Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bagi umat Islam di seluruh penjuru, masjid merupakan
bagian yang terpenting dalam kehidupan masyarakatnya. Hampir dapat dikatakan
dimana ada komunitas Muslim, disitu ada masjid. Dengan demikian, masjid menjadi
pangkal tempat Muslim bertolak sekaligus pelabuhan tempatnya berlabuh. Masjid memiliki peran penting bagi umat muslim
secara khusus. Di samping sebagai tempat menunaikan solat berjamaah, masjid
juga menjadi pusat pengkajian ilmu-ilmu agama, untuk sarana belajar, tempat
berkumpul dan bertukar pengalaman, pusat kebudayaan Islam, pusat kaderisasi
umat, musyawarah desa dan sebagai basis kebangkitan dan perjuangan Islam.
Dalam perjalanan sejarahnya, masjid telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat, baik dalam segi bentuk bangunan maupun fungsi
dan perannya. Masjid mengalami puncak keemasannya pada masa kepemimpinan
Rasulullah yang kemudian dilanjutkan oleh khalifah setelahnya. Sejarah mencatat
tidak kurang dari 10 peranan yang telah diemban oleh masjid pada saat itu,
yaitu :
1.
Sebagai tempat ibadah
2.
Sebagai tempat konsultasi dan komunikasi
3.
Sebagai tempat pendidikan.
4.
Sebagai tempat santunan social.
5.
Sebagai tempat latihan militer dan persiapan
alat-alatnya
6.
Sebagai tempat pengobatan.
7.
Sebagai tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
8.
Sebagai aula dan tempat menerima tamu
9.
Tempat menawan tahanan
10.
Dan sebagai pusat penerangan dan pembelaan agama.
Belakangan waktu, pembangunan masjid di desa-desa
semakin menjamur terutama di Kecamatan Siak Kecil. Mulai dari kota-kota hingga
ke pelosok desa, masyarakat begitu antusias untuk membangun tempat ibadah mereka.
Hasilnya hingga saat ini masjid-masjid yang berdiri sudah sangat banyak dengan fisik
yang cukup menawan. Namun demikian, masalah kemudian muncul setelah masjid
selesai dibangun yakni jamaah yang tak pernah ramai berkunjung serta masyarakat
yang tak kunjung menunjukkan spiritualitas dengan adanya tempat ibadah
tersebut. Masjid kemudian menjadi bangunan megah yang sepi secara lahir dan
batin. Fungsi dan peran masjid terlihat makin melemah. Secara struktural, badan
kepengurusan masjid ada tapi kurang berfungsi, tidak menunjukkan kemajuan dibidang
kemakmuran jama’ah, hanya terlihat ramai saat shalat jum’at, Idul Fitri, Idul
Adha, dan hanya ada dua shaf pria dan dua shaf wanita pada saat shalat wajib,
padahal masyarakat yang berdomisili disini sangat banyak. Jika dilihat dari segi
kemasyarakatannya, daerah ini tidak kekurangan tokoh adat, tokoh masyarakat,
cendikiawan, sarjana, pemimpin-pemimpin organisasi kemasyarakatan dan
kepemudaan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa mereka belum mampu menggerakkan
potensi yang ada. Sebagian diantaranya lebih menonjolkan individual,
profesional, persaingan dan emosional yang akhirnya kesatuan arah untuk membina
masyarakat dalam memakmurkan fungsi masjid sulit dicapai.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penulis
tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Upaya Menghidupkan Kembali Peran dan Fungsi Masjid Sebagai Tempat
Ibadah Dan Perubahan Sosial”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.
Apa saja fungsi dan peran masjid pada masa Rasulullah
SAW dan masa kini ?
2.
Apa saja problematika dalam memakmurkan masjid ?
3.
Apa saja solusi problematika dalam memakmurkan masjid ?
C.
Tujuan Karya
Tulis / Karya Ilmiah
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka
karya tulis / karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui :
1.
Fungsi dan peran masjid pada masa Rasulullah SAW dan
masa kini.
2.
Problematika dalam memakmurkan masjid
3.
Solusi problematika dalam memakmurkan masjid
4.
Untuk memperdalam wawasan keilmuan mengenai problematika
dan solusi dalam memakmurkan masjid.
D.
Sistematika
Pembahasan.
