Tuesday, 23 April 2019

Upaya Menghidupkan Kembali Peran dan Fungsi Masjid Sebagai Tempat Ibadah Dan Perubahan Sosial

Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI






BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang Masalah
Bagi umat Islam di seluruh penjuru, masjid merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan masyarakatnya. Hampir dapat dikatakan dimana ada komunitas Muslim, disitu ada masjid. Dengan demikian, masjid menjadi pangkal tempat Muslim bertolak sekaligus pelabuhan tempatnya berlabuh.  Masjid memiliki peran penting bagi umat muslim secara khusus. Di samping sebagai tempat menunaikan solat berjamaah, masjid juga menjadi pusat pengkajian ilmu-ilmu agama, untuk sarana belajar, tempat berkumpul dan bertukar pengalaman, pusat kebudayaan Islam, pusat kaderisasi umat, musyawarah desa dan sebagai basis kebangkitan dan perjuangan Islam.
Dalam perjalanan sejarahnya, masjid telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dalam segi bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya. Masjid mengalami puncak keemasannya pada masa kepemimpinan Rasulullah yang kemudian dilanjutkan oleh khalifah setelahnya. Sejarah mencatat tidak kurang dari 10 peranan yang telah diemban oleh masjid pada saat itu, yaitu :
1.        Sebagai tempat ibadah
2.        Sebagai tempat konsultasi dan komunikasi
3.        Sebagai tempat pendidikan.
4.        Sebagai tempat santunan social.
5.        Sebagai tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya
6.        Sebagai tempat pengobatan.
7.        Sebagai tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
8.        Sebagai aula dan tempat menerima tamu
9.        Tempat menawan tahanan
10.    Dan sebagai pusat penerangan dan pembelaan agama.
Belakangan waktu, pembangunan masjid di desa-desa semakin menjamur terutama di Kecamatan Siak Kecil. Mulai dari kota-kota hingga ke pelosok desa, masyarakat begitu antusias untuk membangun tempat ibadah mereka. Hasilnya hingga saat ini masjid-masjid yang berdiri sudah sangat banyak dengan fisik yang cukup menawan. Namun demikian, masalah kemudian muncul setelah masjid selesai dibangun yakni jamaah yang tak pernah ramai berkunjung serta masyarakat yang tak kunjung menunjukkan spiritualitas dengan adanya tempat ibadah tersebut. Masjid kemudian menjadi bangunan megah yang sepi secara lahir dan batin. Fungsi dan peran masjid terlihat makin melemah. Secara struktural, badan kepengurusan masjid ada tapi kurang berfungsi, tidak menunjukkan kemajuan dibidang kemakmuran jama’ah, hanya terlihat ramai saat shalat jum’at, Idul Fitri, Idul Adha, dan hanya ada dua shaf pria dan dua shaf wanita pada saat shalat wajib, padahal masyarakat yang berdomisili disini sangat banyak. Jika dilihat dari segi kemasyarakatannya, daerah ini tidak kekurangan tokoh adat, tokoh masyarakat, cendikiawan, sarjana, pemimpin-pemimpin organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa mereka belum mampu menggerakkan potensi yang ada. Sebagian diantaranya lebih menonjolkan individual, profesional, persaingan dan emosional yang akhirnya kesatuan arah untuk membina masyarakat dalam memakmurkan fungsi masjid sulit dicapai.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Upaya Menghidupkan Kembali Peran dan Fungsi Masjid Sebagai Tempat Ibadah Dan Perubahan Sosial”.

B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.        Apa saja fungsi dan peran masjid pada masa Rasulullah SAW dan masa kini ?
2.        Apa saja problematika dalam memakmurkan masjid ?
3.        Apa saja solusi problematika dalam memakmurkan masjid ?

