Oleh : Sugeng Widodo, S.HI
Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :
“Kamu tidak akan mendapat (balasan) kebaikan kecuali kamu membelanjakan dan mendermakan sebagian daripada apa yang kamu sayangi, dan sesuatu yang kamu dermakan itu, maka sesungguhnya Allah mengetahui akan dia.”
(Q.S. Ali Imran : 92)
Kita sekarang berada pada bulan Dzul Qa’dah bulan kesebelas dari bulan Qamariyah, satu dari empat bulan yang disebut dengan bulan-bulan haram اشهر الحرم dan satu dari tiga bulan haji yang disebut dengan أشهر معلومات di sebut Dzul Qa’dah. Pada bulan ini telah kita saksikan bersama persiapan dan pem-berangkatan para jemaah calon haji dari berbagai daerah dan negara. Kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan sejuta harapan telah tertanam di dalam lubuk hati mereka, manakala saudara-saudara kita tadi meninggalkan kampung halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah SWT melaksanakan kewajiban rukun Islam yang kelima yakni ibadah haji ke baitullah. Bagi kita yang tidak sedang menunaikan ibadah haji disyariatkan untuk menunaikan shalat Idul Adha dan penyembelihan hewan qurban. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an : “Sungguh Kami telah memberimu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah orang yang akan terputus.”
(Q.S. Al Kautsar: 1 – 3)
Berdasarkan ayat tersebut sebagian ulama’ berpendapat bahwa shalat ‘Idul Adh-ha dan menyembelih hewan qurban itu hukumnya adalah wajib, sebab ayat tersebut mengandung amar atau perintah, dimana kalau tidak ada nash lain yang menyatakan bahwa berqurban itu sunnah, maka dia wajib hukumnya. Tetapi Jumhur Ulama’ berpendapat hukumnya adalah sunah, yaitu sunah yang dianjurkan (dikuatkan) yang lebih besar pahalanya dari pada sunah biasa. Sekurang-kurangnya harus disadari oleh kaum muslimin bahwa derajat hukum qurban itu hampir mendekati hukum wajib. Bahkan Rasulullah SAW SAW telah menegaskan :”Barangsiapa yang mendapat kelapangan untuk berqurban, lalu ia tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami”.
(H.R. Ahmad dan Ibnu Majjah).
Hadits ini begitu keras. Nabi mengusir orang-orang yang bakhil yang tidak mau berqurban, sehingga mereka tidak diizinkan ikut shalat ‘Idul Adha bersama nabi, bahkan mendekat saja dengan tanah lapang (musholla) tempat nabi dan para sahabat shalat mereka tidak diizinkan.
Rasulullah SAW juga telah mengingatkan kita dalam haditsnya : ”Barangsiapa baginya ada kemampuan (lapang rezkinya) akan tetapi dia tidak mau berqurban, maka hendaklah ia mati dalam keadaan Yahudi atau Nasroni.”
Dalam hadits diatas memberikan pemahaman kepada kita bahwa meskipun berqurban itu bukan wajib, namun kita tidak boleh menyepelekannya. Karena bisa jadi kita yang tidak mau atau enggan berqurban padahal ada kemampuan, akan menemui kesengsaraan, mati dalam keadaan seperti orang yahudi atau orang Nasroni. Itulah sebabnya mengapa mazhab Hambali mengatakan ibadah qurban adalah fardhu hukumnya. Sementara dalam mazhab Imam Syafi’i ikutan kita hukumnya sunnah muakkad. Artinya, ibadah ini tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW seumur hidupnya.
Ibadah kurban merupakan upaya menghidupkan sunah para nabi Allah SWT dengan menyembelih sesuatu dari pemberian-Nya kepada manusia sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah dikarunia-Nya. Berkurban tidak sekedar mengalirkan darah binatang ternak, tidak hanya memotong hewan kurban, namun lebih dari itu. Berkurban berarti ketundu-kan total terhadap perintah-perintah Allah swt dan sikap menghin dar dari hal-hal yang dilarang-Nya. Berkurban adalah berarti wujud ketaatan dan peribadatan seseorang, dan karenanya seluruh sisi kehidupan seseorang bisa menjadi manifestasi sikap berkurban. Sebagai hamba janganlah kita berusaha mensiasati perintah Allah swt dengan kemauan sendiri yang menurutnya baik.
Berkurban juga berarti upaya menyembelih hawa nafsu dan memotong kemauan syahwat yang selalu menyuruh kepada kemunkaran dan kejahatan. Seandainya sikap ini dimiliki oleh umat Islam, subhanallah, umat Islam akan maju dalam segalanya. Betapa tidak, Bagi yang berprofesi sebagai guru, ia berkurban dengan ilmunya. Mengajar secara ikhlas, karena yakin apa yang ia lakukan imbalan terbaik adalah dari sisi Allah swt. Ilmu yang ia ajarkan adalah warisan kebaikan untuk kehidupan kekal diakhirat dan balasan lebih baik dari sisi Allah swt. Bila dia berprofesi sebagai Pengusaha, ia berkurban dengan bisnisnya yang fair dan halal.Ia berkeyakinan perniagaan yang untung adalah bila sesuai koridor syar’i, yakni dengan tidak melanggar aturan, apalagi memakan yang bukan haknya. Keberkahan dalam mencari rizki adalah yang menjadi keinginan yang utama dalam mendapatkan keutungan dalam bisnisnya. Bila dia berprofesi sebagai Politisi, ia berkurban demi kemaslahatan umum dan bukan kelompoknya. Tugasnya adalah membuat kebijakan publik yang menjamin terlaksananya aturan syariat dari Allah swt. Mengawal aktivitas eksekutif agar tetap pada tata aturan yang mengutamakan kemashlahatan ummat. Bila dia posisi sebagai Pemimpin, ia berkurban untuk kemajuan rakyat dan bangsanya. Memberi tauladan terhadap ketaatan aturan sehingga masyarakat ada proptotipe yang ditiru dalam melaksanakan aturan-aturan. Memberi pelayanan agar masyarakat umum bisa melaksanakan aktivitas kehidupan sehingga kekayaan alam bisa tereksplorasi dengan baik, roda kegiatan ekonomi bisa berjalan dengan lancar dan aman karena ada ayoman para pemimpinnya.
Pada hakekatnya berkurban adalah; Kita berani menyembelih kemauan pribadi yang bertentangan dengan kemauan diri atau kelompok, atau keinginan pribadi yang bertentangan dengan syariat. Dengan semangat ini, bentuk-bentuk kejahatan akan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan di bumi pertiwi ini. Biidznillah. Karena itu Allah swt menegaskan dalam firman-Nya, ”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Hajj : 37)
Semoga artikel singkat ini dapat menjadi renungan kita bersama dan kita dapat mengikuti keteladanan nabi Allah Ibrahim AS dan Ismail AS dalam naungan keridhaan Allah SWT serta qurban kita diterima Allah SWT. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Semoga Bermanfaat. Wallahu A'lam
No comments:
Post a Comment