Adapun sistematika pembahasan dalam karya tulis
ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I :
Merupakan bab pendahuluan yang berisikan ; latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat karya tulis /karya ilmiah dan sistematika pembahasan.
BAB II : Merupakan bab Pembahasan berisi tentang pengertian masjid,
fungsi dan peran masjid pada masa Rasulullah SAW dan masa kini, problematika
masjid, solusi problematika masjid.
BAB III : Merupakan bab penutup yang berisikan ; kesimpulan
& saran-saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Masjid
Dari segi bahasa, istilah masjid diambil dari akar
kata sajada-sujud yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat
dan takzim, artinya tempat sujud atau tempat menyembah Allah swt. Secara teknis
sujud (sujudun) adalah meletakkan kening ke tanah. Secara maknawi, jika kepada
Tuhan sujud mengandung arti menyem-bah, jika kepada selain Tuhan, sujud
mengandung arti hormat kepada sesuatu yang dipandang besar atau agung.
Sedangkan sajadah dari kata sajjadatun menga-ndung arti
tempat yang banyak dipergunakan untuk sujud, kemudian mengerucut artinya
menjadi selembar kain atau karpet yang dibuat khusus untuk salat orang per
orang. Dalam pengertian sehari-hari kita memaknai masjid sebagai suatu bangunan
yang berlantai, mempunyai atap dan tiang-tiang penyangga yang berfungsi sebagai
tempat ibadah, tempat kegiatan keagamaan dan sosial lainnya yang mencerminkan
kepatuhan kepada Sang Khaliq.
Masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan
arti khusus. Dalam artian umum, masjid adalah semua tempat yang digun-akan
untuk sujud dinamakan masjid. Setiap muslim boleh melakukan salat diwil-ayah manapun
terkecuali di atas kuburan di tempat-tempat najis dan tempat yang menurut
syariat islam tidak sesuai untuk dijadikan solat. Rassullullah saw bersabda: “Setiap bagian dari bumi Allah adalah tempat
sujud (masjid”) (HR. Muslim). Pada
hadis yang lain Pasululah bersabda pula: “Telah
dijadikan bagi kita bumi ini sebagai tempat sujud dan keadaannya bersih”. (HR. Muslim). Hadits yang yang lain
diriwayatkan oleh Bukhari: 323 dan selainnya dari Jabir bin Abdillah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku:
aku dimenangkan dengan perasaan takut yang menimpa musuhku dengan jarak sebulan
perjalanan, bumi dijadikan bagiku sebagai mesjid dan suci, siapa pun dari
umatku yang menjumpai waktu shalat maka shalatlah….” (HR.Bukhari)
Sedangkan dalam pengertian khusus, masjid adalah
tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama
salat berjamaah. Pengertian ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan
untuk salat Jum'at disebut Masjid Jami`. Karena salat Jum`at diikuti oleh orang
banyak maka masjid Jami` biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan
untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat
umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan
keperluan, disebut Musholla, artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla
terkadang diberi nama langgar atau surau.
Jika menengok sejarah Nabi, ada tujuh langkah
strategis yang dilakukan oleh Rasul dalam membangun masyarakat Madani di Madinah.
1)
Mendirikan Masjid,
2)
Mengikat persaudaraan antar komunitas muslim,
3)
Mengikat perjanjian dengan masyarakat non Muslim,
4)
Membangun sistem politik (syura),
5)
Meletakkan sistem dasar ekonomi,
6)
Membangun keteladanan pada elit masyarakat, dan
7)
Menjadikan ajaran Islam sebagai sistem nilai dalam masyarakat.
Ketika Nabi memilih membangun masjid sebagai langkah pertama
membangun masyarakat madani, konsep masjid bukan hanya sebagai tempat salat,
atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat (kabilah) tertentu, tetapi masjid
sebagai majlis untuk memotifisir atau mengendalikan seluruh masyarakat (Pusat Pengendalian
Masyarakat). Secara konsepsional masjid juga disebut sebagai Rumah Allah
(Baitullah) atau bahkan rumah masyarakat (bait al jami`).
B.
Fungsi
Masjid
B.1. Fungsi Masjid di Masa
Rasulullah SAW.
Masjid di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai
tempat penyaluran emosi religius semata ia telah dijadikan pusat aktivitas
umat. Hal-hal yg dapat direkam sejarah tentang fungsi masjid di antaranya
1)
Tempat latihan perang. Rasulullah saw mengizinkan
‘Aisyah menyaksikan dari belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih
menggunakan tombak mereka di Masjid Rasulullah pada hari raya.
