Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI
Anak
merupakan buah hati dan permata jiwa, kehadirannya harus dipersiapkan secara
baik dan matang, agar menjadi generasi yang baik dan bermutu, yang shaleh dan
shalehah. Karena ditangan merekalah berlangsungnya kehidupan ini dengan baik
dipertaruhkan. Persiapan itu perlu dilakukan sedini mungkin, sejak mulai dari
proses pemilihan jodoh, etika hubungan suami isteri dan pemberian makanan,
hendaklah diusahakan dengan baik dan halal.
Konsep
pendidikan anak yang Islami merupakan metode yang paripurna dan konsisten di
dalam membina mental, melahirkan generasi, membina umat dan budaya, serta
memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaan dan peradaban. Semua itu dimaksudkan
untuk merubah umat manusia dari kegelapan, kebodohan, kesesatan dan kekacauan
menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah dan kemantapan.
Penerapan
konsep pendidikan Islam merupakan cara menumbuhkan identitas muslim, yakni
konsep pendidikan yang bersumber pada dan digali dari Al Qur’an dan Hadits.
Insya Allah, ini akan dapat membangun dasar yang kokoh, sehingga kelak akan
memiliki identitas (anak) muslim dan bangga terhadap identitas tersebut.
Untuk
mempersiapkan anak yang akan melanjutkan kehidupan beragama, dan menjadi anak
yang tabah dan penuh dedikasi, yang shaleh dan shalehah harus sedini mungkin
orang tua berupaya menjaga agar anaknya tetap dalam fitrahnya, tidak mengalami insilakh minal fitrah (tercerabut dari
fitrahnya), inkar fitrah (melenceng
dari fitrahnya) atau amradhul fitrah
(rusak fitrahnya). Rasulullah SAW telah bersabda :
“Setia bayi terlahir fitrah /suci, orang tuanyalah yang meyahudikannya,
menasronikannya atau memajusikannya (penyembah api).”
Anak adalah
amanah yang dititipkan kepada orang tua yang harus dikembalikan kepada Allah
dalam keadaan fitrah. Kesucian anak itu akan dapat ternodai dan terbentuk oleh
orang-orang yang paling dekat dengannya sejak kecil ketika pertama kali
dilahirkan, dalam hal ini tentunya kedua orang tuanya. Orang tua memiliki
pengaruh yang signifikan di dalam menentukan perkembangan berikutnya, apakah
anak itu akan menjadi orang Yahudi, Nasroni atau Majusi, demikian pula halnya
dengan sifat-sifat buruk, sebenarnya orang tualah biangnya. Karena itu,
pendidikan mental, budi pekerti dan akhlak yang mulia sangatlah penting bagi
anak-anak. Tujuan pendidikan anak yang Islami adalah bangga terhadap identitas
sebagai anak muslim sebagai sarana menjadi anak yang shaleh, sebagaimana doa
Nabi Ibrahim AS :
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah
kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati
(Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan : 74)
Lalu bagaimana tahapan-tahapan dalam
pendidikan anak yang Islami ?
Pertama ; Tahap Penanaman Akidah.
Tahap ini
dimulai sejak si ibu masih gadis, si bapak masih jejaka dengan menjaga
kesucian, akhlak dan kesehatannya dan senantiasa berdoa hingga ke jenjang
pernikahan. Selanjutnya selama ibu mengandung, sang ibu harus hati-hati sekali
agar jiwa dan badanya terjaga dari kotoran-kotoran. Dia harus waspada jangan
sampai barang haram masuk kedalam tubuhnya dan menodai darah bayinya. Dia harus
mengendalikan mulutnya supaya jangan terucap kata-kata kasar dan
umpatan-umpatan yang tidak patut. Jiwanya harus diusahakan agar selalu bersih
dendam serta dengki. Kedua orang harus banyak berdzikir, membaca Al Qur’an,
selalu berdo’a dan mendekatkan diri kepada Allah agar dikarunia anak yang baik
dan berkualitas, yang shaleh dan shalehah. Ketika melahirkan harus dengan
ikhlas, si bayi diadzankan dan diiqomahkan, diaqiqahkan pada usia 1-2 minggu,
dicukur rambutnya, dan diberi nama yang baik, selanjutnya dirawat, diasuh
dengan sering menyebut nama Allah ditelingannya.
