Oleh : Sugeng Widodo, S.HI
Pada hari Rabu Tanggal 4 September 2013 mendatang, masyarakat Provinsi Riau akan menyelenggarakan pesta demokrasi memilih pemimpin yang akan duduk di Lembaga Eksekutif Provinsi Riau. Gubenur sebagai pemimpin bangsa yang akan memimpin perjalanan perkembangan dan kemajuan Provinsi Riau dalam 5(lima) tahun ke depan. Para calon pemimpin yang akan duduk di lembaga eksekutif telah mengampanyekan diri sebagai pemimpin terbaik yang layak dipilih masyarakat untuk membawa Provinsi Riau maju dan makmur di masa depan.
Lalu bagaimanakah Islam memandang tentang Pemimpin dan Kepemimpinan, serta seperti apakah pemimpin yang baik itu ?
A. Pemimpin Dalam Pandangan Islam
Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin. Ini sejalandengan fungsi dan peran manusia di muka bumi sebagai khalifahtullah,yang diberi tugasuntuk senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman :”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Akuhendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkauhendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanyadan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkaudan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman : “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin (pelindung) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa yang berbuat demikian niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah.” (QS Ali Imran 28).
Dalam Islam pemimpin merupakan elemen yang sangat penting. Dalam terminologi Islam pemimpin biasanya disebut “imam” sedangkan hal yang menyangkut kepemerintahan disebut “imamah”. Urgensi seorang imam disebutkan dalam Alqur’an: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S. An Nisaa : 59)
Hakekat seorang pemimpin adalah “khilafatunnubuwah” atau menggantikan posisi kenabian dalam menata dan mengatur urusan negara dan keduniaan (tadbiiru al-dunya) beserta urusan agama (khirasatu al-dien) tentunya. Hal tersebut seperti didirikannya kekhalifahan “khulafaur rasyidin” setelah Rasulullah SAW. Pada dasarnya menjadi seorang pemimpin adalah suatu yang sangat berat tangung jawabnya. Artinya sesorang yang mencalonkan dirinya menjadi seorang pemimpi berarti telah harus siap memikul beban berat tersebut. Beban tersebut adalah tanggung jawab nya di sisi Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: ”Setiap pemimpin harus mempertanggung jawabkan (permasalahan) rakyatnya (di sisi Allah).”
B. Kriteria Pemimpin dalam Islam
Banyak sekali ayat al-Qur’an dan Hadis menyebutkan bagaimana hendaknya setiap orang yang Nabi katakan sebagai pemimpin baik bagi diri dan keluarganya, dan terlebih mereka yang menyatakan diri siap sebagai pemimpin bagi masyarakat, bersikapdan berperilaku dalam kehidupan mereka sehari-hari, yang secara garis besar di antaranya adalah:
- Mengajak Bertaqwa Kepada Allah
- Adil Kepada Semua Orang Dan Tidak Pandang Bulu
- Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
- Menjadi Suri Tauladan Yang Baik Bagi Masyarakat
- Mendorong Kerja Sama Dalam Memperjuangkan Kesejahteraan Bersama
- Mengukuhkan Tali Persaudaraan dan Kesatuan dan Persatuan
- Akomodatif, pemaaf, merangkul semua golongan dan mengedepankan musyawarah dalam setiap mengambil keputusan penting untuk masyarakat.
- Jujur dan amanah.
- Berwawasan Dan Berpengetahuan Luas dan Mencintai Ilmu Pengetahuan
- Teguh Pendirian, Tegar dan Sabar Dalam Menghadapi Ujian
C. Kewajiban memilih pemimpin.
Allah SWT berfirman : ““Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kalian”.(QS An Nisaa :59)
Di dalam redaksi surah tersebut, sebelum kata Allah dan Rasul-Nya didahului kata‘athi’u yang berarti taatilah, sedangkan sebelum kata ulil amri tidak disebutkan kata ‘athi’u. Menurut para mufassir itu merupakan isyarat bahwa ketaatan kepada ulil amri itu sangat ditentukan oleh bagaimana ketaatan pemimpin itu kepada Allah SWT dan RasulNya. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya bersifat mutlaqoh(tanpa syarat, sedangkan ketaatan kepada ulil amri bersifat muqayyadoh(bersyarat). Pada masalah yang sama Rasulullah SAW menetapkan sebuah kaidah ketaatan, dalam sabdanya: “la tha’atan lil makhluqin fi ma’shiyatil Khaliq”, artinya tiada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq (Allah SWT).
Dalam kaidah ushul fiqih disebutkan : “Hukum sarana itu mengikuti hukum tujuan,’ dan ‘Sesuatu yang tanpanya sesuatu yang wajib itu tidak sempurna, maka ia pun wajib.”
Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur, terpercaya, aktif dan aspiratif, mempunyai kemampuan, dan memperjuangkan kepentingan umat dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah yang sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat. Terkait dengan memilih pemimpin sebagai tujuan, maka Pemilu (yang menjadi sarananya) menjadi wajib juga. Saat kursi-kursi pemerintahan tidak diisi oleh seseorang yang ditangan kanannya Al Qur’an dan As Sunnah di tangan kirinya (juga dengan kapabilitas yang berkualitas), maka kita telah menyia-nyiakan kesempatan untuk mengisi sebanyak-banyak kebaikan bagi masyarakat.’ Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Apabila ia tidak sanggup, maka dengan lidahnya. Apabila ia tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan itulah iman yang paling lemah.” (HR Muslim)
Memilih pemimpin bukan hanya urusan dunia semata, melainkan harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Karenanya, menjadi kewajiban, terutama bagi kaum muslim, untuk memilih pemimpin dunia dan akhirat. Seluruh masyarakat mempunyai peran signifikan dalam menentukan siapa dan bagaimana sosok yang akan memimpin kita. Baik buruknya pemimpin yang akan memimpin kita, sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita menggunakan mata hati kita untuk melihat secara jernih dan berpandangan ke masa depan. Rasulullah SAW pernah mengingatkan bahwa ada dua macam pemimpin di dunia ini, yaitu pemimpin yang baik dan pemimpin yang jahat. Diriwiyatkan dari Hisyam bin Urwah dari Abi Shalih dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Akan memerintah setelahku sebuah pemerintahan. Pemimpin yang baik akan memerintah dengan baik dan pemimpin yang jahat akan memerintah dengan kejahatannya. Maka dengarkanlah dan patuhilah yang benar.’
Semoga Allah memberikan kepada kita pemimpin yang benar-benar amanah dan dalam mengambil kebijakan selalu mendahulukan kemaslahatan umat atau masyarakat yang dipimpinnya. Karena pada dasarnya kewajiban pemimpin kepada rakyatnya harus berdasarkan kemaslahatan umat sebagaimana kaidah fiqhiyyah “tasharruful imaami ‘ala ra’iyyatihi manuutun bil maslahah,” artinya pada dasarnya tasharruf atau kebijakan seorang pemimpin harus memperhatikan bagaimana kemaslahatannya bagi umat. Semoga Allah membuka mata hati kita untuk dapat melihat seobyektif mungkin dan memberi petunjuk siapa calon pemimpin yang layak dan ideal untuk memimpin kita menuju riau yang adil makmur, negeri yang cemerlang, gemilang dan terbilang dalam naungan rahmat Allah SWT. Amiii Ya Rabbal ‘Alamiiin.
Semoga Bermanfaat. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment