Monday, 3 April 2017

Bekal - Bekal Pernikahan

Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI


Sebagian pemuda begitu khawatir untuk menikah karena khawatir dalam hal rizki. Padahal saat ini ia telah berpenghasilan cukup, sudah bisa ditakar ia dapat menghidupi seorang isteri. Namun begitulah, kekhawatiran demi kekhawatiran terus menghantuinya sehingga ia pun mengulur waktu untuk segera menikah dengan berbagai alasan yang beragam. Disaat hati terus ditimpa keraguan, disaat yang sama, sesungguhnya umur terus bertambah.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (Q.S.Ar Ruum : 21)
Pernikahan merupakan salah satu syariat Islam yang bertujuan untuk melestarikan Kehidupan manusia di muka bumi ini dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Oleh Karena itu, setiap calon mempelai yang akan menikah hendaklah meluruskan niatnya kembali menikah semata-mata ibadah mengharapkan keridhaan Allah SWT. Semoga dengan keridhoan Allah SWT, kebutuhan kedua calon mempelai nantinya dicukupkan oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman :
"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. " (Q.S. An-Nuur : 24)
Selanjutnya dalam menggapai keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah kedua calon mempelai akan melalui sebuah perjalanan bahtera panjang, penuh lika-liku terpaan badai dan gelombang. Untuk mengatasinya diperlukan pengalaman dan pemahaman yang kuat akan hakikat manusia dan kehidupan.Maka harus ada banyak bekal yang perlu disiapkan, sedikit demi sedikit, setapak demi setapak, sebelum benar-benar menuju gerbang pernikahan.

Pertama : Bekal Ilmu dan Fikroh
Bekal pemikiran salah satunya adalah mempunyai visi dan misi tentang akan kemana keluarga ini dibawa setelah terjadinya pernikahan. Memahami peta dan jalur perjalanan jauh lebih memungkinkan untuk sampai di lokasi tujuan dengan baik ketimbang kita buta sama sekali dan terus bertanya di setiap perempatan. Begitu pula hal-hal teknis terkait fiqih suami istri, haid bagi perempuan, bahkan perceraian, semestinya sejak awal dipahami kedua calon mempelai. Banyak yang gagap dan gagal bahkan sesat tanpa sadar karena tidak berupaya menggali pemahaman dan fikroh seputar pernikahan.

Kedua : Bekal Mental Psikologis
Pernikahan sejatinya untuk mereka yang berpikiran dewasa, siap mandiri dan tangguh, bukan mereka yang masih menikmati sebagai anak mama nan manja dalam kesehariannya. Dalam pernikahan kita menemui hal-hal yang bisa membelalakkan mata dan meluluhkan hati dalam setiap satuan waktunya, karenanya membutuhkan kedewasaan, kesabaran, mental yang kuat agar tidak berbuah kezaliman bagi pasangannya. Sudah cukup kita dengar adanya fenomena piring terbang dalam rumah tangga, atau ringan tangan dalam arti negatif, rasa-rasanya semua berawal dari ketangguhan mental yang tak seberapa.

Ketiga : Bekal Fisik
Mungkin ada yang iseng bertanya, bekal fisik untuk apa, memangnya mau ikut sea games ? . Inilah uniknya pernikahan, yang bertemu bukan hanya cinta kasih, jiwa dan tatapan mata, tetapi juga raga dihalalkan bahkan dianjurkan untuk menyatu jua. Pertemuan dua raga ini membutuhkan kesiapan fisik yang luar biasa, agar hilang segapa penat, agar pupus segala gelisah, dan agar tunduk pandangan pada yang diharamkan. Urusan kesiapan fisik memang bukan semata soal hubungan suami istri, namun juga diharapkan dengan fisik yang kuat, bertambahnya amanah setelah pernikahan bisa diselesaikan dan dihadapi dengan baik juga. Sederhananya, jika dahulu bekerja hanya untuk mencari sesuap nasi bagi diri sendiri, maka setelah menikah harus meningkatkan kerja kerasnya untuk mendapatkan sesuap nasi dan sebongkah berlian untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Keempat : Bekal Finansial
Negara kita belum sekelas Singapura atau Jerman yang mempunyai subsidi khusus bagi mereka yang mau menikah atau bahkan memperbanyak keturunan. Atau negara Saudi yang mempunyai bantuan pinjaman pra pernikahan, atau bahkan mempunyai kebijakan gaji bagi ibu rumah tangga. Karena itu semua, maka para pemuda yang hendak menikah setiapnya harus menyiapkan dana yang lumayan, dari mulai acara resepsi, mahar dan tentu saja persiapan belanja bulanan lainnya. Mungkin ada sebagian yang berteriak lantang bahwa finansial bukan hal yang pantas untuk dipertimbangkan karena soal rejeki adalah urusan Allah SWT. Hal tersebut benar sepenuhnya, tapi kali ini kita tidak bicara soal filosofis, tapi benar-benar teknis bahwa mulai besok setelah akad ada dua lambung yang harus diisi, dan ada dapur yang harus tetap mengepul, karenanya prinsip bonek tidak selamanya bisa diaplikasikan kali ini. Prinsip moderatnya, kemiskinan tidak menghalangi seseorang untuk menikah, tetapi juga tidak menjadikan suami punya alasan untuk tidak menafkahi anak istrinya.