Penanaman
akidah dapat didukung dengan lagu-lagu atau sya’ir sehingga konsep-konsep “dzikrullah” tertanam sejak dini.
Kemudian bentuk lingkungan yang Islami, suasana yang Islami dan jauh dari
hingar binger yang tidak Islami, jauhkan dari gambar-gambar yang tidak Islami.
Jauhkan dari aktivitas-aktivitas yang tidak Islami. Orang tua rajin membaca Al
Qur’an dan selalu berkata baik.
Kedua ; Tahap Bercerita
Secara
naluriah, anak senang sekali mendengar cerita. Mereka haus akan informasi.
Tahap ini menghubungkan dengan erat para pendidik dan anak didik, orang tua dan
anak, baik dengan buku ataupun tanpa buku. Disinilah akan terjalin proses
komunikasi dan identifikasi. Komunikasi dua arah yang dipenuhi dengan rasa
kasih sayang, usaha orang tua atau pendidik menghayati perkembangan jiwa anak
dan memanfaatkannya untuk mentransfer nilai-nilai yang akan mengukir watak anak
didik.
Tahap
penanaman akidah secara berkesinambungan masih perlu didukung pada tahab
bercerita ini dengan melihat kondisi dan situasi usia anak. Disini dapat
menyampaikan cerita-cerita ayat kauni,
seperti cerita-cerita tentang gejala gejala alam yang dibaca sebagai kekuasaan
Allah SWT : tentang semut, gunung, pohon, hujan, arus sungai, gelombang laut
dan sebagainya.
Melalui tahap
bercerita tambahkan cerita-cerita yang dapat membuat anak tambah cinta kepada
Allah SWT, Rasulullah SAW dan Al Qur’an. Para pengarang dapat mengarang dan
pendongeng dapat mendongeng cerita (fiksi maupun non fiksi) yang terjalin
secara indah sesuai tahapan pendidikan yang hasil akhir untuk membentuk
identitas muslim pada anak.
Ketiga ; Tahap Praktek Ibadah
Supaya anak
tumbuh menjadi baik, shaleh dan shalehah serta berkualitas, tentu pembekalan
dan pendidikan harus terus menerus dilakukan. Tanggung jawab ini terbebankan
diatas pundak orang tuanya. Pada tahap ini sudah saatnya anak-anak diajarkan
praktek ibadah mulai dengan mengajarkan anak untuk melafalkan syahadat. mengajak
anak-anak untuk mengikuti shalat. Melibatkan anak-anak pada kegiatan sahur dan
buka puasa. Melatih anak-anak puasa dari kecil, mulai dari setengah hari, atau
sepertiga hari, melatih anak-anak berinfak, zakat, sedekah kepada si miskin,
ajak ke masjid, membayar zakat fitrah maupun memberikan kambing qurban di bulan
haji. Pasang rumah dengan gambar ka’bah dan ceritakan tentang al fil (tentara gajah yang dihancurkan
oleh burung-burung kecil ababil,
semata-mata karena Allah SWT menjaga sendiri rumahNYA dan tempat orang berhaji.
Keempat ; Tahap Penanaman Ruh Jihad.
Pada tahap
ini pun masih erat berkesinambungan dengan tahap bercerita. Penanaman ruh ini
akan sangat diperlukan bagi masa remaja yang penuh gejolak. Tak perlu
sulit-sulit mencari idola, karena melalui cerita cerita tentang Rasulullah SAW
(dari sejak dalam kandungan hingga wafat), sahabat-sahabat Nabi SAW
(orang-orang yang langsung dapat sentuhan Rasulullah SAW) akan tersalurkan
semangat jihad untuk membela dan menegakkan Islam seperti Rasulullah SAW dan
para sahabat.
Mudah-mudahan
Allah SWT menganugerahkan kita keturunan yang shaleh dan shalehah, yang baik
dan berkualitas yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa, yang tentunya juga
bermanfaat bagi kita sebagai orang
tuanya sendiri, utamanya kelak sesudah mati. Amiiin.
WALLAHU A’LAM