketika kemaksiatan ada di sekeliling mereka.
Klaim kebenaran tunggal juga melekat dalam ingatan para golongan ini.
Radikalisme agama yang akhir-akhir ini muncul
kepermukaan, seakan menyiratkan ketidakpuasan suatu kaum dalam adaptasinya
dengan yang lain. Hal tersebut menyangkut praktek kehidupan (mu’amalah) dan
peribadatan (ubudiyah), terutama tentang perbedaan cara pandang atas agama yang
mereka anut. Interpretasi yang berbeda dalam melihat suatu hukum agama dan
diperparah dengan nalar egois yang kemudian menghilangkan harmonisme dalam
bermasyarakat. Seseorang yang dianggap tidak sesuai pemahaman dia, dianggap
telah melenceng dari ajaran Islam yang sebenarnya. Kemudian, banyak orang yang
berpengaruh, menyeru kepada umat untuk kembali kepada ajaran agama yang benar.
Ia menganggap bahwa ia berkewajiban untuk meluruskan ajaran agama yang bengkok
dari praktek kehidupan. Sayangnya, ajaran yang benar ini hanya berdasar atas pemahamannya
mereka sendiri. Baginya ajaran sebagaimana dipahaminya sendirilah yang dianggap
murni dan merupakan representasi dari ajaran Islam yang benar dan sah. Jika hal
seperti ini terus berlanjut, maka tentunya perpecahan intern umat beragama
tentunya akan terbuka lebar.
Bagi golongan radikalis, sikap tanpa kompromi
(intoleran), tidak menghargai orang yang berbeda keyakinan dan sikap keras
merupakan “kebenaran” yang mereka pilih. Jalan kekerasan juga kadang dilakukan
kaum ini. Mereka tidak sabar untuk memperbaiki keadaan dengan usaha pelanpelan seperti
pendidikan dan penyadaran. Mereka memilih jalan kekerasan dan tidak peduli akan
akibat destruktif dari perbuatan yang mereka lakukan. Selain itu mereka juga
melakukan kekerasan atas nama agama, padahal ia sendiri bukan pemeluk agama
yang baik.
Melihat fenomena di atas, yang perlu kita refleksikan
bersama yaitu, mengapa Islam yang merupakan agama “Rohmatan lil ‘alamin”, Islam yang merupakan agama samawi yang
membawa misi syar’i mengayomi dan melindungi sesama umat manusia justru menjadi
objek dari semua aksi kerusuhan yang bernuansa radikal. Hal tersebut tiada lain
dikarenakan ada sekelompok golongan yang dalam aktualisasi dakwahnya hanya mengedepankan
kajian secara tekstualis, dan menggunakan berbagai aksi kekerasan yang
berlabelkan Islam. Mereka menggunakan kedok “jihad” sebagai legitimasi dari
aksi yang mereka jalankan dan sebagai pembenaran tindakan-tindakan mereka tanpa
mengabaikan harmonisasi dan kearifan local (local wisdom) seperti sediakala
saat Islam masuk di Indonesia seperti yang telah dicontohkan oleh para walisongo.
Hal tersebut bukankah berbeda ketika kita berkaca pada kehidupan Rosul yang
merupakan Nabi terahir yang di utus Allah untuk menyampaikan wahyu kepada kita.
Bukankah Rosul dahulu kala dalam penyampaian misi dakwahnya senantiasa
melindungi dan mengayomi, bahkan mengharamkan darahnya kaum kafir dzimmi? Hal tersebut
semata-mata Islam adalah agama perdamaian dan pembawa keselamatan yang pada
dasarnya tidak mengajarkan apalagi menganjurkan kekerasan dalam bentuk apapun.
Mengingat, Radikalisasi agama saat ini menjadi isu
yang aktual untuk dibicarakan. Negara Indonesia dengan kompleksitas etnis, suku
dan agama tentunya mengundang berbagai problem di berbagai lini kehidupan masyarakat.
Hal tersebut menarik penulis untuk meneliti sektor keagamaan yang ada di masyarakat,
khususnya di Kecamatan Siak Kecil yang disinyalir bermotif radikal-agamis yang
dapat memperkeruh ke-Bhinekaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, Penulis
tertarik untuk membuat karya tulis dengan judul “Peran KUA Dalam Upaya Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan Lokal”.
B.
Batasan
Masalah
Agar karya tulis ilmiah ini mencapai pada sasaran
yang diinginkan dengan benar dan tepat, maka penulis membatasi pembahasan dalam
karya tulis ilmiah ini pada “Peran KUA Dalam Upaya Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan
Lokal”.
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana peran KUA dalam upaya deradikalisasi agama
melalui kearifan lokal ?
2.
Upaya-upaya apa saja yang dilalukan KUA dalam upaya
deradikalisasi agama melalui kearifan lokal ?
3.
Kendala-kendala apa saja yang dihadapai KUA dalam upaya
deradikalisasi agama melalui kearifan lokal ?
D.
Tujuan dan
Manfaat Karya Tulis Ilmiah
i.
Tujuan Karya
Tulis Ilmiah
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka
karya tulis ilmiah ini bertujuan :
1.
Untuk mendeskripsikan peran KUA dalam upaya
deradikalisasi agama melalui kearifan lokal.
2.
Untuk mendeskripsikan upaya-upaya yang dilalukan KUA dalam
deradikalisasi agama melalui kearifan lokal.
3.
Untuk mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapai KUA
dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal ?
ii.
Manfaat
Karya Tulis Ilmiah.
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang terkait utamanya bagi pihak-pihak berikut ini
:
1.
Bagi Masyarakat
Sebagai informasi bagi masyarakat umumnya umat Islam
terhadap Peran KUA dalam upaya deradikalisasi Agama melalui pendekatan local,
Upaya-upaya yang telah dilakukan KUA, dan kendala kendala-kendala yang dihadapi
KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal.
2.
Bagi Instansi
Sebagai bahan masukan dalam mengambil kebijaksanaan
yang tepat dan memberikan gambaran peran KUA dalam upaya deradikalisasi agama
melalui kearifan lokal.
3.
Bagi Penulis
Sebagai bahan latihan bagi penulis dalam penulisan
karya tulis ilmiah, sekaligus sebagai salah satu bahan pendukung / bukti fisik dalam
pengusulan angka kredit penghulu Madya.
E.
Definisi
Operasional
Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang
berbeda-beda di antara pembaca, maka perlu diberikan batasan-batasan pengertian
pada beberapa istilah yang digunakan dalam judul karya tulis ilmiah ini.