2)
Balai pengobatan tentara muslim yang terluka. Sa’d bin Mu’adz
terluka ketika perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid.
3)
Tempat tinggal sahabat yang dirawat.
4)
Tempat menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada
Nabi saw beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat
perjamuan mereka.
5)
Tempat penahanan tawanan perang. Tsumamah bin Utsalah seorang
tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum
perkaranya diputuskan.
6)
Pengadilan. Rasulullah menggunakan masjid sebagai
tempat penyelesaian perselisihan di antara para sahabatnya.
7)
Selain hal-hal di atas masjid juga merupakan tempat
bernaungnya orang asing musafir dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian
dan kebutuhan lainnya. Di masjid Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi
penganggur mengajari yang tidak tahu menolong orang miskin mengajari tentang
kesehatan dan kemasyarakatan menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat menerima
utusan suku-suku dan negara-negara menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke
pelosok-pelosok negeri.
8)
Masjid Rasulullah saw adalah masjid yg berasaskan
taqwa. Maka jadilah masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa
dan raga. Menjadi tempat yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara
meraihnya. Menjadi tempat yg mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori.
Sebuah masjid yang telah mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba
terbaik di muka bumi.
Yang lebih strategis lagi, pada
zaman Rasul, masjid adalah pusat pengem-bangan masyarakat dimana setiap hari
masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai hal,
prinsip- prinsip keberagamaan, tentang sistem masyarakat baru, juga ayat-ayat
Qur'an yang baru turun. Di dalam masjid pula terjadi interaksi antar pemikiran
dan antar karakter manusia. Azan yang dikumandangkan lima kali sehari sangat
efektif mempertemukan masyarakat dalam membangun kebersamaan.
Bersamaan dengan perkembangan zaman,
terjadi ekses-ekses dimana bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam
pikiran dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan inspirasi
kepada Umar bin khattab untuk membangun fasilitas di dekat masjid, dimana
masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna ukhrawinya, sementara
untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih berdimensi duniawi, Umar membuat
ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya sehinga pada masa sejarah Islam
klassik (hingga sekarang), pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.
B.2. Fungsi Masjid di Masa Kini
Masjid dimasa kini memiliki fungsi dan peran yang
dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1).
Sebagai tempat beribadah, Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat
sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana
diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala
aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridha Allah, maka fungsi
Masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara
luas sesuai dengan ajaran Islam.
2).
Sebagai tempat menuntut ilmu, Masjid berfungsi sebagai tempat untuk
belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ain bagi umat
Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora,
keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.
3).
Sebagai tempat pembinaan jamaah, Dengan adanya umat Islam di sekitarnya,
Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan
umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Tamir
Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan dawah islamiyahnya. Sehingga
Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.
4). Sebagai pusat dawah dan
kebudayaan Islam, Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu
berdenyut untuk menyebarluaskan dawah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid
pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan dawah
dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid,
berperan sebagai sentra aktivitas dawah dan kebudayaan.
5). Sebagai pusat kaderisasi umat, Sebagai tempat
pembinaan jamaah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang
menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang
berganti. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di
Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman
Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Tamir Masjid beserta
kegiatannya.
6). Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam, Abad kelima
belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat Islam sebagai abad kebangkitan Islam.
Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban
dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilainilai agamanya. Islam
dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi,
politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk
diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan
dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek
kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.
7). Umat Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan
ini memerlukan peran Masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari Masjid
menuju masyarakat secara luas. Karena itu upaya aktualisasi fungsi dan peran
Masjid pada abad lima belas Hijriyah adalah sangat mendesak (urgent) dilakukan
umat Islam. Back to basic, Back to Masjid.
Di era kebangkitan umat saat ini.
fungsi dan peran masjid mulai diperhitungkan. Setidaknya ada empat fungsi dan
peran masjid dalam memanajemen potensi umat :
1)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Saal ini sumber daya
manusia menjadi salah satu ikon penting dari proses peletakan batu pertama
pembangunan umat. Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan
pendidikan dan pemberian pelatihan-pelatihan.
