Tuesday, 21 October 2014

Ramadhan Bulan Agung, Barokah, dan Penuh Hikmah

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Dialah yang memberikan berbagai kenikmatan kepada kita, yang dzahir maupun yang batin. Dia pula yang memberikan kesempatan dan kesehatan sehingga kita bisa menegakkan perintah-perintah-Nya. Semoga Allah menambahkan kenikmatan-Nya kepada kita dengan menyampaikan kepada bulan mulia, Bulan suci Ramadhan, Bulan Agung penuh berkah, Bulan penuh Rahmat, Ampunan dan Pembebasan dari Api Neraka.

Diterima dari Abu Hurairah bahwa Nabi s.a.w. bersabda : - yakni ketika telah datang bulan Ramadhan beliau bersabda yang artinya : “Sungguh, telah datang padamu bulan yang penuh berkah, di mana Allah mewajibkan kamu berpuasa, di saat dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu setan-setan, dan dimana dijumpai suatu malam yang nilainya lebih berharga dari seribu malam. Maka barang siapa yang tidak berhasil beroleh kebaikannya, sungguh tiadalah ia akan mendapatkan itu buat selama-lamanya”. 
                                               (Riwayat Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi).

Diterima dari ‘Arfajah, katanya: “Suatu ketika saya berada di rumah ‘Atabah bin Farqad - kebetulan ia sedang membicarakan puasa Ramadhan - kebetulan masuk seorang laki-laki, salah seorang sahabat Nabi s.a.w. Melihat laki-laki itu ‘Atabah menaruh hormat padanya dan diam. Tamu itupun menyampaikan hadits tentang Ramadhan, katanya : “Saya dengan Rasulullah s.a.w. bersabda mengenai Ramadhan yang artinya :  “Pada bulan itu ditutup pintu-pintu neraka, dibuka pintu-pintu surga dan dibelenggu setan-setan”.  Ulasnya lagi : “Dan seorang Malaikat akan berseru : “Hai pencinta kebaikan, bergembiralah ! Dan hai pencinta kejahatan, hentikanlah!” Sampai Ramadhan berakhir”. (Riwayat Ahmad dan Nasa’i dan sanadnya baik).

Diterima dari Abu Hurairah bahwa Nabi s.a.w. bersabda yang artinya : “Shalat yang lima waktu, Jum’at ke Jum’at, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan kesalahan-kesalahan yang terdapat di antara masing-masing selama kesalahan besar dijauhi”. (Riwayat Muslim).

