Monday, 3 April 2017

Arah Kiblatku Masih Belum Tepat

Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI 

"Dan dari mana saja engkau keluar (untuk shalat), maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka'bah), dan sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka'bah itu adalah benar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan." (QS. Al-Baqarah : 149)

Memang shalat tidak harus pas sekali arah kiblatnya, namun di era modern ini jika bisa pas dan tepat, bukankah lebih utama. Dan jika melencengnya terlalu jauh, maka ini akan berpengaruh pada SAH TIDAKNYA SHALAT.... harap diingat bahwa salah satu syarat sah shalat ialah MENGHADAP KIBLAT....
Sekali lagi, jika hanya melenceng sedikit tidak apa, namun jika bisa tepat / mendekati mengapa tidak? Dan jika melenceng jauh maka akan berpengaruh pada sah / tidaknya shalat.
Oleh karenanya, Tidak ada kata terlambat! Sekalipun bulan-bulan ini bukan bulan penentuan arah kiblat, tetapi tidak salah kalau saya mengingatkan kembali kepada semua muslim dimana saja berada dengan pertanyaan berikut:
Apakah anda yakin bahwa selama ini sudah shalat dengan arah kiblat yang benar, baik shalat di rumah maupun di masjid?
Apa dasar dan buktinya? Keyakinan harus diiringi dengan dasar dan bukti!
Pertanyaan berikutnya: Bagaimana arah kiblat masjid anda dan apakah shaf shalatnya sudah mengarah ke kiblat dengan benar?
Jika anda shalat sunah di rumah, apakah anda sudah mengukur dengan benar arah kiblat shalatnya?
Padahal menurut hukum syariat, menghadap ke arah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah Ka'bah yang terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat Islam bagi menyempurnakan ibadah-ibadah tertentu.
Jika arah shaf shalat kita belum meyakinkan atau masih menyimpang, maka pertanyaan selanjutnya adalah "Seberapa besarkah batas toleransi yang diperkenankan sehingga arah hadap bangunan peribadatan ataupun seseorang dalam ibadahnya masih dapat dikatakan ke arah yang tepat, yaitu ke arah Kabah di kota suci Mekah? "
Sebagai dasar pertimbangan berikut ini pendapat terkait batas toleransi arah kiblat:
1.    Abidin et al. (2006) mengemukakan bahwa besarnya toleransi arah kiblat tersebut adalah 37 km dari bangunan Kabah yang setara dengan sudut simpangan sebesar 20 menit busur (1 menit busur = 1/60 derajat), jadi 20 menit busur = 20/60 derajat = 0,3333 derajat.
2.    Sudibyo (2010) berdasarkan studi terhadap arah hadap masjid Quba (masjid pertama umat Islam) yang melenceng sejauh 70 38’ dari azimut kiblat yang diperoleh melalui perhitungan trigonometri bola menyarankan nilai yang sedikit lebih besar, yaitu 45 km = 0,405405 derajat.
Menurut Sudibyo bahwa arah hadap masjid Quba justru menunjuk ke sisi batas kiblat mengingat kedudukan hadits (meliputi perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rasulullah SAW) sebagai sumber hukum Islam ke dua setelah Al Quran.
Batas penyimpangan yang diperkenankan:
Status kiblat Indonesia adalah qiblat ijtihad. Perhitungan simpangan arah kiblat dengan persamaan matematika tertentu bagi 497 ibu kota kabupaten / kota menunjukkan nilai yang hampir sama, sekitar 0 derajat 24′. Jadi simpangan arah kiblat yang diperkenankan atau ihtiyatul qiblat di Indonesia adalah 0 derajat 24′ atau sekitar 0,4 derajat.
Pertanyaan apa yang timbul setelah membaca keterangan singkat di atas? Tentu, bagaimana cara menentukan arah kiblat yang mudah, bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja? Atau konsultasi dengan pihak berwenang (KUA setempat)
“Baitullah ( Ka'bah ) adalah kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram (Makkah) dan Makkah adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi Timur dan Barat dari umatku” (HR. Al-Baihaqi).

WALLAHU A’LAM

No comments:

Post a Comment