2)
Pusat Perekonomian Umat. Koperasi dikenal sebagai soko
guru perekonomian Indonesia. Namun dalam kenyataannya justru koperasi menjadi
barang yang tidak laku. Terlepas dari berbagai macam alasan mengenai koperasi,
tak ada salahnya bila masjid mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa
dampak positif bagi umat dilingkungannya.
3)
Pusat Penjaringan Potensi Umat. Masjid dengan jamaah
yang selalu hadir sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa
saja mencapai puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang jumlah-nya. Ini bisa
bermanfaat bagi berbagai macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik
ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya
secara santun.
4)
Pusat Kepustakaan. Perintah pertama Allah kepada Nabi Muhammad
adalah "membaca". Dan sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca,
dalam pengertian konseptual maupun kontekstual. Saat ini sedikit sekali
dijumpai dari kalangan yang dikategorisasikan sebagai golongan menengah pada
tataran intelektualnya (siswa, mahasiswa, bahkan dosen dan ustadz) mempunyai
hobi membaca.
Secara umum pengelolaan Masjid kita masih
memprihatinkan. Apa kiranya solusi yang bisa dicoba untuk ditawarkan dalam
mengaktualkan fungsi dan peran Masjid di era modern. Hal ini selayaknya perlu
kita pikirkan bersama agar Masjid dapat menjadi sentra aktivitas kehidupan umat
kembali sebagaimana telah ditauladankan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersama para sahabatnya.
Pada masa sekarang Masjid semakin perlu untuk
difungsikan, diperluas jangkauan aktivitas dan pelayanannya serta ditangani
dengan organisasi dan management yang baik. Tegasnya, perlu tindakan
mengaktualkan fungsi dan peran Masjid dengan memberi warna dan nafas modern.
$yJ¯RÎ) ãßJ÷èt yÉf»|¡tB «!$# ô`tB ÆtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# tP$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4q2¨9$# óOs9ur |·øs wÎ) ©!$# (
#|¤yèsù y7Í´¯»s9'ré& br& (#qçRqä3t z`ÏB úïÏtFôgßJø9$#
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka
merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
(QS Attaubah ayat 18).
Pengertian Masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kebudayaan
Islam telah memberi warna tersendiri bagi umat Islam modern. Tidaklah mengherankan
bila suatu saat, insya Allah, kita jumpai Masjid yang telah dikelola dengan
baik, terawat kebersihan, kesehatan dan keindahannya. Terorganisir dengan
management yang baik serta memiliki tempat-tempat pelayanan sosial seperti,
poliklinik, Taman Pendidikan Al Quraan, sekolah, madrasah diniyah, majelis
ta’lim dan lain sebagainya
C.
Peran Masjid
C.1. Masjid sebagai Sumber
Aktifitas
Peranan masjid tidak hanya menitik beratka pada
aktifitas akhirat saja tetapi mempadukan antara aktivitas ukhrawi dan aktivitas
duniawi. Dalam perkemba-ngannya yang terakhir, masjid mulai memperlihatkan
aktivitas oprasional menuju keragaman dan kesempurnaan kegiatan. Pada garis
besarnya oprasionalisasi masjid menyangkut:
a.
Aspek Hissiyah (bangunan)
Dalam masalah bangunan fisik masjid, islam tidak
menetukan dan mengturnya. Artinya umat islam diberikan kebebasan sepanjang bangunan
masjid itu berperan sebagai rumah ibadah dan pusat kegiatan jamaah/umat, bukan
hanya menitik beratkan kepada aspek kemegahan saja. Nabi bersabda : ”Masjid-masjid dibangun megah, tetapi sepi
dari pelaksanaan petunjuk Allah”. (HR.
Baihaqi)
b.
Aspek Maknawiyah (tujuan)
Pada masa Rasulullah, pembangunan masjid mempunyai dua tujuan,
yaitu:
1.
Masjid dibangun atas dasar taqwa dengan melibatkan
masjid sebagai pusat ibadah dan pusat pembinaan umat islam. Allah berfirman
dalam surat At-Taubah ayat 108 :
w óOà)s? ÏmÏù #Yt/r& 4
îÉfó¡yJ©9 }§Åcé& n?tã 3uqø)G9$# ô`ÏB ÉA¨rr& BQöqt ,ymr& br& tPqà)s? ÏmÏù 4
ÏmÏù ×A%y`Í cq7Ïtä br& (#rã£gsÜtGt 4
ª!$#ur =Ïtä úïÌÎdg©ÜßJø9$#
”Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu
selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid
Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di
dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (QS.