Adapun Hikmah-hikmah Bulan Ramadhan diantaranya :
  1. Jalan menuju ketaqwaan. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana diwajibkan atas kaum sebelum kalian, agar kalian bertaqwa”. (al-Baqarah: 183). Dalam penafsiran Imam al-Qurthubi, yang berpatokan kepada hadits riwayat Imam Ahmad bahwa puasa itu adalah perisai. 
  2. Bulan peningkatan amal (mujahadah). Seperti para ulama’ salaf seperti Imam Asyafi’i, menyebutkan bahwa dalam bulan Ramadhan beliau menghatamkan Al-Quran 2 kali dalam semalam, dan itu dikerjakan di dalam shalat, sehingga dalam bulan Ramadhan beliau menghatamkan Al-Quran 60 kali dalam sebulan. Imam Abu Hanifah juga menghatamkan Al-Quran 2 kali dalam sehari selama Ramadhan.
  3. Menumbuhkan sifat amanah dan muraqabah di hadapan Allah Ta’ala, baik dengan amalan yang nampak maupun yang tersembunyi. Amalan seorang muslim didasari oleh kesadaran sendiri (mandiri) tidak ada yang mengawasi seseorang yang berpuasa.
  4. Melatih kedisiplinan karena seorang yang harus makan dan minum dalam waktu yang terbatas. Bahkan dalam berbuka puasapun harus disegerakan.
  5. Menumbuhkan rasa solidaritas sesama muslim karena semua umat Islam, dari timur hingga barat diwajibkan untuk menjalankan puasa. Sehingga sama-sama merasakan lapar dan dahaga dalam waktu yang sama dan dapat merasakan beratnya penderitaan saudara-saudaranya yang kekurangan, sehingga tumbuh perasaan kasih sayang pada mereka orang yang lemah.
  6. Melatih kesabaran, dimana pada siang hari kita diperintahkan meninggalkan perbuatan yang mengurangi nilai puasa. Maka saat ada seseorang mengganggu kita. Rasulullah Saw. bersabda: “Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata “Sesungguhnya aku sedang puasa”(HR. Bukhari)
  7. Menjadi sehat sebagaimana Rasulullah bersabda: ”Berpuasalah, maka kamu akan sehat” (HR. Ibnu Sunni), Al Harits bin Kaldah, tabib Arab yang pernah mengabdi kepada Rasulullah Saw. juga pernah menyatakan: “Lambung adalah tempat tinggal penyakit dan sedikit makanan adalah obatnya”.
  8. Lailatul Qadar. Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha’, dia telah mendengar seorang ahlul ilmi mengatakan: “Sesungguhnya telah diperlihatkan usia-usia umat sebelumnya kepada Rasulullah Saw., atau apa yang telah Allah kehendaki dari hal itu, dan sepertinya usia umat beliau tidak mampu menyamai amalan yang telah dicapai oleh umat-umat sebelumnya, karena itu maka Allah memberi ummat beliau Lailatul Qadar yang lebih baik daripada 1000 bulan.” (HR. Malik).
  9. Bulan ampunan, Rasulullah Saw. bersabda: “Dan siapa yang berpuasa Ramadhan dengan didasari keimanan dan pengharapan ridha Allah, diampunkan untuknya dosa yang telah lalu.” (HR. Bukhari).
10.  Terbebas dari adzab, Rasulullah Saw. bersabda: “Pada bulan Ramadhan umatku dianugerahi lima perkara yang tidak diberikan kepada nabi-nabi sebelumku. Yang pertama, sesungguhnya jika Allah melihat mereka di awal malam dari bulan Ramadhan, dan barang siapa yang telah dilihat Allah maka Ia tidak akan mengadzabnya selamanya…” (HR. Baihaqi).

Semoga kita dapat mencapai predikat taqwa dari Allah SWT. Amiiin Ya Rabbal ‘Alamin

Semoga Bermanfaat. Wallahu A’lam,

Puasa Membentu Pribadi Muslim Yang Berkualitas

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Syukur Alhamdulillah kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kepada kita taufiq, hidayah dan inayahNya berupa nikmat Iman dan Islam, kesehatan jasmani dan rohani dan panjang umur sehingga kita masih dipertemukan dengan Bulan Suci Ramadhan yang agung penuh barokah semoga Allah SWT senantiasa meridhoi kita dalam beramal shaleh dimuka bumi ini. Shalawat beriring salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan penerusnya yang telah gigih berjuang demi tegaknya Islam dimuka bumi ini.

Puasa sesungguhnya merupakan anugerah yang tak terhingga bagi umat manusia untuk membuat hidupnya menjadi lebih bermakna. Allah SWT berfirman yang artinya : “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagamana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga kamu bertaqwa.” (Al-Baqarah: 183). Dan firmanNya pula artinya : “Yakni pada bulan Ramadhan, yaitu saat diturunkannya Al-Qur’an yang menjadi petunjuk bagi manusia dan penjelasan dari pedoman serta pemisah - antara yang hak dan yang batal -. Maka barangsiapa yang berada di tempat pada bulan itu, hendaklah ia berpuasa!” (Al-Baqarah: 185).