Beberapa istilah yang perlu dijelaskan pengertiannya antara lain: (1) Peran,
(2) KUA, (3) Upaya, (4) Deradikalisasi Agama, (5) Kearifan Lokal.
1.
Peran
Peran merupakan bagian dari tugas yang utama harus
dilakukan baik itu proses, cara, pembuatan memahami perilaku yang diharapkan
dan dikaitkan dengan kedudukan seseorang, jadi dikaitkan dengan permasalahan
tersebut berrati seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat.[1] Menurut
WJS. Poerwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan peranan
adalah, “Sesuau yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama
(dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa)” (Poerwadarminto, 1997:735).
Berdasakan pendapat para ahli di atas, dapat Penulis
simpulkan bahwa peranan adalah segala sesuatu yang bisa mengakibatkan
terjadinya suatu peristiwa yang lain baik secara langsung maupun tidak
langsung.
2.
KUA /Kantor Urusan Agama
Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan
Kementerian Agama yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang Agama
Islam di wilayah Kecamatan.[2]
3.
Upaya
Yang dimaksud dengan upaya menurut kamus bahasa
Indonesia adalah usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan
persoalan, mencari jalan keluar, dsb[3]
4.
Deradikalisasi
Deradikalisasi secara bahasa berasal dari kata
”radikal” yang mendapat imbuhan ”de” dan akhiran ”sasi”. Kata deradikalisasi di
ambil dari istilah bahasa Inggris “deradicalization” dan kata dasarnya radical.
Radikal sendiri berasal dari kata ”radix” dalam bahasa Latin artinya ”akar”.
Maka yang dimaksud ”deradikalisasi” adalah sebuah langkah untuk merubah sikap
dan cara pandang yang dianggap keras menjadi lunak; toleran, pluralis, moderat
dan liberal.[4]
5.
Agama
Yang dimaksud agama adalah sebuah koleksi
terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan
manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.[5]
6.
Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah
sesuatu yang memiliki nilai-nilai budaya yang baik yang sebenarnya sudah
diajarkan semenjak lama dari nenek moyang kita terdahulu dan masih dipertahankan dan
dilestarikan dari generasi ke generasi sehingga menjadi sebuah tradisi yang
lumrah.[6]
F.
Metode Penelitian
Karya tulis ilmiah tentang peran KUA dalam upaya
deradikalisasi Agama melalui pendekatan lokal ini mempunyai jangkauan yang
sangat luas. Namun karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dana, dan
kemampuan yang dimiliki penulis, maka ruang lingkup karya tulis ilmiah ini
dibatasi pada masalah sebagai berikut ini :
i.
Karakteristik
Lokasi.
Karakteristik lokasi, yakni mengenai gambaran umum
tentang lokasi tersebut yang meliputi gambaran umum Kantor Urusan Agama
Kecamatan Siak Kecil, struktur organisasi, dan data-data lain yang diperlukan
dalam karya tulis ilmiah ini.
ii.
Subyek dan
obyek.
Subyek karya tulis ilmiah ini adalah para pegawai
Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil, para tokoh Agama dan tokoh Adat Kecamatan
Siak Kecil.
Sedangkan obyek karya tulis ilmiah ini adalah peran
KUA dalam upaya deradikalisasi Agama melalui kearifan lokal.
iii. Populasi dan sampel
Populasi dalam karya tulis ilmiah ini adalah para
pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil, para tokoh Agama dan tokoh
Adat Kecamatan Siak Kecil. Mengingat populasi yang sedikit, maka penulis tidak
mengambil sampel, tetapi seluruh populasi langsung diteliti.
iv. Sumber Data.
1.
Data Primer ; yaitu data yang diperoleh langsung dari
intansi terkait dalam hal ini adalah KUA Kecamatan Siak Kecil yang terdiri dari
para pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil, ditambah dengan para tokoh
Agama dan tokoh Adat Kecamatan Siak Kecil.
2.
Data Skunder ; yaitu data-data yang diperoleh dari
tokoh masyarakat, kantor camat, desa dan buku-buku yang berhubungan dengan
pembahasan karya tulis ilmiah ini.
v.
Metode
Pengumpulan Data.
Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan, maka
penulis menggunakan beberapa metode, yaitu :
1.
Observasi, yaitu suatu metode pengumpulan data melalui
proses pengamatan langsung terhadap gejala dan fenomena yang terjadi di
lapangan.
2.
Wawancara, yaitu suatu metode pengumpulan data melalui
proses dialog dan Tanya jawab (langsung dengan lisan) yang dilakukan penulis
terhadap responden yang berkaitan dengan permasalahan.
vi. Analisa Data
Adapun data yang telah terkumpul dianalisa dengan metode
analisa data kualitatif, yaitu analisa data dengan jalan mengklasifikasikan
data-data berdasarkan kategori-kategori atas dasar persamaan jenis dari
data-data tersebut diuraikan sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran yang
utuh tentang masalah yang diteliti.
vii. Metode Penulisan
Setelah data terkumpul dianalisa, maka penulis
mendeskripsikan data tersebut dengan menggunakan metode sebagai berikut :
1.
Metode Deduktif, yaitu penulis mengemukakan
kaidah-kaidah atau pendapat-pendapat yang bersifat umum kemudian dibahas dan
diambil kesimpulan secara khusus.
2.
Metode Induktif, yaitu dengan mengemukakan fakta-fakta
atau gejala-gejala yang bersifat khusus, lalu dianalisa, kemudian diambil
kesimpulan secara umum.
3.
Metode Deskriptif analitif, yaitu dengan jalan
mengemukakan data-data yang diperlukan apa adanya, lalu dianalisa, sehingga
dapat disusun menurut kebutuhan yang diperlukan dalam penulisan karya tulis
ilmiah ini.
G.
Sistematika
Pembahasan.
Adapun sistematika pembahasan dalam karya tulis
ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I :
Merupakan bab pendahuluan yang berisikan ; latar belakang, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat karya tulis ilmiah, definisi operasional, metode penelitian
dan sistematika pembahasan.
BAB II : Merupakan bab tinjauan teoritis tentang radikalisasi agama,
pengertian, karakteristik dan cirri-ciri radikalisme agama.
BAB III : Merupakan bab yang bersisikan ; gambaran umum KUA Kec. Siak
Kecil.
