Oleh : Sugeng Widodo, S.HI
Sesungguhnya tidak satupun diantara kita yang ingin dijelek-jelekkan, dihina, apalagi difitnah. Namun, dewasa ini ada beberapa orang diantara kita yang merasa digibah dan difitnah oleh orang lain. Ghibah dan Fitnah ini mungkin dilatarbelakangi oleh faktor politis, ekonomi atau faktor lain. Apakah yang dimaksud dengan gibah dan fitnah itu ?
Gibah adalah menceritakan kejelekan orang yang apabila orang tersebut mendengarnya ia tidak akan suka meskipun hal itu benar. Sedangkan Fitnah dikenal dalam ajaran Islam dengan sebutan buhtan atau kebohongan, yaitu berbicara dengan perkataan dusta atau menyebutkan sesuatu yang tidak ada pada seseorang. Dalam kamus diterangkan fitnah adalah suatu perkataan atau pembicaraan yang sengaja disebarkan untuk menjelek-jelekkan orang agar orang mempunyai kesan buruk terhadap orang yang difitnah itu. (Badudu Zain, 1994:408). Rasulullah SAW pernah bersabda : “Tahukah kamu apakah gibah itu ? “Jawab Sahabat : “Allah dan Rasulullah yang lebih mengetahui. Nabi SAW bersabda : “Yaitu menyebut saudaramu dengan apa yang tidak disukainya. Beliau Nabi SAW ditanya : “Bagaimanakah pendapat engkau kalau itu memang (kejadian) sebenarnya ada padanya ? Jawab Nabi SAW : “Kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang disebut gibah. Akan tetapi, jikalau menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kamu telah menuduhnya dengan kebohongan (buhtan atau fitnah).” (H.R. Muslim)
Dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa tidak selamanya orang yang dijelekkan, dihina, atau difitnah itu lebih jelek daripada orang yang menfitnah menjelekkannya bahkan kenyataan yang terjadi dapat pula sebaliknya.
Allah SWT memperingati dalam firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.(Q.S. Al Hujuraat : 11)
Gibah dilarang dalam ajaran Islam. Orang yang melakukannya bagaikan telah memakan daging bangkai saudaranya.
Sebagaimana Allah SWT memperingati dalam firman-Nya :
“... dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al Hujuraat : 12)
Menurut Ibnu Abbas ra, sebagaimana dikutip oleh al Faqih Abu Laits Samarqandi, ayat itu turun ketika Rasulullah SAW dengan para sahabat sedang mengadakan suatu perjalanan. Ditengah perjalanan, para sahabat diperintahkan agar setiap dua orang yang mampu bersedia membantu seorang yang tak mampu (tentang makanan dan minuman). Salman diikutkan pada dua orang, tetapi ketika ia lupa tidak melayani keperluan keduanya, ia disuruh minta lauk pauk kepada Rasulullah SAW. Setelah ia berangkat, keduanya berkata,”Seandainya ia pergi kesumur, pasti surutlah sumurnya,” Ketika Salman menghadap, Nabi SAW bersabda :“Sampaikan kepada keduanya bahwa kalian sudah makan lauk-pauknya,” Setelah ia menyampaikan hal itu kepada kedua orang tua tersebut, keduanya menghadap Nabi SAW, dan berkata : “Kami tidak makan lauk pauk,” Nabi SAW bersabda : “Aku melihat merahnya daging pada mulut kalian berdua,” Jawab mereka :“Kami sekalian tidak makan lauk pauk dan seharian tidak makan daging,” Kemudian bersabdalah Rasulullah SAW : “Kalian telah membicarakan saudaramu (Salman), maukah kalian memakan daging orang mati’ ? Jawab mereka : “Tidak,” Kemudian Nabi bersabda : “Jika kalian tidak mau memakan daging orang mati, janganlah kalian mengatakan kejelekan orang lain (gibah) sebab perbuatan tersebut sama dengan memakan daging saudaranya.” Kemudian turunlah ayat diatas.
Begitu juga dengan fitnah-menfitnah adalah perbuatan keji yang sangat tidak terpuji. Allah SWT telah secara jelas dan tegas menyebutkan bahwa fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan dan fitnah lebih besar dosanya daripada membunuh. Dan perbuatan ini merupakan suatu perilaku yang tidak dapat ditoleransi dalam ajaran Islam. Allah SWT memperingati dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan(seperti menyiksa, mendatangkan bencana, membunuh dan sebagainya) kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (Q.S. Al Buruj : 10)
Demikianlah bahaya yang muncul akibat adanya fitnah-menfitnah, Allah SWT telah menurunkan satu surat yang diawali dengan kutukan yang sangat keras terhadap setiap pengumpat dan pencela. Keseluruhan itu merupakan peringatan akan adanya hukuman yang keras atas kelakuan ghibah danbuhtan.
Oleh karena itu, seyogyanya bagi umat Islam untuk menjaga perkataanya agar tidak tergelincir untuk menceritakan kejelekan orang lain sehingga ia terjerumus dalam perbuatan gibah dan fitnah. Banyak orang yang beranggapan bahwa menceritakan kejelekan orang yang benar-benar dimilikinya adalah tidak apa-apa. Padahal itu adalah perbuatan gibah, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Rasulullah SAW, sedangkan apabila yang dibicarakan itu tidak benar, ia telah berdusta dan melakukan dosa besar, inilah yang dinamakan fitnah atau dikenal dalam ajaran Islam dengan sebutanbuhtan atau kebohongan. Seseorang telah tergelincir lisannya dengan menceritakan kejelekan orang lain, sesungguhnya telah berbuat dosa, sedangkan kejelekan orang yang diceritakannya akan berpindah kepadanya sementara kebaikannya akan berpindah kepada orang yang diceritakannya.
Selain itu, apabila orang yang diceritakannya tersebut mendengar bahwa kejelekannya diceritakan, tentu saja ia akan marah dan hal ini dapat menimbulkan silang sengketa, perselisihan, perpecahan bahkan permusuhan. Oleh karena itu, setiap muslim harus berusaha untuk tidak menceritakan kejelekan orang lain atau lebih baik diam. Hal ini akan lebih menyelamatkannya, baik di dunia maupun di akherat. Rasulullah SAW pernah bersabda : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berbicara yang baik atau lebih baik diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dan apabila mendengar seseorang yang melalukan gibah atau membicarakan hal-hal kotor lainnya tentang seseorang, hendaklah menghindar dari orang tersebut agar tidak terlibat dalam perbuatan tercela tersebut. Dan kalau mampu, tegurlah agar tidak membicarakan kejelekan orang lain.
Sebagaimana Allah SWT memperingati dalam firman-Nya :
“Dan apabila mereka mendengar Perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi Kami amal-amal Kami dan bagimu amal-amalmu, Kesejahteraan atas dirimu, Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil". (Q.S. Al Qashas :55)
Wallahu A’lam.
Semoga lisan kita di jaga oleh Allah SWT sehingga ucaoan kita tidak mengandung anasir yang sifatnya merendahkan puasa...