C.           Tujuan Karya Tulis / Karya Ilmiah
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka karya tulis / karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui :
1.        Fungsi dan peran masjid pada masa Rasulullah SAW dan masa kini.
2.        Problematika dalam memakmurkan masjid
3.        Solusi problematika dalam memakmurkan masjid
4.        Untuk memperdalam wawasan keilmuan mengenai problematika dan solusi dalam memakmurkan masjid.

D.           Sistematika Pembahasan.
Adapun sistematika pembahasan dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I        : Merupakan bab pendahuluan yang berisikan ; latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat karya tulis /karya ilmiah dan sistematika pembahasan.
BAB II      : Merupakan bab Pembahasan berisi tentang pengertian masjid, fungsi dan peran masjid pada masa Rasulullah SAW dan masa kini, problematika masjid, solusi problematika masjid.
BAB III     : Merupakan bab penutup yang berisikan ; kesimpulan & saran-saran.



BAB II
PEMBAHASAN


A.           Pengertian Masjid
Dari segi bahasa, istilah masjid diambil dari akar kata sajada-sujud yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim, artinya tempat sujud atau tempat menyembah Allah swt. Secara teknis sujud (sujudun) adalah meletakkan kening ke tanah. Secara maknawi, jika kepada Tuhan sujud mengandung arti menyem-bah, jika kepada selain Tuhan, sujud mengandung arti hormat kepada sesuatu yang dipandang besar atau agung.
Sedangkan sajadah dari kata sajjadatun menga-ndung arti tempat yang banyak dipergunakan untuk sujud, kemudian mengerucut artinya menjadi selembar kain atau karpet yang dibuat khusus untuk salat orang per orang. Dalam pengertian sehari-hari kita memaknai masjid sebagai suatu bangunan yang berlantai, mempunyai atap dan tiang-tiang penyangga yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat kegiatan keagamaan dan sosial lainnya yang mencerminkan kepatuhan kepada Sang Khaliq.
Masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. Dalam artian umum, masjid adalah semua tempat yang digun-akan untuk sujud dinamakan masjid. Setiap muslim boleh melakukan salat diwil-ayah manapun terkecuali di atas kuburan di tempat-tempat najis dan tempat yang menurut syariat islam tidak sesuai untuk dijadikan solat.  Rassullullah saw bersabda: “Setiap bagian dari bumi Allah adalah tempat sujud (masjid”) (HR. Muslim). Pada hadis yang lain Pasululah bersabda pula: “Telah dijadikan bagi kita bumi ini sebagai tempat sujud dan keadaannya bersih”. (HR. Muslim). Hadits yang yang lain diriwayatkan oleh Bukhari: 323 dan selainnya dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku: aku dimenangkan dengan perasaan takut yang menimpa musuhku dengan jarak sebulan perjalanan, bumi dijadikan bagiku sebagai mesjid dan suci, siapa pun dari umatku yang menjumpai waktu shalat maka shalatlah….” (HR.Bukhari)
Sedangkan dalam pengertian khusus, masjid adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama salat berjamaah. Pengertian ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk salat Jum'at disebut Masjid Jami`. Karena salat Jum`at diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami` biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut Musholla, artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama langgar atau surau.
Jika menengok sejarah Nabi, ada tujuh langkah strategis yang dilakukan oleh Rasul dalam membangun masyarakat Madani di Madinah.
1)        Mendirikan Masjid,
2)        Mengikat persaudaraan antar komunitas muslim,
3)        Mengikat perjanjian dengan masyarakat non Muslim,
4)        Membangun sistem politik (syura),
5)        Meletakkan sistem dasar ekonomi,
6)        Membangun keteladanan pada elit masyarakat, dan
7)        Menjadikan ajaran Islam sebagai sistem nilai dalam masyarakat.
Ketika Nabi memilih membangun masjid sebagai langkah pertama membangun masyarakat madani, konsep masjid bukan hanya sebagai tempat salat, atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat (kabilah) tertentu, tetapi masjid sebagai majlis untuk memotifisir atau mengendalikan seluruh masyarakat (Pusat Pengendalian Masyarakat). Secara konsepsional masjid juga disebut sebagai Rumah Allah (Baitullah) atau bahkan rumah masyarakat (bait al jami`).