BAB IV : Merupakan bab pembahasan yang berisikan deskripsi masalah,
penyajian dan analisis masalah (Peran KUA Kecamatan Siak Kecil dalam upaya
deradikalisasi agama melalui kearifan lokal, Upaya-upaya yang dilakukan dan
kendala-kendala yang dihadapi KUA Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis.
BAB V :
Merupakan bab penutup yang berisikan ; kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG RADIKALISASI
AGAMA
A.
Pengertian
Radikalisasi.
Secara etimologi radikalisasi merupakan serapan dari
bahasa latin yaitu ”radix” yang artinya akar. Dalam bahasa Ingris radical dapat
berarti ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner dan fundamental.
Pada awalnya istilah radikalisme agama justeru
diintrodusir dari tradisi Barat, terutama yaitu dikalangan keagamaan Kristen Protestan
AS sekitar tahun 1910an. Dalam perkembanganya, seperti disampaikan oleh Roger
Garaudy yang merupakan filosof dari Perancis menyatakan, bahwa radikalisme
tidak hanya berkisar pada faham keagamaan, akan tetapi istilah tersebut telah
menjelma dalam kehidupan sosial, politik dan budaya. Dengan demikian berarti,
setiap ideologi atau pemikiran yang mempunyai dampak negatif (side effect) yang
dapat membawa seseorang menjadi militan dan fanatik maka hal tersebut dapat
dikategorikan kedalam radikalisme[7].
Dari pengertian tersebut di atas, dapat dipahami
bahwa berbagai ideolgi yang ada sepeti liberalisme, maxsisme, leninisme, dan
lain sebagainya adalah dapat dipahami sebagai fundamentalisme atau radikalisme.
Dengan demikian, cakupan dari istilah radikalisme ini tergantung dari mana kita
melihat dan mengkajinya, yang dalam penelitian ini yaitu penulis mengetengahkan
dan membatasi radikalisme dalam lingkup agama yang dalam hal ini yang dimaksud adalah
agama Islam.
Pada hakekatnya faham radikalisme terhadap suatu
agama adalah tidak merupakan suatu masalah yang menjadi momok dan menakutkan,
selama masih dalam koridor pemikiran (ideologis) para pengikutnya. Akan tetapi
ketika ideologi tersebut telah bergeser dan menjelma menjadi gerakan-gerakan
yang menimbulkan keresahan, kekerasan dan masalah lain yang dapat mengganggu
stabilitas masyarakat dan memporak-porandakan tatanan yang sudah ada, maka di
sinilah radikalisasi agama yang timbul perlu mendapatkan perhatian bersama. Hal
tersebut dikarenakan, fenomena-fenomena sebagaimana disebutkan akan dapat
menyebabkan suatu konflik, dikarenakan perbedaan persepsi dan pemahaman
terhadap nilai-nilai agama. Bahkan pada level yang lebih tinggi dapat
memunculkan kekerasan antara dua kelompok yang berbeda pemahaman tersebut.
Bila kita analisa, diantara penyebab yang menyulut
aksi radikalisme yang bernuansa agama adalah mulai persoalan domestic sampai
persoalan internasional, yang memojokkan kelompok tertentu. Dalam wilayah
agama, konsepsi ajaran yang berbeda dengan kenyataan, seperti semakin
menjamurnya tempat-tempat hiburan yang digunakan sebagai ajang maksiat, Kiai
sebagai pemuka agama yang mestinya dihormati akan tetapi malah sebaliknya,
seperti pembantaian kiai seperti terjadi di Poso (25 Desember 1998).
Dalam kasus di atas, aparat pemerintah sebagai
pengayom seluruh elemen warganya juga malah terkesan lalai dan tidak konsisten
di dalam menerapkan perundang-undangan yang telah disepakati bersama. Hadirnya
organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan MUI yang tidak dapat
merealisasikan nilai-nilai ”ideal” dan memecahkan masalah agama juga bisa
menjadi penyebab munculnya radikalisasi agama yang ada. Di sisi lain tuntutan
untuk menjalankan nilai-nilai agama harus mereka aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam lingkup internasional realitas politik standar ganda yang
diterapkan oleh Amerika dan sekutunya juga turut memicu berkembangnya
radikalisme agama saat ini[8].
B.
Karakteristik
dan Ciri-ciri Radikalisasi
Penyebutan radikal terhadap kelompok yang memiliki
karakter dan pola umum sebagai sebuah gerakan yang menginginkan ditegakkanya
syari’at Islam secara terminologi sebagaimana disebutkan oleh Kallen setidaknya
memiliki tiga karakteristik yaitu [9]:
1.
Radikalisasi muncul sebagai respon yang berupa
evaluasi, penolakan atau perlawanan terhadap kondisi yang sedang berlangsung, baik
itu berupa asumsi nilai sampai dengan lembaga agama atau negara.
2.
Radikalisasi selalu berupaya mengganti tatanan yang sudah
ada dengan sebuah tatanan baru yang disistematisir dan dikontruksi melalui
world view (pandangan dunia) mereka sendiri.
3.
Kuatnya keyakinan akan ideologi yang mereka tawarkan.
Hal tersebut rentan memunculkan sikap emosional yang potensial melahirkan kekerasan.
Berdasarkan karakteristik sebagaimana disebutkan
Kallen diatas, Islam radikal dapat didefinisikan yaitu sebagai suatu kelompok yang
berupaya menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebaga basic values (nilai dasar) dari
segala aspek kehidupan.
Melihat epistemologi radikalisme seperti yang
terdiskripsi diatas, Rubaidi yang mengadopsi istilah Martin E. Marty
mensinyalir radikalisme agama memiliki ciri-ciri sebagai berikut [10]:
1.
Fundamentalisme, menurutnya hal ini dipahami sebagai
gerakan perlawanan yang banyak kasus biasanya dilakukan secara radikal, yang
demikian merupakan respon dari ancaman yang bisa membahayakan eksistensi dari
suatu agama. Bentuk ancaman yang mereka sinyalir bisa mengganggu eksistensi
agama mereka adalah seperti modernisasi, sekularisasi, serta tatanan nilai
barat lainya. Adapun acuan yang digunakan mereka adalah bersumber dari kitab
suci mereka. Dengan demikian, gerakan perlawanan yang dilakukan para aktifis
gerakan Islam fundamentalis sejatinya merupakan tindakan subjektif-individual,
yang dibangun berdasarkan nilai-nilai kolektif yang berkembang dalam sebuah
gerakan. Tindakan subjektif yang dimaksud dapat berupa tindakan nyata yang
diarahkan kepada pihak tertentu atau agama lain maupun tindakan yang bersifat
membatin dan sangat subjektif, baik berupa pengetahuan, pemahaman, maupun persepsinya.
