Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI
Sebagian
pemuda begitu khawatir untuk menikah karena khawatir dalam hal rizki. Padahal
saat ini ia telah berpenghasilan cukup, sudah bisa ditakar ia dapat menghidupi
seorang isteri. Namun begitulah, kekhawatiran demi kekhawatiran terus
menghantuinya sehingga ia pun mengulur waktu untuk segera menikah dengan
berbagai alasan yang beragam. Disaat hati terus ditimpa keraguan, disaat yang
sama, sesungguhnya umur terus bertambah.
"Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (Q.S.Ar Ruum : 21)
Pernikahan
merupakan salah satu syariat Islam yang bertujuan untuk melestarikan Kehidupan
manusia di muka bumi ini dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Oleh Karena itu,
setiap calon mempelai yang akan menikah hendaklah meluruskan niatnya kembali
menikah semata-mata ibadah mengharapkan keridhaan Allah SWT. Semoga dengan keridhoan
Allah SWT, kebutuhan kedua calon mempelai nantinya dicukupkan oleh Allah SWT.
Allah SWT
berfirman :
"Dan
nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.
" (Q.S. An-Nuur : 24)
Selanjutnya
dalam menggapai keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah kedua calon mempelai akan
melalui sebuah perjalanan bahtera panjang, penuh lika-liku terpaan badai dan
gelombang. Untuk mengatasinya diperlukan pengalaman dan pemahaman yang kuat
akan hakikat manusia dan kehidupan.Maka harus ada banyak bekal yang perlu
disiapkan, sedikit demi sedikit, setapak demi setapak, sebelum benar-benar
menuju gerbang pernikahan.
Pertama : Bekal Ilmu dan Fikroh
Bekal
pemikiran salah satunya adalah mempunyai visi dan misi tentang akan kemana
keluarga ini dibawa setelah terjadinya pernikahan. Memahami peta dan jalur
perjalanan jauh lebih memungkinkan untuk sampai di lokasi tujuan dengan baik
ketimbang kita buta sama sekali dan terus bertanya di setiap perempatan. Begitu
pula hal-hal teknis terkait fiqih suami istri, haid bagi perempuan, bahkan
perceraian, semestinya sejak awal dipahami kedua calon mempelai. Banyak yang
gagap dan gagal bahkan sesat tanpa sadar karena tidak berupaya menggali
pemahaman dan fikroh seputar pernikahan.
Kedua : Bekal Mental Psikologis
Pernikahan
sejatinya untuk mereka yang berpikiran dewasa, siap mandiri dan tangguh, bukan
mereka yang masih menikmati sebagai anak mama nan manja dalam kesehariannya.
Dalam pernikahan kita menemui hal-hal yang bisa membelalakkan mata dan
meluluhkan hati dalam setiap satuan waktunya, karenanya membutuhkan kedewasaan,
kesabaran, mental yang kuat agar tidak berbuah kezaliman bagi pasangannya.
Sudah cukup kita dengar adanya fenomena piring terbang dalam rumah tangga, atau
ringan tangan dalam arti negatif, rasa-rasanya semua berawal dari ketangguhan
mental yang tak seberapa.
Ketiga : Bekal Fisik
Mungkin ada
yang iseng bertanya, bekal fisik untuk apa, memangnya mau ikut sea games ? .
Inilah uniknya pernikahan, yang bertemu bukan hanya cinta kasih, jiwa dan
tatapan mata, tetapi juga raga dihalalkan bahkan dianjurkan untuk menyatu jua.
Pertemuan dua raga ini membutuhkan kesiapan fisik yang luar biasa, agar hilang
segapa penat, agar pupus segala gelisah, dan agar tunduk pandangan pada yang
diharamkan. Urusan kesiapan fisik memang bukan semata soal hubungan suami
istri, namun juga diharapkan dengan fisik yang kuat, bertambahnya amanah
setelah pernikahan bisa diselesaikan dan dihadapi dengan baik juga.
Sederhananya, jika dahulu bekerja hanya untuk mencari sesuap nasi bagi diri
sendiri, maka setelah menikah harus meningkatkan kerja kerasnya untuk
mendapatkan sesuap nasi dan sebongkah berlian untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya.
Keempat : Bekal Finansial
Negara kita
belum sekelas Singapura atau Jerman yang mempunyai subsidi khusus bagi mereka
yang mau menikah atau bahkan memperbanyak keturunan. Atau negara Saudi yang
mempunyai bantuan pinjaman pra pernikahan, atau bahkan mempunyai kebijakan gaji
bagi ibu rumah tangga. Karena itu semua, maka para pemuda yang hendak menikah
setiapnya harus menyiapkan dana yang lumayan, dari mulai acara resepsi, mahar
dan tentu saja persiapan belanja bulanan lainnya. Mungkin ada sebagian yang
berteriak lantang bahwa finansial bukan hal yang pantas untuk dipertimbangkan
karena soal rejeki adalah urusan Allah SWT. Hal tersebut benar sepenuhnya, tapi
kali ini kita tidak bicara soal filosofis, tapi benar-benar teknis bahwa mulai
besok setelah akad ada dua lambung yang harus diisi, dan ada dapur yang harus
tetap mengepul, karenanya prinsip bonek tidak selamanya bisa diaplikasikan kali
ini. Prinsip moderatnya, kemiskinan tidak menghalangi seseorang untuk menikah,
tetapi juga tidak menjadikan suami punya alasan untuk tidak menafkahi anak
istrinya.
Semoga
bermanfaat dan salam optimis. WALLAHU A’LAM