Oleh : Sugeng Widodo, S.HI
Salah satu ciri ciri oarang yang bertaqwa adalah menunaikan zakat bagi setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan sesuai tuntunan ajaran Islam. Dalam hierarki rukun Islam, zakat menempati posisi ketiga setelah Shalat. Hal ini menunjukkan bahwa zakat memiliki kedudukan yang amat penting dalam Agama Islam.
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa ada tiga perintah yang selalu diiringi oleh perintah lain yang tidak dapat dipisahkan yaitu :
1. Taat kepada Allah SWT selalu diiringi dengan perintah untuk taat kepada
Rasulullah SAW.
2. Mendirikan shalat selalu diiringi dengan perintah untuk menunaikan zakat.
3. Syukur kepada Allah diiringi dengan berbakti kepada kedua orang tua.
Zakat sebagai salah satu ritual dalam Islam menyimpan beberapa dimensi yang sangat kompleks yakni dimensi transenden yang berarti ibadah mahdloh (hablum minallah) dan dimensi sosial sebagai upaya peningkatan kesejahteraan umat (hablum minannas).
ZAKAT SEBAGAI IBADAH (HABLUM MINALLAH)
Zakat dan salat merupakan dua ibadah yang menjadi perbuatan pokok bagi setiap muslim. Keduanya juga disebutkan tidak kurang dalam 32 ayat dalam Al Quran secara berurutan. Perintah Allah SWT berkenaan shalat hampir selalu dirangkaikan dengan perintah untuk menunaikan zakat. Karena memang antara keduanya memiliki tujuan yang sama yakni shalat bertujuan untuk membersihkan manusia dari dosa dan kotoran dengan amalan jasmaniah dan rohaniah, sedangkan zakat bertujuan untuk membersihkan dosa dan kotoran dengan amalan maliah (harta) sebagai rasa syukur terhadap nikmat harta. Di antaranya termaktub dalam firman Allah SWT :"Dan dirikanlah salat dan keluarkanlah zakat dan tunduklah bersama-sama orang yang tunduk".
(Q.S. Al Baqarah :43)
Pada ayat ini terdapat pula tiga macam perintah Allah yang ditujukan kepada Bani Israel, ialah:
- Agar mereka mendirikan salat, yaitu melaksanakan salat dengan cara yang sebaik-baiknya dengan melengkapi segala syarat-syarat dan rukun-rukunnya serta menjaga waktu-waktunya yang telah ditentukan dan menghadapkan seluruh hati kepada-Nya dengan tulus dan khusuk. Inilah jiwa dari ibadah salat. Adapun bentuk lahir dari pada ibadah salat ini adalah formalitas yang dapat berbeda-beda caranya menurut perbedaan agama, namun isi dan jiwanya tetap sama.
- Agar mereka menunaikan zakat, karena zakat itu merupakan salah satu dari pernyataan syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya dan menumbuhkan hubungan yang erat antar sesama manusia dan karena zakat itu merupakan pengorbanan harta benda untuk membantu fakir miskin. Dengan zakat itu pula dapat dilakukan kerja sama dan saling membantu dalam masyarakat, di mana orang-orang yang miskin memerlukan bantuan dari yang kaya dan sebaliknya, yang kaya pun memerlukan pertolongan orang-orang yang miskin. Dalam hubungan ini Rasulullah saw. telah bersabda:“Orang Mukmin terhadap mukmin yang lain tak obahnya seperti sebuah bangunan, masing-masing bagiannya saling menguatkan.” (HR Bukhari dan Muslim) .
- Agar mereka rukuk bersama orang-orang yang rukuk. Maksudnya ialah agar mereka masuk dalam jemaah kaum muslimin dan agar mendirikan salat sebagaimana mereka mengerjakannya. Jadi ayat ini menganjurkan untuk mendirikan salat dengan berjemaah yang merupakan perpaduan jiwa dalam bermunajat kepada Allah dan menumbuhkan hubungan yang erat antara sesama mukmin dan karena dalam kesempatan berjemaah itu mereka dapat pula mengadakan musyawarah sesudah beribadah, untuk merundingkan usaha-usaha yang akan mereka lakukan, baik untuk memperoleh sesuatu kebaikan, maupun untuk membendung malapetaka yang akan menimpa. Dalam hubungan ini Rasulullah pun telah bersabda: “Salat berjemaah itu lebih utama daripada salat sendirian dengan beda 27 derajat lebih tinggi daripada salat seorang diri". (HR Bukhari dan Muslim) Kita telah mengetahui, bahwa salat menurut agama Islam terdiri dari bermacam-macam gerakan jasmaniyah, seperti rukuk, sujud, iktidal dan sebagainya. Tetapi pada akhir ayat ini salat tersebut hanya diungkapkan dengan kata-kata "rukuk ini adalah untuk menekankan agar mereka menunaikan salat itu benar-benar seperti yang dikehendaki syariat Islam, seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw bukan salat menurut cara mereka dahulunya, yaitu salat tanpa rukuk.