2.
Penolakan terhadap hermeneutika. Hal ini dapat dimaknai
bahwa kaum radikal menolak terhadap sikap kritis teks agama dan segala bentuk
interpretasinya. Teks-teks Al-Qur’an hanya dimaknai apa adanya. Kitab suci
dimaknai benar adanya tanpa mempertimbangkan rasionalitas (nalar) dan sabab
nuzul ayat, sehingga dalam implementasinya mereka harus mengamalkan Al-Qur’an
secara literal, sesuai dengan apa yang tertera tanpa pertimbangan akal.
3.
Penolakan terhadap pluralisme dan relativisme. Bagi kaum
radikal pluralisme merupakan pemahaman yang keliru terhadap teks-teks kitab
suci. Intervensi nalar terhadap al-qur’an dan perkembangan sosial
kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama, serta pandangan yang tidak
sejalan dengan kaum radikalis adalah potret dari bentuk relativisme keagamaan
yang ada.
4.
Penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis.
Perkembangan ini dinilai oleh kaum radikalis sebagai muara ketidak sesuaian
dalam keberagamaan, mereka menilai bukan Al-Qur’an yang harus mengikuti nalar,
akan tetapi akal lah yang seharusnya tunduk dan patuh terhadap semua
nilai-nilai Al-Qur’an dalam menginterpretasi nilai-nilai agama.
BAB
III
GAMBARAN UMUM
KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SIAK KECIL
A.
Pejabat
Kepala KUA
Dalam
rangka mewujudkan cita-cita UUD 1945 di bidang keagamaan, KUA merupakan salah
satu instansi yang sangat diharapkan keberadaannya oleh masyarakat untuk
mengkoordinir kegiatan dibidang keagamaan. Di Kecamatan Siak Kecil, KUA
terletak di ibukota kecamatan yaitu tepatnya di Jalan H. Mahmud Desa Lubuk
Muda, dan ia merupakan salah satu KUA yang ada di Kabupaten Bengkalis.
Sejak
berdirinya Tanggal 2 Agustus 2005 yang lalu, di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Siak Kecil telah ditunjuk pejabat yang melaksanakan tugas sebagai Kepala Kantor
Urusan Agama. Adapun nama-nama pejabat tersebut dan periode masa jabatannya
adalah sebagai berikut :
TABEL I
DATA PEJABAT KEPALA KUA KECAMATAN SIAK
KECIL
BERIKUT PERIODENYA
NO
|
NAMA/NIP
|
PERIODE
|
KET
|
1
|
Drs. FAKHRUROZI
NIP. 196706122003121002
|
Tahun 2005 s/d tahun 2011
|
|
2
|
H. MUHYIDIN, S.Ag
NIP. 197008041998031004
|
Tahun 2011 s/d tahun 2014
|
|
3
|
H. AZUMAR, S.PdI
NIP. 19580806 1981031005
|
Tahun 2014 s/d tahun 2016
|
Sumber : Data
KUA Kecamatan Siak Kecil Tahun 2017
Keberadaan
Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil telah banyak kemajuan yang dicapai
khususnya dalam melaksanakan tugas yang diembannya yang berhadapan langsung
dengan masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan dan diharapkan
mampu mewujudkan tujuan dan sasaran dibidang keagamaan. Hal ini ditandai dengan
semakin meningkatnya kesadaran masyarakat tentang keberadaan KUA sebagai
lembaga pemerintah yang mengurus masalah keagamaan khususnya agama Islam.
B.
Pegawai KUA
Kec. Siak Kecil
Untuk
menunjang kegiatan Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil sebagai
perpanjangan tangan dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bengkalis, memiliki
jumlah pegawai sebanyak 4 orang yang terdiri dari : 1 orang kepala sekaligus penghulu,
2 orang Pejabat Administrasi, ditambah dengan 1 orang pegawai honorer yakni :
TABEL
II
DATA
PEGAWAI KUA KECAMATAN SIAK KECIL
NO
|
NAMA/NIP
|
JABATAN /
MULAI BERTUGAS
|
KET
|
1
|
SUGENG WIDODO, S.HI
NIP. 197902102005011004
|
Penghulu Madya
/ Plt. Ka. KUA Siak Kecil
01 Desember 2011
|
|
2
|
SULISTIONO, S.Ag.
NIP. 19691109 200701 1 027
|
Pengadminitrasian KUA
01 Januari 2011
|
|
3
|
SITI KHAIRIAH
NIP. 19740430 200710 2 004
|
Ketatausahaan dan
Kerumahtanggaan KUA
01 Januari 2010
|
|
4
|
UMI JUMIASARI
|
Honorer
01 Januari 2011
|
Sumber : Data
KUA Kecamatan Siak Kecil Tahun 2017
Kecamatan
Siak Kecil memiliki luas 742,21
KM2 dengan keadaan wilayah ketinggian dari
permukaan laut : 0 – 6 M.
Secara umum letaknya berada pada
posisi datar didominasi oleh kemiringan antara 0 – 3 %. Kondisi ini menyebabkan
Kecamatan Siak Kecil merupakan wilayah yang bebas dari bahaya terjadinya erosi
aliran air permukaan.
Di lihat
dari tata letak Kecamatan Siak Kecil memiliki batas-batas sebagai berikut :
Ø Sebelah Utara :
Kec. Bukit Batu
Ø Sebelah Selatan :
Kec. Sabak Auh Kab. Siak
Ø Sebelah Barat : Kec. Mandau –
Kec. Pinggir
Ø Sebelah Timur : Kec. Merbau
(Kab.Meranti) posisi Selat Padang
C.