Sedangkan menurut sunnah, Nabi s.a.w. bersabda : “Didirikan Islam atas lima dasar, yaitu : mengaku bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan naik haji.” Dan pada hadits Thalhah bin ‘Ubeidillah tersebut bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw  yang artinya : “Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku puasa yang diwajibkan Allah atas diriku!” Ujar Nabi saw. : “Puasa Ramadhan.” Tanya laki-laki itu pula : “Apakah ada lagi yang wajib atasku ?” Ujar Nabi : “Tidak, kecuali kalau anda berpuasa sunat”.

Rasulullah SAW pernah melukiskan bahwa iman seseorang masih barada dalam kondisi telanjang jika belum diberi pakaian. Sedangkan pakaian iman tersebut adalah ketaqwaan. Dengan demikian pencapaian taqwa bukanlah sekedar penyempurna keimanan, melainkan sebagai bagian yang integral dari keimanan itu sendiri.
Kalau jalan pikiran ini diikuti, maka tugas kita dalam menjalankan ibadah puasa adalah menciptakan pakaian taqwa itu. Ibarat orang yang sedang menenun pakaian, maka ibadah-ibadah yang kita lakukan pada Bulan Suci Ramadhan adalah bagaikan kumpulan benang-benang yang akan digunakan dalam menenun pakaian taqwa tersebut.

Selesai melaksanakan ibadah puasa Bulan Suci Ramadhan boleh jadi hasil tenunan seseorang, akan lebih baik dan indah dari tenunan orang lain, begitu juga dengan yang lainnya boleh jadi karena sesuatu dan lain hal tenunan seseorang tidak dapat diselesaikannya sampai akhir Ramadhan. Kenapa ini bisa terjadi ? jawabnya adalah karena orang tersebut tidak dapat menjaga dan mempergunakan benang-benang ketaqwaan yang ada dalam ibadah puasa dan Qiyamul Lail tersebut dengan baik dan benar. Kalau melaksanakan ibadah puasa dan Qiyamul Lail Ramadhan diibaratkan bagai menenun pakaian taqwa, maka dapat dilihat benang-benang apa saja yang kita gunakan dan bagaimana kita  menggunakannya.

Rasulullah SAW pernah bersabda : “Berapa banyak manusia yang tidak memperoleh apapun dari puasanya kecuali sekedar lapar dan haus”.  Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga pernah bersabda : “Berapa banyak manusia yang tidak memperoleh apapun dari qiyamul lail /shalat malamnya kecuali sekedar lelah”.
Adapun benang-benang tersebut antara lain :
1.    Menahan diri (shiyam) dari segala tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan agama akan memunculkan pengendalian diri, melahirkan kejujuran dan anti konsumerisme (tidak membeli diluar kemampuan) sehingga membuat seseorang hidup sederhana.
2.   Kondisi lapar dan haus dengan segala konsekuensinya akan melahirkan rasa kepedulian sosial pasca Ramadhan.
3.       Ibadah taraweh dan ibadah-ibadah lainnya akan meningkatkan keimanan dan ketauhidan seseorang.
4.    Sahur dan buka puasa merupakan simbol dari kasih sayang. Kasih sayang sesama karena sama-sama dalam kondisi lapar dan sama-sama makan dengan tujuan yang sama. Juga merupakan simbol kasih sayang Tuhan. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW : “Di dalam sahur itu ada barkah dan Allah akan menyayangi mereka yang melakukan sahur”. Demikian juga dalam Sabda Rasulullah SAW yang lain : “Barang siapa memberi bukaan kepada orang lain, ia akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya”.

Dengan kondisi lapar dan haus, seorang muslim tetap memiliki semangat untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Ini merupakan simbol daya tahan kaum beriman dari segala goncangan kehidupan dan juga merupakan Simbol etos kerja dan kreatifitas seorang Muslim yang berkualitas. Dengan demikian ibadah puasa bukanlah merupakan ancaman bagi dunia kerja, melainkan merupakan upaya untuk peningkatan kreatifitas produktifitas umat Islam.

Semoga Bermanfaat. Wallahu A’lam.

Marhaban Ya Ramadhan, Ramadhan Sayyidussyuhur Wassyahrul Mubarok...