ZAKAT SEBAGAI MISI SOSIAL (HABLUM MINANNAS)
Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(Q.S. At Taubah : 103)
Zakat mempunyai andil besar dalam menyebarkan keamanan dan kesentausaan di dalam masyarakat yakni mencabut kedengkian dari jiwa fakir miskin dan mensucikan hati orang-orang kaya dari kekikiran dan ketamakan harta(cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda) serta menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka. Konsep berbagi dengan sesama dalam syariat Islam disebut zakat, infak, dan shodaqah.
Selain membahagiakan mereka yang menjadi penerima dari ibadah sosial ini, zakat bisa memberdayakan mereka yang dhuafa. Kurangnya pemberdayaan ekonomi Umat Islam melalui pelaksanaan ibadah zakat disebabkan dua (2) hal yaitu :
1. Belum adanya kesadaran umat Islam dalam berzakat.
2. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat dan mekanisme pembayaran.
Dua hal inilah yang menyebabkan pelaksanaan ibadah zakat menjadi tergantung pada masing-masing individu yang pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat yang seharusnya memegang peranan penting dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar dalam pelaksanaannya ini menjadi lebih efektif dan efisien.
Menurut Yusuf Qardhawi seorang Ulama dari Mesir, zakat adalah sistem keuangan dan ekonomi umat Islam, yang sekaligus sistem sosial karena berusaha menyelamatkan masyarakat dari berbagai kelemahan. Zakat juga bisa disebut sistem moral karena ia bertujuan membersihkan jiwa dari kekikiran orang kaya dan menghilangkan jiwa hasud atau dengki orang yang tidak punya (miskin dan dhuafa). Bila kita menunaikan zakat, maka bisa disebut memiliki keimanan sekaligus menjalankan misi sosial agama Islam di muka bumi. Banyak pendapat, baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim, yang mengagumi indahnya konsepsi zakat sebagai pemecahan problematika sosial. Namun di Indonesia sendiri tak terlihat buktinya. Seandainya seluruh umat Islam melaksanakan ibadah sosial ini dengan baik, tentu tidak akan ditemukan lagi orang-orang yang hidupnya sengsara. Akan tetapi kebanyakan telah melalaikan kewajiban ini, sehingga nasib umat Islam sekarang ini lebih buruk dalam kehidupan ekonomi dan politiknya.
ANCAMAN BAGI ORANG YANG ENGGAN MENGELUARKAN ZAKAT.
Di dalam Al-Qur'an bayak sekali disebutkan tentang ancaman bagi orang-orang yang tidak menunaikan zakat. Para ulama juga banyak yang menjelaskan tentang ancaman bagi orang-orang yang tidak mau menginfakkan harta mereka diantarnya adalah : Firman Allah SWT : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, 'Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.'" (Q.S. At-Taubah: 34-35)
Para sahabat RA dan para ulama telah sepakat bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah zakat. Adapun adzab yang pedih sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut ditujukan bagi orang-orang yang tidak menunaikan zakat, sebagaimana telah dijelaskan dalam keterangan mengenai ayat tersebut. Dalam beberapa hadits Nabi saw. dijelaskan bahwa bentuk adzab yang disebutkan dalam ayat suci tersebut adalah bahwa hartanya akan dipanaskan lalu diseterikakan di dahi dan lambung orang tersebut. Inilah adzab bagi yang tidak menunaikan zakat. Semoga Allah dengan limpahan karunia-Nya menjaga kita dari adzab tersebut. Disentuh dengan kawat yang dipanaskan saja tentunya merupakan penderitaan yang tidak terperikan, apalagi jika harta itu dipanaskan kemudian diseterikakan kepada orang yang tidak mau membayar zakat, tentu sangat mengerikan. Bahkan dengan menyimpan emas dan perak selama beberapa hari saja, adzab yang akan ditimpakan kepadanya sangatlah pedih.
