Thursday 23 October 2014

Bekal Untuk Akhirat

Oleh : Sugeng Widodo, S.HI

Allah SWT memperingati dalam firman-Nya :
“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”(Q.S. As Syu’ara : 87-89)

Manusia pada hakekatnya adalah musafir yang sedang menempuh perjalanan yang panjang nan melelahkan. Bekal adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk segala aktivitas kita, apalagi sebagai seorang muslim. Bukankah seorang muslim punya keyakinan yang telah diabadikan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Al A’raf ayat 172 bahwa setiap anak manusia ketika masih dalam kandungan ibunya ditanya oleh Allah SWT : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (Q.S. Al A’raf : 172)

Dunia adalah desa untuk lewat dan berlalu. Kepergian sebagian dari padanya menandakan kepergian semua. Banyak sudah dunia memisahkan antara anak dan ayahnya, saudara dan saudaranya, teman dan temannya, kekasih dan kekasihnya, banyak pula dunia melewatkan kesempatan. Dunia juga tempat pertarungan antara Al Haq (kebenaran) dan Al Bathil (kebatilan). Ini telah berlangsung sejak nenek moyang pertama kita, Nabiyullah Adam AS dan Hawwa, hingga akhir nanti. Oleh karena itu, menempuh jalan ini jelas bukan suatu yang ringan. Bekal sangat kita butuhkan. Aneh memang bila menempuh perjalanan nan panjang tanpa membawa bekal. Kalau dalam perjalanan fisik yang bersifat duniawi, seseorang harus mencukupkan bekal yang dapat mengantarkannya pada tujuan, apalagi kita yang suatu saat nanti pasti akan menempuh perjalanan yang bersifat ukhrawi, tentunya memerlukan bekal yang lebih besar. Bekal yang dapat menjaminnya selamat sampai tujuan akhir yang dikehendaki Syurga Jannatun na’im.

Para ulama’ salaf mengatakan bahwa orang yang melakukan safar (perjalanan) fisik tanpa bekal makanan tidaklah bisa disebut tawakal, justru merupakan kebodohan. Apatah lagi kita seorang muslim yang akan melakukan perjalanan ruhiyah mesti menyiapkan bekal untuk menuju akhirat. Bekal yang dapat membawa kita melewati hisab (perhitungan amal) dan ‘iqab (balasan). Bekal yang mampu mendatangkan ampunan dan menjadikannya berhasil melewati as shirath. Oleh karena itu … kita harus mempunyai himmah (tekad) yang teguh untuk menggapai kebaikan. Orang yang mempunyai akal adalah orang yang mampu menjarah semua waktunya di dunia ini, lalu ia mendahulukan untuk dirinya sesuatu yang menjadi bekal disisi Allah SWT, dan menjadi kelonggaran baginya ketika kesedihannya menjadi berat, yaitu pada hari, di mana seseorang melihat apa yang telah diperbuat, hari dimana anak anak dan harta benda tidak bermanfaat kecuali kebersihan hati dalam melakukan amal shaleh. Begitu pentingnya bekal akhirat Allah SWT berfirman : “Berbekalah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa...”(Q.S. Al Baqarah : 197).

Setiap Manusia pasti mengalami Maut Kematian. Kemudian setelah itu menyusul kehidupan akhirat. Percaya atau tidak percaya. Hidup manusia tidaklah sama antara yang satu dengan yang lain. Ada yang begitu lahir sudah tidak bisa merasakan hirupan udara, ada juga yang diberi kesempatan hingga tua renta. Ada yang masih muda segar bugar tiba-tiba esok hari sudah tiada. Sementara ada juga yang sudah pikun terbungkuk-bungkuk tapi nyawa belum pergi juga. Tapi semua muaranya sama akhirat, bisa juga ke syurga yang penuh bahagia, mungkin juga neraka yang sarat sengsara. Allah SWT memperingati dalam firman-nya : “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S. Al A’raf : 34)

Dunia adalah tempat usaha, mengumpulkan bekal perjalanan abadi (jalan terjal penuh berliku). Sementara akherat adalah tempat pembalasan. Seorang bijak bertutur, “Siang dan malam adalah gudang (tempat penyimpanan). Oleh karena itu lihatlah yang engkau perbuat untuk mengisi keduanya”. Seorang Penya’ir mengatakan :”Dunia adalah jalan menuju syurga atau neraka. Malam adalah modal berdagang dan siangnya adalah pasar.”

Oleh karena itu cara yang tepat untuk mengumpulkan bekal kita adalah menjadikan segala aktivitas positif ikhlas hanya karena Allah SWT. Sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyah ra. : “Ibadah adalah istilah yang mencakup segala sesuatu yang diridhai dan dicintai Allah, berupa perkataan dan perbuatan baik lahir maupun batin” Insya Allah dengan niat yang lurus akan menjadikan sesuatu yang mubah pun menjadi ibadah. Sebaliknya niat yang rusak, karena riya’ misalnya, membuat ibadah menjadi tertolak, bahkan mendatangkan dosa. Karena itulah setiap hari setiap saat kita harus selalu mengoreksi niat kita, agar senantiasa lurus menuju Allah SWT. Karena kita tidak pernah tahu amalan kita yang manakah yang diterima oleh Allah SWT. Mungkin shalat kita, atau puasa kita, atau zakat kita, atau bahkan haji kita, atau mungkin amalan-amalan kita yang kelihatannya kecil yang kadang sering tidak pernah kita pedulikan, seperti tawadhu’ dengan orang lain, menyingkirkan duri dari jalanan, bersedekah dengan pengemis atau fakir miskin. 

Semoga Bermanfaat. Wallahu A’lam.

Semoga amal-amal kita senantiasa diterima oleh Allah SWT, karena dengan begitu tujuan pokok kita dalam beribadah dapat tercapai, sehingga amal kita tidak sia-sia belaka dan dapat menjadi bekal disisi Allah SWT. Bahkan kalau betul kita dalam beramal dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT semata, maka amal kita tidak sekedar diterima Allah, tetapi lebih dari itu Insya Allah kita juga akan memperoleh fadhilah-fadhilah tertentu dari Allah SWT. Amiiin Ya Rabbal ‘Alamin.