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Bulan Ramadhan segera menjelang. Kaum muslimin kembali bergembira dengan datangnya bulan yang mulia ini. Setelah sebelas bulan mengarungi kehidupan yang penuh warna-warni, maka inilah momentum yang tepat bagi kita semua untuk membersihkan diri dari segala dosa yang melekat tanpa kita sadari. Sungguh kita semua bergembira sepenuh hati dengan datangnya Ramadhan yang penuh berkah. Rasa gembira ini adalah cerminan ketakwaaan dalam hati kita, karena Ramadhan adalah salah satu dari syiar dalam islam, yang harus senantiasa kita hormati dan agungkan. Bulan Ramadhan yang senantiasa kita nantikan kehadirannya, merupakan bulan yang agung dan suci yang dipenuhi dengan karunia dan rahmat dari Allah SWT. Orang-orang yang melaksanakan puasa atau shiyam dibulan itu, sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah akan meraih keutamaan dan keistimewaan yang tidak pernah diperoleh oleh umat yang lain, selain umat nabi Muhammad SAW. Dengan karunia itu setiap diri manusia muslim akan meraih kebahagiaan, baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang. Allah SWT berfirman : Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al-Hajj 32)

Karenanya, sungguh mengherankan jika ada sebagian kaum muslimin yang justru merasa berat dengan datangnya Ramadhan, merasa bahwa Ramadhan mengekang segala kebebasan dan kemerdekaannya. Ada pula yang merasa biasa-biasa saja, merasa bahwa Ramadhan hanyalah rutinitas belaka, yang datang silih berganti sebagaimana bulan-bulan lainnya. Sikap seperti ini, tentu saja bukan cerminan ketakwaan seorang mukmin, dan kita berlindung dari sikap yang demikian Naudzu billah tsuma naudzu billah.

Kegembiraan kita tentu saja bukan sebagaimana kegembiraan anak-anak kecil dengan hadirnya Ramadhan. Karena mereka juga bergembira dengan datangnya bulan mulia ini, karena mempunyai waktu banyak untuk bermain bersama teman, bahkan mungkin saja- gembira karena adanya petasan, dan janji pakaian baru di hari lebaran. Kegembiraan yang semacam ini tentu saja melekat pada diri anak-anak semata, tapi bukan kegembiraan yang kita maksudkan dalam menyambut Ramadhan yang mulia.

Begitu pula kegembiraan kita bukanlah kegembiraan anak anak yang beranjak remaja. Dimana mereka bergembira dengan hadirnya Ramadhan, karena mempunyai banyak kesempatan untuk jalan-jalan menghabiskan waktu bersama teman atau bahkan pasangannya. Banyak kita saksikan kesucian Ramadhan ternoda, dengan muda-mudi yang justru menggunakan waktu-waktu ibadah untuk saling PDKT satu sama lainnya.

Kita bergembira dengan hadirnya Ramadhan, karena bulan ini membawa banyak keutamaan bagi kita semua. Jika kita merenunginya satu persatu lebih mendalam, maka tentulah kegembiraan itu akan kian bertambah lengkap dan sempurna.

Menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan rasa bahagia dan bersyukur, merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia muslim, Rasul SAW bersabda : “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, pemimpin bulan-bulan yang lain. Maka ucapkanlah selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa dengan segala keberkahannya, betapa mulianya tamu yang datang itu”.(H.R. Tabrani).

