Wednesday 18 November 2015

Dasar Dasar Pendidikan Anak Dalam Islam

Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI

Anak merupakan buah hati dan permata jiwa, kehadirannya harus dipersiapkan secara baik dan matang, agar menjadi generasi yang baik dan bermutu, yang shaleh dan shalehah. Karena ditangan merekalah berlangsungnya kehidupan ini dengan baik dipertaruhkan. Persiapan itu perlu dilakukan sedini mungkin, sejak mulai dari proses pemilihan jodoh, etika hubungan suami isteri dan pemberian makanan, hendaklah diusahakan dengan baik dan halal.
Konsep pendidikan anak yang Islami merupakan metode yang paripurna dan konsisten di dalam membina mental, melahirkan generasi, membina umat dan budaya, serta memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaan dan peradaban. Semua itu dimaksudkan untuk merubah umat manusia dari kegelapan, kebodohan, kesesatan dan kekacauan menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah dan kemantapan.
Penerapan konsep pendidikan Islam merupakan cara menumbuhkan identitas muslim, yakni konsep pendidikan yang bersumber pada dan digali dari Al Qur’an dan Hadits. Insya Allah, ini akan dapat membangun dasar yang kokoh, sehingga kelak akan memiliki identitas (anak) muslim dan bangga terhadap identitas tersebut.
Untuk mempersiapkan anak yang akan melanjutkan kehidupan beragama, dan menjadi anak yang tabah dan penuh dedikasi, yang shaleh dan shalehah harus sedini mungkin orang tua berupaya menjaga agar anaknya tetap dalam fitrahnya, tidak mengalami insilakh minal fitrah (tercerabut dari fitrahnya), inkar fitrah (melenceng dari fitrahnya) atau amradhul fitrah (rusak fitrahnya). Rasulullah SAW telah bersabda :
“Setia bayi terlahir fitrah /suci, orang tuanyalah yang meyahudikannya, menasronikannya atau memajusikannya (penyembah api).”
Anak adalah amanah yang dititipkan kepada orang tua yang harus dikembalikan kepada Allah dalam keadaan fitrah. Kesucian anak itu akan dapat ternodai dan terbentuk oleh orang-orang yang paling dekat dengannya sejak kecil ketika pertama kali dilahirkan, dalam hal ini tentunya kedua orang tuanya. Orang tua memiliki pengaruh yang signifikan di dalam menentukan perkembangan berikutnya, apakah anak itu akan menjadi orang Yahudi, Nasroni atau Majusi, demikian pula halnya dengan sifat-sifat buruk, sebenarnya orang tualah biangnya. Karena itu, pendidikan mental, budi pekerti dan akhlak yang mulia sangatlah penting bagi anak-anak. Tujuan pendidikan anak yang Islami adalah bangga terhadap identitas sebagai anak muslim sebagai sarana menjadi anak yang shaleh, sebagaimana doa Nabi Ibrahim AS :
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan : 74)

Lalu bagaimana tahapan-tahapan dalam pendidikan anak yang Islami ?

Pertama ; Tahap Penanaman Akidah.
Tahap ini dimulai sejak si ibu masih gadis, si bapak masih jejaka dengan menjaga kesucian, akhlak dan kesehatannya dan senantiasa berdoa hingga ke jenjang pernikahan. Selanjutnya selama ibu mengandung, sang ibu harus hati-hati sekali agar jiwa dan badanya terjaga dari kotoran-kotoran. Dia harus waspada jangan sampai barang haram masuk kedalam tubuhnya dan menodai darah bayinya. Dia harus mengendalikan mulutnya supaya jangan terucap kata-kata kasar dan umpatan-umpatan yang tidak patut. Jiwanya harus diusahakan agar selalu bersih dendam serta dengki. Kedua orang harus banyak berdzikir, membaca Al Qur’an, selalu berdo’a dan mendekatkan diri kepada Allah agar dikarunia anak yang baik dan berkualitas, yang shaleh dan shalehah. Ketika melahirkan harus dengan ikhlas, si bayi diadzankan dan diiqomahkan, diaqiqahkan pada usia 1-2 minggu, dicukur rambutnya, dan diberi nama yang baik, selanjutnya dirawat, diasuh dengan sering menyebut nama Allah ditelingannya.
Penanaman akidah dapat didukung dengan lagu-lagu atau sya’ir sehingga konsep-konsep “dzikrullah” tertanam sejak dini. Kemudian bentuk lingkungan yang Islami, suasana yang Islami dan jauh dari hingar binger yang tidak Islami, jauhkan dari gambar-gambar yang tidak Islami. Jauhkan dari aktivitas-aktivitas yang tidak Islami. Orang tua rajin membaca Al Qur’an dan selalu berkata baik.