Firman Allah SWT : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah swt berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apayang kamu kerjakan."(Q.S. Ali 'Imran: 180).
Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa dikaruniai harta oleh Allah swt., tetapi tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari Kiamat nanti, harta tersebut akan berubah menjadi seekor ular yang dikalungkan di lehernya. Dan.ular tersebut akan berkata, 'Aku ini adalah hartamu, dan aku adalah harta simpananmu." Ketika seekor ular terlihat di dalam sebuah rumah, maka orang akan merasa takut masuk ke dalamnya dalam kegelapan. Akan tetapi, Rasulullah saw. telah bersabda bahwa apabila seseorang tidak membayar zakat atas hartanya, dan menyimpannya sebagai harta yang terpendam, maka pada hari Kiamat, harta tersebut akan berubah menjadi seekor ular yang melilit di lehernya. Apabila dalam sebuah rumah terdapat seekor ular, maka terdapat dua kemungkinan, yakni ular tersebut menyerang kita atau tidak menyerang kita. Akan tetapi, dalam keadaan seperti itu, orang pasti sudah merasa ketakutan, dan selalu waspada melihat di sekelilingnya, serta merasa khawatir kalau-kalau ular tersebut muncul dari lubang-lubang yang tidak diketahuinya. Sedangkan adzab bagi orang yang tidak membayar zakat, yakni berbentuk seekor ular yang melilit di leher merupakan sebuah kepastian.
Firman Allah SWT :“Sesungguhnya Qarun termasuk keluarga Nabi Musa a.s., maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sangat berat untuk dipikul oleh sejumlah orang-orang yang kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.’Dan carilah kepada apa yang telah dianugerahkan Allah swt. kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah swt. telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata, ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.’Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah swt. sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu mengenai dosa-dosa mereka.’ Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, ‘Alangkah senangnya sekiranya kita memiliki seperti apa yang telah dianugerahkan kepada Qarun. Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.’ Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu. ‘Kecelakaan yang besarlah bagimu. Pahala Allah swt. lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang bertaqwa.’ Maka, kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka, tidak ada baginya suatu golongan yang menolongnya dari adzab Allah swt.. Dan tidaklah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata,, ‘Benarlah Allah swt. melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya, dan menyempitkannya. Kalau Allah swt. tidak melimpahkan karunia-Nya kepada kita sekalian, benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Benarlah bahwa tidaklah beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah swt.).” (Q.S. Al-Qashash: 76-82).
Ibnu Abbas RA. berkata, “Qarun adalah keluarga Nabi Musa a.s.. Ia adalah saudara sepupu beliau a.s.. Ia sangat menguasai ilmu-ilmu (keduniaan), dan sangat iri kepada Nabi Musa a.s..” Nabi Musa a.s. telah memberitahukan kepada Qarun bahwa Allah swt. memerintahkan untuk mengambil zakat darinya. Akan tetapi, Qarun menolaknya. Kemudian ia berkata kepada orang-orang, “Musa ingin memakan harta kalian dengan mengatasnamakan zakat. Dia telah menyuruh mengerjakan shalat dan kalian menyanggupinya. Dia juga memberikan perintah-perintah yang lainnya dan kalian juga menyanggupinya. Sekarang, dia meminta zakat, dan kalian harus menyanggupinya. Padahal hal ini akan memberatkan kalian.” Orang-orang berkata, “Yang demikian itu sangatlah keterlaluan. Dapatkah engkau mengusulkan cara agar kita dapat terlepas dari perintah ini?” Qarun berkata, “Terpikir olehku bahwa seorang wanita nakal dapat kita peralat untuk menuduh Nabi Musa a.s. bahwa dirinya telah berzina dengannya.” Maka, orang-orang menyiapkan seorang wanita pelacur dengan imbalan yang banyak