Desa-desa Se
Kecamatan Siak Kecil
Dari
batasan-batasan tersebut terbagi menjadi 17 desa, sebagaimana dalam tabel berikut :
TABEL III
DATA DESA-DESA SE KECAMATAN SIAK KECIL
NO
|
NAMA DESA
|
JARAK TEMPUH
DARI KUA KE DESA
|
KET
|
1
|
Lubuk Muda
|
+ 0 Km
|
|
2
|
Tanjung Belit
|
+ 2,5 Km
|
|
3
|
Sumber Jaya
|
+ 8 Km
|
|
4
|
Tanjung Datuk
|
+ 5 Km
|
|
5
|
Liang Banir
|
+ 5 Km
|
|
6
|
Sungai Siput
|
+ 5 Km
|
|
7
|
Lubuk Garang
|
+ 9 Km
|
|
8
|
Koto Raja
|
+ 8 Km
|
|
9
|
Sepotong
|
+ 8 Km
|
|
10
|
Lubuk Gaung
|
+ 11 Km
|
|
11
|
Tanjung Damai
|
+ 20 Km
|
|
12
|
Langkat
|
+ 15 Km
|
|
13
|
Sungai Nibung
|
+ 16 Km
|
|
14
|
Sadar Jaya
|
+ 37 Km
|
|
15
|
Sungai Linau
|
+ 38 Km
|
|
16
|
Muara Dua
|
+ 50 Km
|
|
17
|
Bandar Jaya
|
+ 57 Km
|
Sumber Data :
Monografi Kecamatan Siak Kecil 2017
D.
Data
Penduduk dan Pemeluk Agama Kecamatan Siak Kecil
Dari
data yang diperoleh, Kecamatan Siak Kecil memiliki jumlah penduduk sebanyak
23.011 jiwa. Jumlah tersebut dapat dirincikan menurut pemeluk agama sebagai
dalam table berikut :
TABEL IV
DATA PENDUDUK DAN PEMELUK AGAMA
KECAMATAN SIAK KECIL
NO
|
AGAMA
|
JUMLAH
|
KET
|
1
|
ISLAM
|
22.163 jiwa
|
|
2
|
BUDHA
|
698 jiwa
|
|
3
|
KRISTEN
|
125 jiwa
|
|
4
|
KATOLIK
|
25 jiwa
|
|
5
|
HINDU
|
-
|
|
J u m l a h
|
23.011 jiwa
|
Monografi
Kecamatan Siak Kecil 2017
Dari
rincian data di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut pemeluk
agama, maka pemeluk agama Islam menduduki posisi diatas sedangkan pemeluk agama
Katholik paling sedikit. Namun demikian, kerukunan umat beragama di
Kecamatan Siak Kecil cukup menggembirakan, baik antara umat beragama maupun
dengan Pemerintah telah terbina sesuai dengan ketentuan yang telah ada dan
telah mengikuti Forum Umat Beragama, Pemuka Agama yang ada di Kecamatan Siak
Kecil telah mengikuti Sosialisasi Forum Kerukunan Umat Beragama yang diadakan
oleh FKUB Kabupaten Bengkalis.
E.
Data Rumah
Ibadah Se – Kecamatan Siak Kecil
Untuk
mengetahui jumlah rumah ibadah di Kecamatan Siak Kecil dapat dilihat dari tabel
berikut :
TABEL V
DATA RUMAH IBADAH SE KECAMATAN SIAK
KECIL
NO
|
NAMA RUMAH IBADAH
|
JUMLAH
|
KETERANGAN
|
1
|
Masjid
|
50 buah
|
|
2
|
Langgar
|
-
|
|
3
|
Mushalla
|
62 buah
|
|
4
|
Gereja
|
-
|
|
5
|
Pura
|
-
|
|
6
|
Wihara/Klenteng
|
2 buah
|
|
Jumlah
|
Sumber : Monografi KUA Kecamatan Siak Kecil Tahun 2017
F.
Data
Organisasi /Lembaga social Keagamaan
Untuk mengetahui jumlah organisasi
/lembaga social keagamaan di Kecamatan Siak Kecil dapat dilihat dari tabel
berikut :
TABEL VI
DATA ORGANISASI / LEMBAGA SOSIAL
KEAGAMAAN
SE KECAMATAN SIAK KECIL
NO
|
NAMA LEMBAGA
|
ALAMAT
|
KE
|
|
1
|
LP MA’ARIF NU KAB. BENGKALIS
|
Siak Kecil
|
-
|
|
2
|
PAGAR NUSA NU KAB. BENGKALIS
|
Siak Kecil
|
-
|
|
3
|
MUI KEC. SIAK KECIL
|
Siak Kecil
|
-
|
|
4
|
IKMI KEC SIAK KECIL
|
Siak Kecil
|
-
|
|
5
|
IPHI KEC SIAK KECIL
|
Siak Kecil
|
-
|
|
6
|
LPTQ KEC. SIAK KECIL
|
Siak Kecil
|
-
|
|
7
|
UPZ KEC. SIAK KECIL
|
Siak Kecil
|
-
|
|
8
|
GP ANSOR KEC. SIAK KECIL
|
Siak Kecil
|
-
|
|
Jumlah
|
8
|
|||
Sumber : Monografi KUA Kecamatan Siak Kecil Tahun 2017
BAB IV
PEMBAHASAN
Sebelum penulis menyajikan data yang diperoleh di lapangan sesuai dengan
permasalahan dalam karya tulis ilmiah ini, perlu dijelaskan bahwa data yang
disajikan dalam bab ini berasal dari responden yang merupakan gabungan dari
hasil observasi dan wawancara yang dikembangkan dari berbagai informan.
Untuk mengetahui peran KUA dalam upaya deradikalisasi melalui kearifan
local diketahui melalui uraian-uraian berikut ini :
A.
Peran KUA Dalam
Upaya Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan Lokal
Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan
Kementerian Agama yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang Agama
Islam di wilayah Kecamatan. KUA sebagai unit kerja terdepan secara langsung
berhadapan dengan masyarakat terutama yang memerlukan pelayanan bidang Urusan
Agama Islam (Urais). Keberadaannya sangat urgen seiring dengan keberadaan Kementerian Agama.
KUA sebagai institusi
paling bawah Kementerian Agama, diharapkan menjadi ujung tombak
sekaligus penggerak utama dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, terutama
dalam pembinaan sosial keagamaan, melakukan pendekatan kultural dan
bermanuver langsung pada sektor yang selama ini menjadi sasaran empuk
perekrutan dan ladang kaderisasi golongan Islam radikal seperti pesantren dan
lain-lain.
Dalam masyarakat umum, kadang tidak kita sadari ajaranya
dapat menyelusup dalam jama’ah-jama’ah pengajian. Dalam hal tersebut
sebagaimana di atas, KUA dalam lingkungan masyarakat umum telah menerapkan perannya
dalam bidang pembinaan terhadap jama’ah pengajian yang tentunya rutin
dilakukan. Di sisi lain dalam lingkup pendidikan, peran yang dilakukan oleh KUA
yaitu dengan bekerjasama lintas sektoral melakukan pelatihan sekolah kader dan
penanaman nilai-nilai aswaja melalui pendidikan ma’arif yang berada di bawah binaanya.