Kedua ; Tahap Bercerita
Secara naluriah, anak senang sekali mendengar cerita. Mereka haus akan informasi. Tahap ini menghubungkan dengan erat para pendidik dan anak didik, orang tua dan anak, baik dengan buku ataupun tanpa buku. Disinilah akan terjalin proses komunikasi dan identifikasi. Komunikasi dua arah yang dipenuhi dengan rasa kasih sayang, usaha orang tua atau pendidik menghayati perkembangan jiwa anak dan memanfaatkannya untuk mentransfer nilai-nilai yang akan mengukir watak anak didik.
Tahap penanaman akidah secara berkesinambungan masih perlu didukung pada tahab bercerita ini dengan melihat kondisi dan situasi usia anak. Disini dapat menyampaikan cerita-cerita ayat kauni, seperti cerita-cerita tentang gejala gejala alam yang dibaca sebagai kekuasaan Allah SWT : tentang semut, gunung, pohon, hujan, arus sungai, gelombang laut dan sebagainya.
Melalui tahap bercerita tambahkan cerita-cerita yang dapat membuat anak tambah cinta kepada Allah SWT, Rasulullah SAW dan Al Qur’an. Para pengarang dapat mengarang dan pendongeng dapat mendongeng cerita (fiksi maupun non fiksi) yang terjalin secara indah sesuai tahapan pendidikan yang hasil akhir untuk membentuk identitas muslim pada anak.

Ketiga ; Tahap Praktek Ibadah
Supaya anak tumbuh menjadi baik, shaleh dan shalehah serta berkualitas, tentu pembekalan dan pendidikan harus terus menerus dilakukan. Tanggung jawab ini terbebankan diatas pundak orang tuanya. Pada tahap ini sudah saatnya anak-anak diajarkan praktek ibadah mulai dengan mengajarkan anak untuk melafalkan syahadat. mengajak anak-anak untuk mengikuti shalat. Melibatkan anak-anak pada kegiatan sahur dan buka puasa. Melatih anak-anak puasa dari kecil, mulai dari setengah hari, atau sepertiga hari, melatih anak-anak berinfak, zakat, sedekah kepada si miskin, ajak ke masjid, membayar zakat fitrah maupun memberikan kambing qurban di bulan haji. Pasang rumah dengan gambar ka’bah dan ceritakan tentang al fil (tentara gajah yang dihancurkan oleh burung-burung kecil ababil, semata-mata karena Allah SWT menjaga sendiri rumahNYA dan tempat orang berhaji.

Keempat ; Tahap Penanaman Ruh Jihad.
Pada tahap ini pun masih erat berkesinambungan dengan tahap bercerita. Penanaman ruh ini akan sangat diperlukan bagi masa remaja yang penuh gejolak. Tak perlu sulit-sulit mencari idola, karena melalui cerita cerita tentang Rasulullah SAW (dari sejak dalam kandungan hingga wafat), sahabat-sahabat Nabi SAW (orang-orang yang langsung dapat sentuhan Rasulullah SAW) akan tersalurkan semangat jihad untuk membela dan menegakkan Islam seperti Rasulullah SAW dan para sahabat.
Mudah-mudahan Allah SWT menganugerahkan kita keturunan yang shaleh dan shalehah, yang baik dan berkualitas yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa, yang tentunya juga bermanfaat bagi kita  sebagai orang tuanya sendiri, utamanya kelak sesudah mati. Amiiin.

WALLAHU A’LAM