At-Taubah: 108)
2.
Masjid dibangun atas dasar permusuhan dan perpecahan dikalangan
umat dan sengaja untuk menghancurkan umat Islam. Allah berfirman dalam surat
At-Taubah ayat 107 :
úïÏ%©!$#ur (#räsªB$# #YÉfó¡tB #Y#uÅÑ #\øÿà2ur $K)Ìøÿs?ur ú÷üt/ úüÏZÏB÷sßJø9$# #Y$|¹öÎ)ur ô`yJÏj9 Uu%tn ©!$# ¼ã&s!qßuur `ÏB ã@ö6s% 4
£`àÿÎ=ósus9ur ÷bÎ) !$tR÷ur& wÎ) 4Óo_ó¡ßsø9$# (
ª!$#ur ßpkô¶t öNåk¨XÎ) cqç/É»s3s9
”Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orangorang yang
mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin),
untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta
menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.
mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain
kebaikan." dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah
pendusta (dalam sumpahnya)”. (QS.
At-Taubah: 107)
c.
Aspek Ijtima’iyah (segala kegiatan)
1.
Lembaga Dakwah
dan Bakti Sosial
Kegiatan dalam bidang dakwah dan bakti sosial dimiliki hapir oleh semua
masjid. Kegiatan dakwah bisa dilihat dalam bentuk
pengajian/tablig, diskusi, silaturahmi dan lain-lain. Kegiatan bakti sosialterwujud
dalam bentuk penyantunaan anak yatim, khitanan masal, zakat fitrah, pemotongan
hewan qurban dan lain-lain.
2.
Lembaga
Manajemen dan Dana
Pola masjid kita pada umumnya bercorak tradisional, hanya dibeberapa
masjid tertentu manajemen masjid dapat dilaksanakan secara propesional.
3.
Lembaga
Pengelola dan Jamaah
Antara pengelola dan jamaah terjalin ikatan yang tidak dapat dipisahkandari
kegiatan masjid. Kedua komponen ini merupakan pilar utama yang memungkinkan
berlangsungnya beraneka kegiatan masjid. Allah berfirman dalam surat Al-Jin
ayat 18 :
¨br&ur yÉf»|¡yJø9$# ¬! xsù (#qããôs? yìtB «!$# #Ytnr&
“Dan Sesungguhnya
mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. (QS. Al-Jin:18)
C.2. Masjid dalam Arus Informasi
Modern
Islam sebagai agama universan (Kaffah atau menyeluruh)ditaqdirkan
sesuai dengan tepat dan jaman, ia sempurna sebagai sumber dari segala sumber
nilai. Dewasa ini kita memasuki era globalosasi. Era yang ditandai dengan
gencarnya pembangunan menyeluruh dan pemamfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek), dengan arus informasi sebagai acuan utamanya.
Dampak negatif globalisasi sudah banyak kita rasakan contohnya
mempermudah penyusupan budaya asing praktik gaya hidup bebas yang mengakibatkan
krisis moral, lenyapnya rasa gotong royong dan silaturahmi dan lain-lain. Pada
sisi lain ia menghembuskan dampak fositif berupa kesanggupan melahirkan masyarakat
yang kreatif, baik itu krearif dalam berfikir maupun dalam hal berkarya.
Jelasnya manusia bisa mengaktifkan potensi insani dan alaminya. Bagi masjid
dampak fositif ini berarti kesnaggupan meningkatkan wawasan yang luas dan jauh
ke depan. Dengan bekal tersebut setidaknya ada kesiapan dalam mengambil tindakan
ataupun langkah yang tepat dan cepat.
D.
Problematika
Masjid
Secara umum ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam
pengelo-laan masjid-masjid zaman sekarang. Pertama pengelolaan masjid secara
konven-sional. Gerak dan ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-dimesi
vertikal saja sedang dimensidimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari
masjid. Indikasi tipe pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak
digunakan kecuali untuk shalat jamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat. Bahkan
terkadang jamaah pun hanya tiga waktu; Maghrib Isya’ dan Shubuh. Tipe lainnya
adalah pengelolaan masjid yang melewati batasan syara’.