Hal tersebut sebagai upaya kaderisasi ideologi guna melestarikan tongkat
estafet perjuangan dalam membentengi masuknya radikalisme agama yang dapat merusak
citra Islam yang humanis dan dapat memicu perpecahan bangsa.
Selanjutnya upaya-upaya yang dilakukan oleh KUA
Kecamatan Siak Kecil dalam deradikalisasi agama melalui kearifan local dapat
diketahui melalui uraian sebagai berikut :
B.
Upaya-upaya
KUA Dalam Rangka Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan Lokal.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh KUA Kecamatan
Siak Kecil dalam rangka deradikalisasi agama melalui kearifan local, antara
lain :
1.
Revitalisasi
Tradisi
Jika kita telusuri berbagai pengamatan terhadap
perubahan masyarakat secara mendalam, radikalisme dalam agama hanya salah satu
dari arus dalam globalisasi dan demokratisasi. Di sisi lain juga terjadi
sebaliknya, apa yang oleh ThomasReuter (2013) disebut sebagai arus revitalisasi
tradisi sebagai cara untuk menanggapi radikalisme secara dialogis dan absorbsi.
Reuter menunjukkan, setidaknya di Asia, bahwa sebagai respon terhadap
globalisasi dengan kerusakan lingkungan, penguasaan sumberdaya alam dan radikalisme
agama muncul gerakan revitalisasi tradisi dan agama yang bersifat lokal tetapi
memiliki akar tradisiyang kuat serta membangun suatu tradisi harmoni yang baru.
Hanya saja gerakan ini masih lebih lemah dibandingkan dengan arus kerusakan
lingkungan, penguasaan sumberdaya alam dan radikalisme agama. Maka salah satu upaya
yang penting untuk mencegah menguatnya radikalisme adalah memperkuat dan
menghidupkan kembali tradisi lokal dan memunculkan kembalil local knowledge.
Dakwah dan misi agama kini cenderung memberi peluang
terlalu besar bagi pengetahuan yang berasal dari luar sembari mengabaikan dan
bahkan menutup untuk tidak dikatakan menindas, pengetahuan lokal masyarakat dan
tradisi. Masuknya pandangan dan tafsir-tafsir baru agama atau pengetahuan dari luar
itu sendiri sesungguhnya sudah sejak lama terjadi. Namun, di masa lalu, setiap
pandangan dan tafsir baru tersebut harus terlebih dahulu dipergulatkan dan
didialogkan dengan tradisi masyarakat yang hidup untuk terjadinya akulturasi
atau revitalisasi. Sedangkan kini, dengan kemajuan teknologi informasi terutama
apalagi didukung oleh suatu peraturan dan pemerintahan yang efektif, orang bisa
memaksakan pandangan-pandangan dan tafsir-tafsir baru tersebut kepada
masyarakat dengan alat dan teknologi informasi modern tanpa menghiraukan reaksi
dan kerugian masyarakat setempat.
Gerakan revitalisasi tradisi yang disebut Reuter
tersebut juga merupakan wajah baru dari cara tradisi lokal merespon terhadap
pengaruh luar. DI masa lalu, respon itu lebih bersifat defensif atau resisten
(resistance), sejauh mungkin menolak atau menerima secara sangat selektif.
Namun kini proses itu lebih terbuka, di samping mencoba memberi makna baru
terhadap pengaruh luar secara kreatif, juga disertai dengan pemaknaan kembali
tradisi dan ritual lokal secara baru dan kontekstual sehubungan dengan masuknya
pengaruh baru tersebut secara dialogis dan absorbsi. Revitalisasi tradisi dan
ritual lokal yang melibatkan masyarakat seluas mungkin dengan pemaknaan yang baru
tersebut menjadi kunci kembalinya semangat toleran dan dialog.
Dalam hal ini, KUA Kecamatan Siak Kecil bekerjasama
dengan LAMR Kecamatan Siak Kecil berupaya menanamkan kembali nilai-nilai
tradisi yang sesuai dengan tuntunan syari’at melalui moment-moment kegiatan
social keagamaan di Kecamatan Siak Kecil. Ketua LAMR Kecamatan Siak Kecil
H.Abdul Latif menyatakan bahwa salah satu peran dari LAMR adalah mensinergikan
kegiatan lembaga adat melayu dengan keagamaan agar tidak berbenturan antara
satu dengan lainnya, karena salah satu petuah melayu adalah “ Adat bersandi Syara’, syara’ bersandi
kitabullah”.[11]
Sementara itu Agus Mudzofar, S.Ag.MM Sekretaris LP
Ma’arif NU Kab. Bengkalis menyatakan bahwa perlunya menghidupkan kembali
nilai-nilai tradisi yang bernuansa kearifan local seperti tahlilan, yasinan,
sholawatan, Megengan (genduri menyambut Ramadhan) dan lain-lain, sebagai salah
satu upaya untuk menanggulangi masuknya aliran-aliran garis keras di Kecamatan
Siak Kecil.[12]
2.
Menghidupkan
kembali lembaga-lembaga social keagamaan.
Sangat penting untuk menghidupkan kembali lembaga-lembaga
masyarakat dan bahkan ritual yang bersifat lokal dan memiliki akar budaya yang
kuat di dalam masyarakat. Langkah ini disamping untuk memperkuat tali budaya
bersama juga untuk menghidupkan kembali “modal sosial” dalam masyarakat, yaitu
tumbuhnya saling bercaya (trust) di dalam masyarakat dan mekanisme sosial yang
berbuah sangsi bagi orang yang melanggar tradisi tersebut. Dengan demikian,
tradisi yang hidup di dalam masyarakat memiliki kontrol yang kuat terhadap perubahan-perubahan
yang justeru datangnya dari luar. Bukan sebaliknya seperti sekarang, justeru
sesuatu yang dari luar mengontrol tradisi dan bahkan hendak menghilangkannya.
Dialog memang memerlukan waktu dan kesabaran.
