Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI
Ajaran menikah yang diserukan oleh syari’at Islam adalah bagian dari
fitrah alam dan Sunnah para nabi dan Rasul. Mereka adalah para insane-insan
yang hatinya bersih dan makhluk yang sempurna. Mereka juga merupakan suri tauladan
bagi seluruh manusia. Namun demikian mereka telah melakukan pernikahan dan
memiliki keturunan serta keluarga.
Mengikuti jejak para Nabi dan Rasul, pernikahan merupakan ajaran yang
sangat diutamakan, sehingga Rasulullah SAW menegaskan melalu sabdanya :
“ Nikah adalah sunahku, Barangsiapa yang
membenci sunahku, maka dia bukan termasuk golonganku. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). .
Dalam hadits diatas, Rasulullah saw dengan tegas menyatakan bahwa
orang-orang yang tidak mau menikah, padahal sudah mampu menurut syari’at Islam
untuk melaksanakan pernikahan, maka orang tersebut bukan termasuk dari golongan
umat Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Yaasin ayat 36, yang berbunyi
:
“Maha suci (Allah) yang telah menciptakan
semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (QS. Yaasin : 36).
Allah SWT juga berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Hujarat ayat 13, yang
berbunyi :
“Hai Manusia, sesungguhnya Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya
yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha teliti” (QS. Al Hujarat : 13)
Di dalam Al-Qur’an Allah menyatakan bahwa perkawinan merupakan salah
satu kebesaran Allah SWT dan sekaligus merupakan karunia Allah SWT yang wajib di
syukuri dengan cara memelihara dan menjaga kelestarian, ketenangan dan keharmonisan
serta berupaya memupuk dan menumbuh kembangkan cinta dan kasih sayang dalam
keluarga, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21,
yang berbunyi :
“Dan diantara
tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasang-pasangan (jodoh-jodoh)
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cendrung dan merasa tentram kepadanya,
dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir”
(QS. Ar Rum : 21).
Dalam Undang-undang Perkawinan No. 01 Tahun 1974 tentang perkawinan
Bab I Pasal (1) disebutkan bahwa :
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”.
Sesuai dengan Pasal (2) Bab II Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan
perkawinan menurut hukum Islam adalah :
“Akad yang sangat kuat atau mitsaaqan
ghaliidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan sebuah
bentuk ibadah”.
Sedangkan dalam Pasal (3) Bab II Kompilasi Hukum Islam menyatakan :
“ Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah”.
Menurut pasal tersebut diatas tujuan perkawinan adalah membentuk
keluarga (rumah tangga) yang sakinah mawaddah wa rahmah. Prinsip-prinsip hokum
perkawinan yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits, yang kemudian
dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-undang no 1 tahun 1974
tentang perkawinan dan kompilasi hukum Islam tahun 1991 mengandung 7 azaz atau
kaidah hukum, yaitu sebagai berikut :
1.
Azas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
2.
Azas keansahan perkawinan didasarkan pada hukum agama
dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan.
3.
Azas monogamy terbuka.
4.
Azas calon suami dan calon isteri telah matang jiwanya.
5.
Azas mempersulit terjadinya perceraian.
6.
Azas keseimbangan antara kewajiban dan hak suami
isteri.
7.
Azas pencatatan perkawinan.
Tujuan nikah pada umumnya bergantung pada masing-masing individu yang
akan melakukannya, namun ada juga tujuan umum yang memang diinginkan oleh semua
orang yang akan melakukan perkawinan, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan
kesejahteraan lahir batin menuju kebahagian dan kesejahteraan dunia dan akhirat
yang akan melahirkan generasi yang berkualitas, beriman, bertaqwa dan berakhlak
mulia sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan keluarga. Sebagaimana
firman Allah SWT dala Al Qur’an Surat An Nisa ayat 9 yang berbunyi :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah (tidak
berkualitas), yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An Nisa’ : 9)
Lalu langkah apa sajakah yang
harus ditempuh dalam mewujudkan ketahanan keluarga melalui pembinaan keluarga
sakinah ?
Keluarga Sakinah adalah sebuah keluarga yang didamba dan diimpikan oleh
semua orang, karena melalui Keluarga Sakinah ini akan terlahir generasi penerus
yang berkualitas, beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. Keluarga yang
dilandasi dengan ajaran agama tentunya akan meningkatkan ketahanan keluarga
ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Namun untuk mewujudkan dambaan dan impian
itu bukanlah hal yang mudah dan ringan, melainkan harus melalui tekad dan
perjuangan yang besar dan sunguh-sunguh serta pengorbanan yang tinggi agar
mampu menahan ombak dan badai yang akan menerpa biduk rumah tangga.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketahanan keluarga melalui pembinaan
keluarga sakinah, perlu ditempuh langkah-angkah sebagai berikut :
1) Memilih jodoh yang ideal.
Perkawinan adalah salah satu bagian terpenting dalam menciptakan
keluarga dan masyarakat, maka dalam memilih jodoh (pasangan hidup) haruslah
berlandaskan atas norma agama sehingga pendamping hidupnya nanti mempunyai
akhlak/moral yang terpuji. Hal ini dilakukan agar kedua calon tersebut dalam
mengarungi kehidupan rumah tangga nantinya dapat hidup secara damai dan kekal,
bahu membahu, tolong-menolong sehingga keharmonisan dan keutuhan rumah tangga dapat
selalu terpelihara. Ajaran Islam memberikan tuntunan dalam memilih jodoh
(pasangan hidup) bagi seorang laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang
artinya
“Nikahilah seorang perempuan karena 4
(empat) hal, yaitu kekayaannya, keturunannya, kecantikannya dan karena
agamanya, maka pilihlah yang beragama agar hidupmu beruntung (bahagia)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas menerangkan bahwa hendaklah menikahi perempuan (mencari
jodoh) berdasarkan empat hal, namun Islam menganjurkan untuk mengutamakan
agamanya dan akhlakul karimah. Mengapa factor agama yang harus dinomor satukan
? sebab yang selain itu dapat sirna dan lenyap, harta dapat habis (bangkrut),
kecantikan dapat lenyap, apalagi kalau sudah tua, factor nasabpun juga tidak
bisa diandalkan sepenuhnya, bila ia sendiri imannya lemah dan akhlaknya rusak.