Biasanya mereka berdalih untuk memberi penekanan pada
fungsi sosial masjid tetapi mereka kebablasan. Maka diselenggarakanlah berbagai
acara menyimpang di masjid. Misalnya pesta pernikahan dengan pentas musik atau
tarian perayaan hari-hari besar Islam dengan ragam acara yang tak pantas diselenggarakan
di masjid dan sebagainya. Mereka lebih mengutamakan dimensi sosial -yang
ironinya menabrak syari’at Islam- dan tidak mengabaikan fungsi masjid sebagai
sarana ibadah dalam arti luas.
Belum lagi tiap masjid akan mempunyai masalah
tersendiri yang berbeda dari masjid lainnya. Misalnya masjid kurang terurus jarangnya
pengurus dan jamaah sekitarnya yang shalat ke masjid terjadinya perselisihan
antar pengurus dalam menentukan kebijaksanaan masjid yang tidak lagi buka 24
jam dan lain sebagainya. Nampaknya faktor internallah yang menjadi penyebab utama
terbengkalainya rumah-rumah Allah tersebut.
Beberapa kendala yang ditemukan dalam upaya
menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan umat dan pengembanagn risalah. kendala
ini tidak terjadi begitu saja tanpa penyebab, baik akibat kesalahan umat kita
maupun akibat faktor luar diluar control dan jangkauan kita. Beberapa penyebab
dapat dikemukaakan sebagai berikut:
1.
Perbedaan
Pandangan
Polalirasi umat islam akibat pertikaian politik baik aliran politik zaman
mengakibatkan masjid menjadi salah satu penyebab perbedaan “kami dan kamu”.
Sehingga masjid di Indonesia membuat pengelompokan sendiri ada masjid
muhamadiyah, masjid NU, masjid Alwashiliyah, masjid persisi dan lain lain. Yang
lebih aneh lagi dalam suatu kampung tidak jarang yang memiliki dua atau tiga
buah masjid. Keadaan ini menimbulkan pemborosan energy ummat islam dalam
membangun masjid dengan dan investasi yang begitu besar, pemborosan karena
biaya pengelolaan yang perlu ditanggung, terkurasnya kekayaan umat,
berkurangnya pengembang-an ide, akhirnya timbul konflik sehingga kekuatan umat
islam terbagi menjadi lebih kecil dan akhirnya melemah dan bermuara pada
kelemahan umat islam secara keseluruhan. Kemungkinan besar pola ini merupakan
kesenjangan dan merupakan strategi rapi dari kalangan penjajah sejak dulu
dengan “devide et ampera" atau menguasai umat islam dan menghancurkannya dari
dalam.
2.
Politis
3.
Faktor Ekonomi
Tingkat kesejahteraan ekonomi ummat yang masih bergelut dengan kemiskinan
juga merupakan kendala pengembangan masjid sebagai pusat kebudayaan ibadah
4.
Faktor Keahlian
Tingkat intelektualitas dan keakhlian rata-rata ummat islam pada awalnya
memang cukup menyedihkan, sehingga tidak terfikir bagaimana sebaiknya mengelola
masjid secara professional.
5.
Ketiadaan
Perencanaan
Tidak adanya konsep manajemen termasuk konsep perencanaan tentang fungsi
masjid juga mengurangi optimalisasi masjid.
6.
Jamaah dan
Struktur Organisasi
Sulit kadangkala mengidentifikasi siapa pemilik dan penguasa masjid jugan
dapat menjadi kendala. Setiap orang merasa ikut memiliki masjid, pada saat yang
sama setiap orang merasa tidak bertangggung jawab pada masjid. Keadaan ini menimbulkan
kesulitan dan menentukan siapa mengtur siapa dan siapa yang harus kita dengar.
7.
Pemahaman Fiqih
Bebera pendapat yang sangat ketat tentang masjid pada masa lalu seperti
banyaknya yang tidak boleh daripada yang boleh. Seperti tidak boleh hiburan, tidak
boleh rebut, anak-anak tidak boleh dibawa kemasjid, tidak boleh pemuda
main-main dimasjid. Sehingga masjid dibiarkan sendiri sebagai pusat ibadah
saja, dan tempat yang soleh saja.
8.
Pengetahuan Umat
Kurangnya pengetahuan pada konsep islam, khususnya tentang bagaimana
peranan masjid dalam membangun umat, menimbulkan keengganan dalam memenej
masjid.