Dalam karakternya di Indonesia, tradisi dan ritual lokal
selalu mengandung toleransi yang tinggi terhadap pemahaman lain termasuk
ide-ide dan pemahaman baru yang datang dari luar sehingga di dalamnya inhern
pendidikan bagi masyarakat luas untuk selalu terbuka dan berdialog. Berbagai
kajian tentang keagamaan di nusantara menunjukkan lenturnya hubungan agama atau
keyakinan dengan agama-agama lain yang datang dari luar nusantara. Hal ini
terjadi berkat kearifan dari para pemimpin masyarakat dan pemimpin agama yang
hidup di tengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini, KUA Kecamatan Siak Kecil berusaha
menghidupkan kembali kegiatan lembaga-lembaga social keagamaan agar bersinergi
satu tujuan yakni memberikan pencerahan kepada masyarakat, mewujudkan pemahaman
yang benar tentang keIslaman, terciptanya kenyamanan dan ketentraman
masyarakat. Saat ini juga sedang digalakkan pemberdayaan tanah wakaf produktif
di Kecamatan Siak Kecil seluas +13 Hektar menjadi sebuah pondok
pesantren Al Ma’arif Siak Kecil yang kelak diharapkan dapat menjadi salah satu lembaga
pendidikan terpadu yang mampu menanamkan kembali nilai-nilai tradisi yang hampir
punah kepada para santriwan dan santriwati seiring dengan perkembangan
teknologi informasi dan globalisasi.
Ketua IKMI Kecamatan Siak Kecil Drs. Ansori ketika
kami temui beliau menyatakan bahwa perlunya menghidupkan kembali
lembaga-lembaga social yang ada di Kecamatan Siak Kecil, karena keberadaannya
sangat membantu program pemerintah dalam rangka menciptakan kenyamanan dalam
beribadah, mengantisipasi paham-paham garis keras/radikal yang mulai marak
ditengah-tengah masyarakat.[13]
Dalam kesempatan lain, Sekretaris MUI Kecamatan Siak
Kecil Izhar, S.Pdi menyatakan bahwa bangkitnya kembali lembaga-lembaga social
keagamaan sangat membantu program pemerintah terutama mengantisipasi masuknya
paham-paham baru yang meresahkan masyarakat.[14]
3.
Mengikutsertakan
partisipasi para tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Partisipasi para tokoh agama dan tokoh masyarakat yang
memiliki pengaruh luas di wilayahnya(lokal) itu sendiri dalam proses pendidikan
agama di perguruan tinggi secara langsung. Meskipun mungkin kemampuan mereka
secara akademik rendah, tetapi mereka memiliki pengalaman dan kearifan yang
tidak terdapat dalam kandungan akademik. Pengetahuan tentang kearifan lokal
atau local knowledge selayaknya masuk dalam kurikulum di setiap sekolah agama.
Karena peserta didik diproyeksikan bukan hanya sebagai pemikir dan analis melainkan
juga sebagai pemuka dan tokoh dalam masyarakat nantinya.
Selanjutnya kendala-kendala apa saja yang dihadapi
oleh KUA Kecamatan Siak Kecil dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan
lokal dapat diketahui melalui uraian berikut :
C.
Kendala-kendala
yang dihadapi KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local.
Dalam menjalankan peranannya untuk mewujudkan
deradikalisasi agama melalui kearifan lokal, KUA Kecamatan Siak Kecil
dipastikan menemui kendala-kendala dilapangan. Adapun kendala-kendala yang
sering ditemui antara lain :
1.
Minimnya Personil
KUA
Kenyataan di lapangan jangankan untuk mengembangkan
peran-peran lain, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang telah ada pun ternyata
belum bisa optimal. Hal ini dikarenakan; penyebaran SDM yang tidak merata, baik
secara kualitas maupun
kuantitas. Ada sebagian KUA yang dihuni oleh pegawai yang cukup dan terkadang
berlebih jumlahnya,
tetapi juga sebaliknya. Sudah pegawainya sedikit, kualifikasi dan kompetinsinya
pun sangat terbatas. Sehingga tidaklah aneh bila banyak KUA yang hanya memiliki
1 pegawai saja, ia bertindak selaku Kepala KUA merangkap sebagai administrator.
2.
Minimnya
anggaran operasional KUA
Minimnya anggaran dana yang diberikan kepada KUA Kecamatan
dibanding beban tugasnya, sehingga ada beberapa kegiatan yang tidak mendapatkan
pos anggaran dana, sehingga terkesan kegiatan pembinaan oleh KUA apa adanya.
3.
Minimnya alat
penunjang kegiatan KUA.
Rendahnya alat penunjang berupa sarana dan prasarana
yang diberikan oleh pemerintah, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
oleh KUA terkesan apa adanya, seperti belum adanya sarana transportasi dari
pemerintah untuk petugas.
4.
Letak
Geografis yang jauh
Letak geografis wilayah Kecamatan Siak Kecil yang
sangat jauh juga sangat berpengaruh terhadap efektivitas pembinaan KUA, belum lagi sarana infrasruktur
jalan yang sulit menjadi kendala tersendiri bagi petugas.
D.
Analisa
Masalah.
Tidak dapat dipungkiri sebagai seorang muslim, kita
dituntut untuk senantiasa menyiarkan dan menyebarkan syari’at Allah di muka
bumi ini. Dalam agama Islam hal tersebut yang kemudian kita kenal dengan
istilah amar ma’ruf nahi munkar (perintah untuk melaksanakan kebaikan dan meninggalkan
keburukan). Amar ma’ruf nahi munkar yang merupakan penjelmaan dan pengejawantahan
dari intisari dakwah, adalah suatu kewajiban bagi semua orang Islam[15]. Hal
tersebut sesuai dalam Al-Qur’an surat Ali ‘Imron ayat 104:
`ä3tFø9ur
öNä3YÏiB
×p¨Bé&
tbqããôt n<Î) Îösø:$#
tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur
Ç`tã
Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd
cqßsÎ=øÿßJø9$#
Artinya :“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung”. (QS.
Ali Imron: 104)
Ketika dakwah telah menggejala dan menuntut
aplikasinya, maka setiap elemen masyarakat ataupun organisasi masyarakat
(ormas) yang mempunyai misi dakwah, maka mereka mencoba meng-interpretasikan
ayat tersebut sesuai dengan apa yang mereka pelajari dan ketahui sesuai dengan aliran
dan faham yang mereka anut. Di sinilah awal mula permasalahan yang dimungkinkan
dapat menyulut aksi radikal yang berkedok “agama”.
Penjelmaan ormas-ormas yang menampakkan dirinya
dengan kajian baik itu Al-Qur’an dan Al-Hadits secara apa adanya (tekstualis)
seperti kelompok yang tergabung dalam Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI), Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI), Negara Islam Indonesia (NII) pada realitanya kelompok
inilah yang sering melakukan aksi radikal yang ada, dan harus diantisipasi dan
ditangani keberadaanya agar tidak menimbulkan aksi yang meresahkan.