untuk menuduh Nabi Musa a.s. melakukan zina. Setelah wanita tersebut bersedia, Qarun berkata kepada Nabi Musa a.s. dan berkata kepada beliau a.s., “Setelah engkau kumpulkan seluruh kaum Bani Israil, aku usulkan agar engkau menyampaikan perintah-perintah yang telah Allah swt. turunkan kepadamu.” Mendengar usul tersebut, Nabi Musa a.s. merasa sangat senang, kemudian ia melaksanakan apa yang telah diusulkan oleh saudara sepupunya. Setelah semua Bani Israil berkumpul, ia mulai menyampaikan perintah-perintah yang datang dari Allah swt.. Nabi Musa a.s. berkata, “Aku diberi perintah untuk beribadah kepada Allah swt., tidak menyekutukan-Nya, menyambung tali silaturahmi dengan sanak saudaramu, dan sebagainya.” Di dalam rangkaian ceramahnya, beliau a.s. juga mengatakan bahwa apabila seorang laki-laki yang sudah beristri melakukan zina, maka hendaknya ia dirajam. Mendengar perkataan tersebut, orang-orang berkata, “Bagaimana seandainya yang melakukan zina itu adalah dirimu sendiri?” Nabi Musa a.s. berkata, “Seandainya aku sendiri yang berzina, maka aku pun harus dirajam.” Orang-orang berkata, “Kamu telah berzina.” Musa a.s. bertanya dengan penuh keheranan “Saya telah berzina?” Orang-orang berkata, “Benar, kamu telah berzina.” Sambil menjawab pertanyaan Nabi Musa a.s. tersebut, orang-orang memanggil wanita pelacur yang telah mereka persiapkan untuk mengatakan apa yang harus dikatakan tentang Nabi Musa a.s.. Mendengar pengakuan wanita tersebut, Nabi Musa a.s. memintanya untuk berbicara di atas sumpah. Wanita tersebut menjawab, “Karena kamu memintaku untuk berbicara di atas sumpah, maka sebenarnya mereka menjanjikan akan memberikan kepadaku sejumlah hadiah untuk membujukku agar mau menuduhmu di depan umum. Sebenarnya, engkau benar-benar bersih dari kejahatan itu.” Mendengar pengakuan wanita tersebut, Nabi Musa a.s. menjatuhkan dirinya, bersujud, dan menangis kepada Allah swt.. Dalam keadaan demikian, turunlah wahyu dari Allah swt., “Ya Musa, janganlah engkau menangis. Kami berikan kepadamu kekuasaan atas bumi agar kamu dapat mengadzab mereka. Perintahkanlah bumi sesuai yang engkau kehendaki.” Nabi Musa a.s. mengangkat kepala dari sujudnya, dan menyuruh bumi, “Telan mereka!” Baru saja bumi menelan mereka sampai pada lutut mereka, mereka memanggil-manggil Nabi Musa a.s. dengan rendah diri supaya dimaafkan. Tetapi Nabi Musa a.s. menyuruh bumi untuk menelan mereka lebih dalam lagi, sehingga mereka tenggelam sampai ke leher mereka. Mereka menjerit lebih keras, dan memanggil-manggil Nabi Musa a.s. agar memaafkan dosa-dosa mereka. Akan tetapi, sekali lagi Nabi Musa a.s. memerintahkan bumi agar menelan mereka semua. Maka, bumi pun menelan mereka semua. Demikianlah, semua orang yang memfitnah Nabi Musa a.s. habis ditelan bumi. Setelah itu, turunlah wahyu dari Allah swt. kepada Musa a.s., “Mereka memanggilmu berkali-kali dan meminta ampun kepadamu. Demi kemuliaan-Ku, jika saja mereka memanggil-Ku, dan memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan doa mereka.” Di dalam hadits lain Ibnu Abbas r.huma. mengatakan bahwa maksud ayat “dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari dunia” adalah agar kita beramal di dunia ini agar memperoleh pertolongan di akhirat. Mujahid rah.a. mengatakan bahwa ayat tersebut bermakna bahwa taat kepada Allah swt. di dunia ini akan mendapat pahala di akhirat kelak. Hasan r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud “jangan kamu lupakan bagianmu di dunia” adalah agar kita menyimpan kekayaan di dunia ini sekadar yang dapat memenuhi keperluan-keperluan kita, dan selebihnya kita kirimkan terlebih dahulu ke akhirat. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ia berkata, “Tahanlah bersamamu apa yang dapat mencukupimu untuk satu tahun, dan infakkan yang selebihnya untuk sedekah.”( Durrul-Mantsur ).
Wallahu A’lam. Semoga kita semua terbebas dari ancaman ini, dan semoga kisah ini dapat menjadi Ibroh bagi kita semua. Amiin Ya Rabbal ‘Alamiiin.
No comments:
Post a Comment