9.
Dominasi Ulama
Aggapan yang salah dalam mengurus masjid juga memberikan andilnya. Ada
anggapan yang menyatakan masjid hanya boleh diurus oleh para kyai atau mereka
yang menguasai agama, sehingga mereka yang mempunyai potensi dan kemauan tetapi
bukan ulama tidak berani tampil.
Selain yang di atas ada juga problematika masjid yang lain yaitu:
1.
Pengurus Tertutup
Pengurus dengan corak kepemimpinan tetutup biasanya tidak peduli terhadap
apresiasi jamaahnya. Mereka mengaggap diri lebih tahu dan bersikap masa bodoh
atas usulan dan pendapat. Apabila pengurus berwatak seperti ini sangat riskan
mengharapkan masjid yang maju dan makmur sesuai dengan fungsinya.
2.
Jemaah Pasif
Dalam pembangunan ataupun dalm pelaksanaan
kegiatan-kegiatan masjid, dukungan dan partisifasi dari jamaah sangat
diharapkan. Dinamika sebuah masjid hanya terjadi aktif mau peduli, mau berbagi,
ringan langkahnya dan sudi berderma. Kebanyakan jamaah pasif cederung tidak
menyimak khutbah khotib ketika salat jum’at. Mereka malah tidur di masjid;
suatu pemandangan meyedihkan tetapi kerap kita jumpai.
3.
Berpihak pada Satu Golongan atau Paham
Pengurus masjid yang dalam melaksanakan tugas pembangunan ataw kegiatan
pelaksanaan ibadah memihak satu golongan atau paham akan mengakibatkan jemaah
itu pasif. Menolak sikap / paham golongan yang kebetulan tidak sehaluan,
disamping tidak memperlihatkan jiwa besar, juga akan menjadikan kegiatan masjid
kehilangan gairah.
4.
Kegiatan Kurang
Memfungsikan masjid semata-mata sebagai ibadah solat jum’at otomatis
menisbikan inisiatif untuk menggelorakan kegiatankegiatan lain. Masjid hanya
ramai dalam seminggu, di luar jadwal itu barangkali hanya para musafir yang
dating untuk salat dan beristirahat. Masjid seperti ini namanya tetap masjid
tapi sugguh jauh dari status maju apalagi makmur. Masjid “nganggur” semacam ini
memerlukan suntikan program untuk lebih berfungsi.
5.
Tempat Wudhu Kotor
Kurangnya pemeliharaan mengakibatkan masjid kotor dan rusak. Bila tepat
mengambil air wudlu dan Wc-nya kurang dirawat dan dibersihkan, dari situ
meruyak bau yang menyengat. Bau tidak sedap itu dapat menganggu orang-orang
yang hendak beribadah di masjid.
E.
Solusi
Problematika Masjid
Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah masjid
seperti dahulu-kala memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Modal
utamanya adalah niat yang ikhlas karena Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan
dalam berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari
dalam maupun dari luar. Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria
yang amat mendasar yang harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya
risalah masjid.
$yJ¯RÎ) ãßJ÷èt yÉf»|¡tB «!$# ô`tB ÆtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# tP$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4q2¨9$# óOs9ur |·øs wÎ) ©!$# (
#|¤yèsù y7Í´¯»s9'ré& br& (#qçRqä3t z`ÏB úïÏtFôgßJø9$#
“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah
ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain
kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk”.
(QS
Attaubah ayat 18).
Merupakan satu langkah mundur jika kepengurusan
masjid diserahkan kepada orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas.
Karena itu menggali dan mengkaji kembali perjalanan sejarah masjid-masjid pada
masa Rasulullah dan generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik untuk
merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya tidak memilih para pengurus masjid
kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam.
Ramainya jamaah barometer umum makmurnya sebuah masjid
Setiap pengurus masjid hendaknya memulai dalam mengembalikan fungsi masjid dgn
menggalakkan kegiatan shalat jamaah lima waktu. Hal itu misalnya dengan
terlebih dahulu memahamkan pentingnya shalat berjamaah.