Sejatinya konsepsi tentang deradikalisasi agama tidak
akan muncul melainkan berangkat dari radikalisasi agama. Radikalisasi agama
dalam prakteknya sering menghalalkan suatu cara untuk mencapai suatu tujuan,
baik itu menggunakan teror fisik atau teror mental seperti sweeping dan
penutupan hiburan malam ketika bulan Ramadhan. Akan tetapi penanganan tindak radikal
yang bernuansa agama dengan menggunakan ”hard power approach” (pendekatan
kekuatan) oleh pihak aparat seperti yang dilakukan oleh Densus 88 anti teror,
adalah bukan merupakan jawaban yang tepat untuk menyelesaikan akar persoalan
radikalisme agama yang ada. Hal tersebut terbukti lebih dari 50 tahun Indonesia
yang tak kunjung selesai menangani kasus DI/NII. Setelah penanganan kasus
radikalisasi yang bernuansa agama menggunakan pendekatan “Hard Measure” dirasa
tidak berhasil, maka pemerintah Indonesia secara sistemik yaitu mencanangkan
program penanganan menggunakan pendekatan ”soft approach” yang dioperasikan oleh
BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang sekarang ini lebih dikenal
dengan istilah “Deradikalisasi”.
Keberadaan KUA sebagai
institusi paling bawah Kementerian Agama, diharapkan menjadi ujung tombak
sekaligus penggerak utama dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, terutama
dalam pembinaan sosial keagamaan, melakukan pendekatan kultural dan
bermanuver langsung pada sektor yang selama ini menjadi sasaran empuk
perekrutan dan ladang kaderisasi golongan Islam radikal seperti pesantren dan
lain-lain.
Diharapkan dengan adanya peran KUA dalam upaya
deradikalisasi agama melalui kearifan local yang bekerjasama dengan
lembaga-lembaga social keagamaan yang ada di kecamatan, para tokoh agama dan
tokoh masyarakat mampu mewujudkan suasana yang sejuk ditengah-tengah
masyarakat, kenyamanan dalam melaksanakan tuntunan agama, terwujudnya rasa
persatuan dan kesatuan. Wallahu A’lam.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan karya tulis ilmiah dalam
bab-bab terdahulu, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Adanya peran KUA Kecamatan Siak Kecil yang telah
dilaksanakan dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal.
2.
Adapun upaya-upaya yang telah dilakukan oleh KUA
dalam rangka deradikalisasi agama melalui kearifan lokal antara lain :
a.
Revitalisasi tradisi
b.
Menghidupkan kembali lembaga-lembaga social keagamaan.
c.
Mengikutsertakan partisipasi para tokoh agama dan tokoh
masyarakat.
3.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh KUA Kecamatan
Siak Kecil dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local adalah :
a.
Minimnya Personil KUA
b.
Minimnya anggaran operasional KUA
c.
Minimnya alat penunjang kegiatan KUA.
d.
Letak Geografis yang jauh
B.
Saran-saran
Berdasarkan hasil karya tulis ilmiah yang telah
dibuat tersebut, maka ada beberapa saran yang perlu penulis kemukakan sebagai
penutup dari pembahasan karya tulis ilmiah ini, antara lain :
1.
Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil hendaknya
meningkatkan mekanisme kerjanya dan mempertahankan dengan baik sebagaimana yang
telah dilaksanakan selama ini, hal ini akan berakibat positif dalam upaya
deradikalisasi agama melalui kearifan local, sehingga terwujud kehidupan
beragama yang sejuk, nyaman dan tenteram bagi seluruh lapisan masyarakat.
2.
Bagi para para tokoh agama, para tokoh adat
serta masyarakat luas diharapkan
dapat ikut serta berpartisipasi dan berperan aktif dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan
local.
[1] Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet I, (Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h.667.
[2] KMA
No.517/2001 dan PMA No.11/2007
[3] http://kbbi.co.id/arti-kata/upaya
, Selasa, 13 Juni 2017
[4] https://yayasanlazuardibirru.wordpress.com/2013/12/18/deradikalisasi/,
Selasa, 13 Juni 2017
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Agama,
Rabu, 13 Juni 2017
[6] http://pascasarjanampi.page.tl/Pendekatan
Studi Melalui Kearifan Lokal, Kamis, 14 Juni 2017
[7] A. Rubaidi, Radikalisme Islam, Nahdlatul Ulama;
Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia, (Jatim: PWNU Jawa Timur, 2010),
hlm.30-32
[8] Endang Turmudi, Islam dan Radikalisme di Indonesia.
(Jakarta : Lipi Press.2005), hlm.1-6
[9] A. Rubaidi, Radikalisme Islam, Nahdlatul Ulama;
Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia. (Jatim: PWNU Jawa Timur, 2010)
[10] 0p.cit,
A. Rubaidi, hlm.35-37
[11] Wawancara dengan H. Abdul Latif (Ketua
LAMR Kec. Siak Kecil), Selasa, 13 Juni 2017
[12]
Wawancara dengan Agus Mudzofar, S.Ag.MM Sekretaris LP Ma’arif Kab. Bengkalis,
Selasa, 13 Juni 2017
[13] Wawancara, Drs. Ansori Ketua IKMI
Kecamatan Siak Kecil, Senin, 12 Jui 2017
[14] Wawancara, Izhar, S.Pdi Sekretaris MUI
Kecamatan Siak Kecil, Senin, 12 Juni 2017
[15] Menurut Aminuddin Sanwar, kadar kewajiban untuk
melakukan amar ma’ruf nahi mungkar haruslah disesuaikan dengan porsi kekuatan
(jabatan/kewenangan) masing-masing individu orang. Hal tersebut mengacu pada
hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : “Barangsiapa melihat
kemungkaran maka ia harus merubah dengan tangannya, apabila tidak mampu dengan
lisannya, apabila tak mampu dengan hatinya yang demikian selemah-lemahya iman”.
Dan hal demikian yang nampaknya kurang diperhatikan oleh kaum radikalis,
sehingga mereka dalam berdakwah hanya dari segi subjektifitas kebenaran yang
mereka yakini. Kewajiban dan dan hadits diatas dapat diakses di: Aminuddin
Sanwar, Pengantar Ilmu Dakwah, (Semarang: Fakultas Dakwah, 1986),hlm.5