Ibadah puasa Ramadhan merupakan amal yang istimewa, karena ibadah yang lain untuk dirinya sendiri, sedangkan ibadah puasa adalah milik Allah SWT. Oleh karena itu ibadah puasa bukanlah sekedar meninggalkan makan, minum dan menghindari hubungan seksual, akan tetapi harus mampu meninggalkan segala perbuatan yang tercela. Puasa diharapkan dapat membentuk sikap mental orang-orang yang beriman menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah dan beribadah dengan penuh keikhlasan. Rasa haus dan lapar dikala berpuasa dapat meningkatkan kesabaran, ketabahan juga meningkatkan daya tahan mental dan fisik. Puasa juga dapat meningkatkan solidaritas sosial terhadap kaum muslim dan dhu’afa yang ditimpa kesulitan serta anak-anak yatim yang hidup terlunta-lunta dalam kesusahan. Allah SWT berfirman dalam sebuah Hadits Qudsi : “Setiap amal seseorang manusia adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan memberikan balasan kepadanya. Puasa itu adalah perisai, karena itu apabilah ada salah seorang diantaramu melaksanakan puasa jangan mengucapkan perkataan buruk dan keji, jangan mendatangkan syahwat dan jangan pula membuat kekacauan. Apabilah ia dimaki atau ditantang sesorang maka katakanlah : “ Aku sedang berpuasa, aku sedang melaksanakan ibadah puasa”.(HR. Bukhari)

Keistimewaan ibadah mahdhah seperti shalat lima waktu, shalat jum’at, termasuk di dalamnya ibadah puasa Ramadhan, tertulis dengan jelas pada ketentuan bahwa ibadah-ibadah itu dapat menghapuskan dosa yang pernah dilakukan seseorang, apabilah ia bertaubat dari dosanya dan memohon ampunan pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kasih Lagi Maha Pengampunan. Nabi SAW bersabda : “Shalat lima waktu, antara Jum’at dengan Jum’at yang lain, antara Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya dapat menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan diantaranya apabilah menjauhi dosa besar”(HR. Muslim)

Selama bulan Ramadhan diwajibkan bagi setiap orang muslim dan muslimah melaksanakan puasa di siang harinya, yaitu dari waktu shubuh atau fajar sampai terbenam matarari diwaktu maghrib. Berpuasa adalah meninggalkan makan dan minum, bercampur dengan istri dan segala yang membatalkannya, termasuk meninggalkan aktifitas yang merusak pahalanya, seperti berdusta, berkata kotor, ghibah, bersaksi palsu dan berbagai kegiatan lain yang tercela. Allah SWT berfirman:“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah : 183)

Mengenai kapan puasa itu diwajibkan, dijelaskan dalam ayat berikutnya, yaitu beberapa hari, sekitar 29 atau 30 hari selama bulan Ramadhan. Bagi mereka yang berhalangan seperti dalam keadaan menstruasi atau nifas, mereka tidak di perkenankan melaksanakan puasa Ramadhan, tetapi wajib mengganti atau mangqodho puasa yang ditinggalkannya pada hari-hari lain. Sedang bagi mereka yang menderita sakit dan atau dalam perjalanan sebagai musafir diberi keringanan untuk membuka dan menggantinya pada hari yang lain. Orang-orang yang menderita penyakit menahun yang tidak mungkin diharapkan kesembuhannya dan orang-orang tua yang lemah, sehingga tidak mampu berpuasa maka diwajibkan bagi mereka membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Allah SWT tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan diluar kemampuannya dan ia senantiasa menghendaki kemudahan bagi umat manusia bukan kesulitan yang memberatkan sebagaimana firman Allah SWT : “(yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantaramu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari lain. Dan wajib bagi orang yang berat melaksanakannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah yaitu memberikan makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.(QS. Al-Baqarah : 184)

Beberapa hari yang ditentukan itu, yaitu hari-hari diwajibkan puasa adalah bulan Ramadhan, bulan yang dipenuhi dengan rahmat dan ampunan Allah, bulan bulan yang di dalamnya ditutrunkan al-Quran dan turunnya malam kemuliaan (malam Qadar). Malam yang teramat indah dan mulia yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Hendaklah setiap orang muslim melengkapi puasanya dan menyempurnakan ibadahnya, mengagungkan Allah SWT atas segala hidayah-Nya dan meningkatkan syukur atas segala karunia dan nikmat-Nya yang agung dan mulia. Allah SWT berfirman : “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan) Ramadhan, bulan yang didalammnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu barang siapa diantaramu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa di bulan itu dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang dia tinggalkan itu, pada hari-hari yang lain, Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah : 185)