Namun agama akan menjadi factor penentu keselamatan dan kebahagiaan kehidupan
rumah tangganya baik di dunia maupun di akhirat kelak.
2) Membina dan menanamkan
nilai-nilai agama dalam keluarga
Dalam upaya membentuk Keluarga
Sakinah, peran agama menjadi sangat penting. Ajaran agama tidak cukup hanya
diketahui dan difahami akan tetapi harus dapat dihayati dan diamalkan oleh
setiap anggota keluarga sehingga kehidupan dalam keluarga tersebut dapat mencerminkan
suatu kehidupan yang penuh dengan ketentraman, keamanan dan kedamaian yang
dijiwai oleh ajaran dan tuntunan agama. Setiap anggota keluarga harus
senantiasa berusaha dekat kepada Allah dengan cara melaksanakan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya, sebab dengan kedekatan kepada Allah akan terwujud
nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang dapat mempermudah penyelesaian urusan/permasalahan
dalam rumah tangga serta mndatangkan rahmat dan berkah dari Allah SWT,
sebagaimana firman Allah dalam Surat At-thalaq ayat 2 dan 3, yang artinya :
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah,
maka Allah akan memberikan jalan keluar (mempermudah) dalam urusannya dan Allah
akan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka, dan
barang siapa yang bertawakkal kepada Allah maka Allah
akan mencukupkan segala keperluannya” (QS. At Talaq : 2-3).
Rumah tangga yang beriman dan bertaqwa kepada Allah akan terlihat dalam
pengamalan ibadah sehari-hari, disamping itu juga akan terlihat semakin
membaiknya hubungan dengan kerabat, tetangga dan masyarakat lingkungannya.
3) Membina hubungan antara
keluarga dan lingkungan
Keluarga dalam lingkungan yang lebih besar tidak hanya terdiri dari ayah,
ibu dan anak (nuclear family) akan
tetapi menyangkut hubungan persaudaraan yang lebih besar lagi (extended family), baik hubungan antara
anggota keluarga maupun hubungan dengan lingkungan masyarakat. Hubungan yang
harmonis antara suami isteri dan anggota keluarga tidak akan terjadi dengan
sendirinya, tetapi keharmonisan membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh, ibarat
sebatang tanaman yang perlu disiram, dipupuk dan dirawat serta dibersihkan dari
hama agar dapat tumbuh dengan akar dan batang yang kuat.
Oleh karena itu cinta, kasih dan sayang perlu dijaga dan dipelihara
dengan jalan membangun komunikasi yang kondusif dan edukatif, meluangkan waktu
untuk keluarga, saling pengertian, saling hormat dan menghormati antara satu
dengan yang lainnya serta membina hubungan antara keluarga dan lingkungan agar
terjalin komunikasi dan hubungan yang harmonis dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam keluarga maupun masyarakat.
4) Menanamkan sifat qana’ah
dalam keluarga
Sifat qana’ah perlu ditumbuh-kembangkan dalam keluarga, sebab dengan
sifat qana’ah suami atau isteri merasa rela dan cukup atas apa yang dimiliki.
Apalagi dalam era globalisasi yang ditandai dengan tingginya tuntutan kebebasan
individu dan hak azasi, menonjolkan sifat materialistis ditengah masyarakat
akan dapat mengancam ketentraman rumah tangga.
Oleh karena itu sifat qana’ah harus menjadi benteng dalam rumah tangga agar
keharmonisan kehidupan rumah tangga dapat terpelihara serta keretakan dan
kehancuran rumah tangga dapat dihindari, karena dengan sifat qanaah yang
tertanam dalam diri suami isteri serta keluarga akan menjadikan keluarga yang
senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT, dan dengan sifat
syukur akan mendatangkan keberkahan dan rahmat dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
5) Melaksanakan pembinaan
kesejahteraan keluarga
Dalam membina kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga ada beberapa upaya
yang dapat ditempuh, antara lain dengan cara melaksanakan Keluarga Berencana,
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, melakukan imunisasi Ibu dan Anak. Keluarga
Berencana merupakan salah satu upaya mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan
keluarga. Tujuan utama dari program Keluarga Berencana adalah untuk lebih
meningkatkan kesejhteraan ibu dan anak. Dengan mengatur kelahiran, isteri
banyak mendapat kesempatan untuk memperhatikan dan mendidik anak disamping
memiliki waktu untuk melakukan tugas-tugas sebagai ibu rumah tangga. Disisi
lain suami tidak terlalu direpotkan oleh tuntutan-tuntutan biaya hidup serta biaya
pendidikan anak-anak.
Dalam upaya mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan
keluarga, gizi memegang peranan yang sangat penting. Sehubungan dengan itu, Islam
mengajarkan kepada umatnya agar dapat mewariskan keturunan yang baik dan kuat
dengan cara menjaga kesehatan tubuh melalui makanan yang halal lagi baik,
Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 9, yang artinya “Dan hendaknya takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak
(keturunan) yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”
(QS. An Nisa’ : 9)
Demikianlah diantara langkah-langkah yang harus diambil dalam upaya
mewujudkan ketahanan keluarga melalui pembinaan keluarga sakinah. Semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan taufiq hidayahNya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal
‘Alamiiin. WALLAHU A'LAM