Semoga bermanfaat dan salam optimis. WALLAHU A’LAM

Arah Kiblatku Masih Belum Tepat

Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI 

"Dan dari mana saja engkau keluar (untuk shalat), maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka'bah), dan sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka'bah itu adalah benar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan." (QS. Al-Baqarah : 149)

Memang shalat tidak harus pas sekali arah kiblatnya, namun di era modern ini jika bisa pas dan tepat, bukankah lebih utama. Dan jika melencengnya terlalu jauh, maka ini akan berpengaruh pada SAH TIDAKNYA SHALAT.... harap diingat bahwa salah satu syarat sah shalat ialah MENGHADAP KIBLAT....
Sekali lagi, jika hanya melenceng sedikit tidak apa, namun jika bisa tepat / mendekati mengapa tidak? Dan jika melenceng jauh maka akan berpengaruh pada sah / tidaknya shalat.
Oleh karenanya, Tidak ada kata terlambat! Sekalipun bulan-bulan ini bukan bulan penentuan arah kiblat, tetapi tidak salah kalau saya mengingatkan kembali kepada semua muslim dimana saja berada dengan pertanyaan berikut:
Apakah anda yakin bahwa selama ini sudah shalat dengan arah kiblat yang benar, baik shalat di rumah maupun di masjid?
Apa dasar dan buktinya? Keyakinan harus diiringi dengan dasar dan bukti!
Pertanyaan berikutnya: Bagaimana arah kiblat masjid anda dan apakah shaf shalatnya sudah mengarah ke kiblat dengan benar?
Jika anda shalat sunah di rumah, apakah anda sudah mengukur dengan benar arah kiblat shalatnya?
Padahal menurut hukum syariat, menghadap ke arah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah Ka'bah yang terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat Islam bagi menyempurnakan ibadah-ibadah tertentu.
Jika arah shaf shalat kita belum meyakinkan atau masih menyimpang, maka pertanyaan selanjutnya adalah "Seberapa besarkah batas toleransi yang diperkenankan sehingga arah hadap bangunan peribadatan ataupun seseorang dalam ibadahnya masih dapat dikatakan ke arah yang tepat, yaitu ke arah Kabah di kota suci Mekah? "
Sebagai dasar pertimbangan berikut ini pendapat terkait batas toleransi arah kiblat:
1.    Abidin et al. (2006) mengemukakan bahwa besarnya toleransi arah kiblat tersebut adalah 37 km dari bangunan Kabah yang setara dengan sudut simpangan sebesar 20 menit busur (1 menit busur = 1/60 derajat), jadi 20 menit busur = 20/60 derajat = 0,3333 derajat.
2.    Sudibyo (2010) berdasarkan studi terhadap arah hadap masjid Quba (masjid pertama umat Islam) yang melenceng sejauh 70 38’ dari azimut kiblat yang diperoleh melalui perhitungan trigonometri bola menyarankan nilai yang sedikit lebih besar, yaitu 45 km = 0,405405 derajat.
Menurut Sudibyo bahwa arah hadap masjid Quba justru menunjuk ke sisi batas kiblat mengingat kedudukan hadits (meliputi perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rasulullah SAW) sebagai sumber hukum Islam ke dua setelah Al Quran.
Batas penyimpangan yang diperkenankan:
Status kiblat Indonesia adalah qiblat ijtihad. Perhitungan simpangan arah kiblat dengan persamaan matematika tertentu bagi 497 ibu kota kabupaten / kota menunjukkan nilai yang hampir sama, sekitar 0 derajat 24′. Jadi simpangan arah kiblat yang diperkenankan atau ihtiyatul qiblat di Indonesia adalah 0 derajat 24′ atau sekitar 0,4 derajat.
Pertanyaan apa yang timbul setelah membaca keterangan singkat di atas? Tentu, bagaimana cara menentukan arah kiblat yang mudah, bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja? Atau konsultasi dengan pihak berwenang (KUA setempat)
“Baitullah ( Ka'bah ) adalah kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram (Makkah) dan Makkah adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi Timur dan Barat dari umatku” (HR. Al-Baihaqi).

WALLAHU A’LAM