Pada malam hari bulan Ramadhan, setiap orang muslim disunnakan untuk melaksanakan shalat malam yang sebut Qiyam Ramadhan atau Shalat Tarawih dan Witir. Mereka tadarus membaca al-Quran secara bersama-sama. Satu orang membaca dan yang lain menyimak dengan teliti, hal ini terus berlangsung secara bergilir, atau memperbanyak dzikir, tasbih, tahmid, tahlil dan takbir, mengagungkan dan mensucikan Allah SWT. Mereka yang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dengan mengikuti bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah, dengan segala keikhlasannya akan terlepas dari dosa-dosanya, menjadi bersih kembali bagaikan bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Nabi bersabda : “Bulan Ramadhan (adalah), bulan yang Allah mewajibkan atasmu berpuasa dan aku telah mensunnahkan padamu berdiri untuk shalat di malam harinya : Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melaksanakan shalat malam dengan penuh iman dan hanya mengharap keridhaan Allah, niscaya orang tersebut akan terlepas dari dosa-dosanya seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya”. (HR: Khuzaimah)

Marilah kita menyambut kedatangan bulan Ramadhan yang mulia dan luhur ini dengan bahagia, syukur dan penuh mengharap ridha Allah SWT, dan kita isi waktu demi waktunya untuk memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT memudahkan kita dalam menunaikan amaliah-amaliah Ramadhan baik yang wajib maunun yang sunah. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. 

Semoga Bermanfaat. Wallahu A’lam

Persiapan Menghadapi Bulan Ramadhan 1434 H

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia, bulan tarbiyah (pembinaan) untuk mencapai derajat yang paling tinggi, paling mulia: derajat taqwa, sebagaimana firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS Al Baqarah: 183). “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa.” (QS Al Hujurat: 13). Predikat taqwa ini tidak mudah untuk diperoleh. Ia baru akan diperoleh manakala seseorang melakukan persiapan yang cukup, dan mengisi bulan Ramadhan itu dengan berbagai kegiatan yang baik dan mensikapinya dengan benar.

Oleh karena itu, buatlah persiapan menyambut Ramadhan. Bila kita menginginkan prediket taqwa, memperoleh kebebasan dari neraka di bulan Ramadhan dan ingin diterima amalnya serta dihapus segala dosanya, maka harus ada bekal yang dipersiapkan. Imam Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah mengingatkan kepada kita tentang “persiapan”, beliau berkata: yaitu kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya. Para salafus soleh senantiasa mempersiapkan Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Para Ulama mengatakan, ”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.” Inilah bukti kerinduan mereka akan perjumpaan dengan bulan Ramadhan. Karenanya, bersiaplah menyambut kehadirannya agar ketika Ramadhan datang kita sudah siap menjalankan kewajiban puasa dan amalan-amalan lainnya yang ada di dalamnya.

Adapun persiapan-persiapan tersebut antara lain :

1. Persiapan Ruhiyah
Persiapan ruhiyah yang kita perlukan adalah dengan cara membersihkan hati dari penyakit aqidah sehingga melahirkan niat yang ikhlas. Allah SWT menegaskan pentingnya membersihkan hati (tazkiyatun nafs) dalam firman-Nya: “Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya.” (QS. Asy-Syams : 9) Maka dalam waktu beberapa hari ke depan kita perlu melakukan evaluasi diri, muhasabah, apakah penyakit-penyakit aqidah masih bersarang dalam diri kita. Sungguh sangat rugi, jika kita susah payah beramal, namun masih ada kesyirikan yang bersemayam dalam diri kita. Tak peduli sebesar apapun amal kita, jika kita syirik, menyekutukan Allah, maka amal-amal kita tidak akan diterima. Allah SWT berfirman : “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al Zumar: 65) Setelah melakukan muhasabah, selanjutnya kita bermujahadah untuk menghilangkan penyakit-penyakit itu. Alangkah indahnya saat Ramadhan tiba dan kita benar-benar dalam kondisi ikhlas menapaki hari-hari istimewa yang dibawa oleh tamu mulia itu. Saat-saat keikhlasan bersenyawa dalam diri kita sepanjang Ramadhan merupakan saat-saat terbaik yang akan menjamin kita memperoleh ampunan Allah SWT. Rasulullah SAW telah bersabda :“Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq 'Alaih)