Ibnu Mas’ud berkata “Dan tidaklah seorang laki-laki berwudhu kemudian ia membaikkan
wudhunya lalu menuju ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah
menulis tiap langkah yg ia langkahkan satu kebaikan untuknya dan Allah meninggikannya
satu derajat serta menghapuskan satu keburukannya karenanya. Dan sesungguhnya
kita telah menyaksikan bahwa tidaklah meninggalkan kecuali seorang munafik yg
tampak jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya dahulu ada seorang laki-laki yg
dipapah oleh dua orang kemudian ia diberdirikan di dalam shaf”.
Dari sini lalu dirutinkan kegiatan ta’lim dan
kegiatan-kegiatan sosial lainnya sehingga lambat laun masjid kembali menjadi
pusat pembinaan masyarakat Islam.
Setiap problematika yang mucul perlu diatasi sesuai
dengan keadaan dan kemampuan pengurus dan jemaah masjid. Tentu saja tidak
semuanya dapat diatasi, tetapi niscaya ada yang dapat diatasi dengan baik
dengan mendahulukan yang lebih patut. Problematika yang muncul tidak boleh
dibiarkan berlarut sehingga menimbulkan keadaannya semakin parah dan berat.
Diantara cara mengatasi problematika yang dihadapi masjid adalah sebagai
berikut:
1.
Musyawarah
Dalam mengatasi problematiak masjid, antara pengurus dan jemaah mesjid
perlu untuk senantiasa melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini diharapkan
berbagai pemikiran dan pendangan dapat dikemukakan dalam rangka mencari
alternatif pemecahan yang baik. Berbagai kegiatan masjid akan berjalan dengan
baik dan lancar apabila dimusyawarahkan dan dilaksanakan secara bersamasama.
2.
Keterbukaan
Pengurus masjid harus bersifat terbuka dan memiliki keterbukaan. Dengan
attitude begini, mereka memiliki kekuatan untuk menggerakan jamaahnya. Jamaah
pun akan merasa ikhlas menyumbangkan pemikiran, senang turut melaksanakan
berbagai kegiatan, dan terlibat dalam mengatasi problematika masjid.interaksi
yang demikian akan memajukan dan memakmurkan masjid.
3.
Kerja sama
Hubungan dan kerjasama ppengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam
mengatasi berbagai problematika masjid. Tanpa kerjasama masalah tetap tinggal
masalah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa, yang
dimaksud masjid adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus kaum muslimin
(orang islam) untuk menjalankan ibadah kepada Allah swt, terutama salat
berjamaah. Mengingat telah bergesernya peran dan fungsi masjid, maka optimalisasi
fungsi masjid harus segera dilakukan. Optimalisasi fungsi masjid, baik pada
tingkat Intensifikasi maupun ekstensifikasi, pada gilirannya dapat bermanfaat
bagi pembinaan masyarakat, bukan saja dalam aspek kegiatan ibadah mual tapi
juga bagi pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan-wawasan
lainnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Isyarat teologis yang
menyatakan bahwa masjid itu adalah Rumah Tuhan sesungguhnya memberikan makna
bahwa masjid tidak lagi mengikat individu sebagai sosok pemiliknya, lapi merupakan
gambaran ko-lektifitas yang terikat pada semangat ketuhanan yang universal.
Pola pembinaan umat yang dilakukan Rasulullah yang berbasis di masjid hingga
kini diikuti oleh pengurus dan pengelola masjid di seluruh dunia, termasuk di
tanah air.
B.
Saran-saran
Berdasarkan hasil karya tulis ilmiah yang telah
dibuat tersebut, maka ada beberapa saran yang perlu penulis kemukakan sebagai
penutup dari pembahasan karya tulis ilmiah ini, antara lain :
1.
Setiap pengurus Hendaknya bersikaap terbuka daan
transparan kepada jamaah baik kebijakan dalam pembangunan masjid, pengimarahan
dan penggunaan dana masjid.
2.
Perlu adanya musyawarah dari berbagai pihak untuk
mengatasi problematika dalam memakmurkan masjid-masjid yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Ayub, Moh.E. Mukhsin MK. Ramlan Marjoned. 2001. Manajemen Masjid; Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus. (Jakarta: Gema
Insani Press)
Departemen Agama RI, Al Qur’an
dan Terjemahannya, (Jakarta : CV Indah Press, 1999)
Harahap, Sofyan Syarfi. 1993. Manajemen
Masjid; Suatu Pendekatan Teoritis dan Organisatoris. (Yogyakarta: PT Dana Bakti
Wakaf)
No comments:
Post a Comment