Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI
"Dan dari mana
saja engkau keluar (untuk shalat), maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram (Ka'bah), dan sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka'bah itu adalah benar
dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa
yang kamu lakukan." (QS. Al-Baqarah
: 149)
Memang shalat
tidak harus pas sekali arah kiblatnya, namun di era modern ini jika bisa pas
dan tepat, bukankah lebih utama. Dan jika melencengnya terlalu jauh, maka ini
akan berpengaruh pada SAH TIDAKNYA SHALAT.... harap diingat bahwa salah satu
syarat sah shalat ialah MENGHADAP KIBLAT....
Sekali lagi,
jika hanya melenceng sedikit tidak apa, namun jika bisa tepat / mendekati
mengapa tidak? Dan jika melenceng jauh maka akan berpengaruh pada sah /
tidaknya shalat.
Oleh karenanya,
Tidak ada kata terlambat! Sekalipun bulan-bulan ini bukan bulan penentuan arah
kiblat, tetapi tidak salah kalau saya mengingatkan kembali kepada semua muslim
dimana saja berada dengan pertanyaan berikut:
Apakah anda
yakin bahwa selama ini sudah shalat dengan arah kiblat yang benar, baik shalat
di rumah maupun di masjid?
Apa dasar dan
buktinya? Keyakinan harus diiringi dengan dasar dan bukti!
Pertanyaan
berikutnya: Bagaimana arah kiblat masjid anda dan apakah shaf shalatnya sudah
mengarah ke kiblat dengan benar?
Jika anda
shalat sunah di rumah, apakah anda sudah mengukur dengan benar arah kiblat
shalatnya?
Padahal menurut
hukum syariat, menghadap ke arah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau
badan seseorang menghadap ke arah Ka'bah yang terletak di Makkah yang merupakan
pusat tumpuan umat Islam bagi menyempurnakan ibadah-ibadah tertentu.
Jika arah shaf
shalat kita belum meyakinkan atau masih menyimpang, maka pertanyaan selanjutnya
adalah "Seberapa besarkah batas toleransi yang diperkenankan sehingga arah
hadap bangunan peribadatan ataupun seseorang dalam ibadahnya masih dapat
dikatakan ke arah yang tepat, yaitu ke arah Kabah di kota suci Mekah? "
Sebagai dasar pertimbangan berikut
ini pendapat terkait batas toleransi arah kiblat:
1.
Abidin et al. (2006) mengemukakan bahwa besarnya
toleransi arah kiblat tersebut adalah 37 km dari bangunan Kabah yang setara
dengan sudut simpangan sebesar 20 menit busur (1 menit busur = 1/60 derajat),
jadi 20 menit busur = 20/60 derajat = 0,3333 derajat.
2.
Sudibyo (2010) berdasarkan studi terhadap arah hadap
masjid Quba (masjid pertama umat Islam) yang melenceng sejauh 70 38’ dari
azimut kiblat yang diperoleh melalui perhitungan trigonometri bola menyarankan
nilai yang sedikit lebih besar, yaitu 45 km = 0,405405 derajat.
Menurut Sudibyo
bahwa arah hadap masjid Quba justru menunjuk ke sisi batas kiblat mengingat
kedudukan hadits (meliputi perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rasulullah
SAW) sebagai sumber hukum Islam ke dua setelah Al Quran.
Batas
penyimpangan yang diperkenankan:
Status kiblat
Indonesia adalah qiblat ijtihad. Perhitungan simpangan arah kiblat dengan
persamaan matematika tertentu bagi 497 ibu kota kabupaten / kota menunjukkan
nilai yang hampir sama, sekitar 0 derajat 24′. Jadi simpangan arah kiblat yang
diperkenankan atau ihtiyatul qiblat di Indonesia adalah 0 derajat 24′ atau
sekitar 0,4 derajat.
Pertanyaan apa yang
timbul setelah membaca keterangan singkat di atas? Tentu, bagaimana cara
menentukan arah kiblat yang mudah, bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja?
Atau konsultasi dengan pihak berwenang (KUA setempat)
“Baitullah ( Ka'bah )
adalah kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Haram
adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram (Makkah) dan Makkah
adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi Timur dan Barat dari umatku” (HR. Al-Baihaqi).
WALLAHU A’LAM
No comments:
Post a Comment