2. Persiapan Fikriyah
Persiapan fikriyah yaitu membekali diri dengan ilmu agama terutama yang terkait secara langsung dengan amaliyah di bulan Ramadhan, sehingga ibadah Ramadhan kita benar-benar efektif. Seperti halnya ilmu tentang kewajiban puasa, keutamaan puasa, hikmah puasa, syarat dan rukun puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, serta sunnah-sunnah puasa. Juga tarawih, i'tikaf, zakat, dan sebagainya. Dan juga hal-hal yang membatalkan pahala amaliah-amaliah ramadhan. Inilah rahasia mengapa Imam Bukhari membuat bab khusus dalam Shahih-nya dengan judul Al-Ilmu Qabla Al-Qaul wa Al-Amal (Ilmu sebelum Ucapan dan Amal). Tanpa ilmu bagaimana kita bisa beramal selama bulan Ramadhan dengan benar ? “Barangsiapa beramal tanpa disertai ilmu, maka amalnya akan ditolak tidak akan diterima.”(Muttafaq 'Alaih)

3. Persiapan Jasadiyah
Ramadhan membutuhkan persiapan jasadiyah yang baik. Tanpa persiapan memadai kita bisa terkaget-kaget bahkan ibadah kita tidak bisa berjalan normal. Ini karena Ramadhan menciptakan siklus keseharian yang berbeda dari bulan-bulan sebelumnya. Kita diharapkan tetap produktif dengan pekerjaan kita masing-masing meskipun dalam kondisi berpuasa. Kita juga akan melakukan ibadah dalam porsi yang lebih lama dari sebelumnya. Shalat tarawih, misalnya. Karenanya kita perlu mempersiapkan jasadiyah kita dengan berolah raga secara teratur, menjaga kesehatan badan, dan kebersihan lingkungan. Di sini, logika akal bertemu dengan keutamaan syar'i dalam hadits nabi: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.” 
(HR. Muslim)

4. Persiapan Maaliyah
Persiapan maaliyah atau persiapan harta yang diperlukan dalam menyambut bulan Ramdhan bukanlah untuk membeli baju baru, menyediakan kue-kue lezat untuk Idul Fitri, dan lain-lain. Kita justru memerlukan sejumlah dana untuk memperbanyak infaq shadaqah, memberi ifthar (buka puasa) orang lain, membayar zakat fitrah dan untuk ibadah yang lainnya. Tentu saja bagi yang memiliki harta yang mencapai nishab dan haul wajib mempersiapkan zakat hartanya. Salah satu tuntunan Allah SWT adalah mensegerakan amal kebaikan dan upaya mendapatkan ampunan. Sebagaimana firman-Nya:“Dan bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga-Nya yang luasnya seluas langit dan bumi; disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Ali Imran : 133) Maka demikian pula kita mensegerakan diri dalam menyambut Ramadhan dengan persiapanruhiyah, fikriyah, jasadiyah dan maaliyah kita.

Semoga dengan upaya kita mempersiapkan diri dalam menyambut Ramadhan, Allah SWT berkenan mempertemukan kita dengan Ramadhan, lalu memberikan taufiq hidayah dan inayah kepada kita untuk mendapatkan keberkahan bulan suci Ramadhan, mendapatkan predikat taqwa dari Allah SWT. Amiiin. 

Semoga Bermanfaat. Wallahu A’lam