B.            Fungsi Masjid
B.1. Fungsi Masjid di Masa Rasulullah SAW.
Masjid di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religius semata ia telah dijadikan pusat aktivitas umat. Hal-hal yg dapat direkam sejarah tentang fungsi masjid di antaranya
1)        Tempat latihan perang. Rasulullah saw mengizinkan ‘Aisyah menyaksikan dari belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan tombak mereka di Masjid Rasulullah pada hari raya.
2)        Balai pengobatan tentara muslim yang terluka. Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid.
3)        Tempat tinggal sahabat yang dirawat.
4)        Tempat menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka.
5)        Tempat penahanan tawanan perang. Tsumamah bin Utsalah seorang tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya diputuskan.
6)        Pengadilan. Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di antara para sahabatnya.
7)        Selain hal-hal di atas masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing musafir dan tunawisma.  Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian dan kebutuhan lainnya. Di masjid Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur mengajari yang tidak tahu menolong orang miskin mengajari tentang kesehatan dan kemasyarakatan menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat menerima utusan suku-suku dan negara-negara menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke pelosok-pelosok negeri.
8)        Masjid Rasulullah saw adalah masjid yg berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa dan raga. Menjadi tempat yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya. Menjadi tempat yg mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori. Sebuah masjid yang telah mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba terbaik di muka bumi.
Yang lebih strategis lagi, pada zaman Rasul, masjid adalah pusat pengem-bangan masyarakat dimana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai hal, prinsip- prinsip keberagamaan, tentang sistem masyarakat baru, juga ayat-ayat Qur'an yang baru turun. Di dalam masjid pula terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan yang dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam membangun kebersamaan.
Bersamaan dengan perkembangan zaman, terjadi ekses-ekses dimana bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam pikiran dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan inspirasi kepada Umar bin khattab untuk membangun fasilitas di dekat masjid, dimana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih berdimensi duniawi, Umar membuat ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya sehinga pada masa sejarah Islam klassik (hingga sekarang), pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.
B.2. Fungsi Masjid di Masa Kini
Masjid dimasa kini memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1).  Sebagai tempat beribadah, Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridha Allah, maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.
2).  Sebagai tempat menuntut ilmu, Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.
3).  Sebagai tempat pembinaan jamaah, Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Tamir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan dawah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.
4). Sebagai pusat dawah dan kebudayaan Islam, Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan dawah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan dawah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas dawah dan kebudayaan.
5).  Sebagai pusat kaderisasi umat, Sebagai tempat pembinaan jamaah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Tamir Masjid beserta kegiatannya.
6).  Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam, Abad kelima belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat Islam sebagai abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilainilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.
7).  Umat Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan ini memerlukan peran Masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari Masjid menuju masyarakat secara luas. Karena itu upaya aktualisasi fungsi dan peran Masjid pada abad lima belas Hijriyah adalah sangat mendesak (urgent) dilakukan umat Islam. Back to basic, Back to Masjid.
Di era kebangkitan umat saat ini. fungsi dan peran masjid mulai diperhitungkan. Setidaknya ada empat fungsi dan peran masjid dalam memanajemen potensi umat :
1)        Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Saal ini sumber daya manusia menjadi salah satu ikon penting dari proses peletakan batu pertama pembangunan umat. Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian pelatihan-pelatihan.
2)        Pusat Perekonomian Umat. Koperasi dikenal sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Namun dalam kenyataannya justru koperasi menjadi barang yang tidak laku. Terlepas dari berbagai macam alasan mengenai koperasi, tak ada salahnya bila masjid mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa dampak positif bagi umat dilingkungannya.
3)        Pusat Penjaringan Potensi Umat. Masjid dengan jamaah yang selalu hadir sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang jumlah-nya. Ini bisa bermanfaat bagi berbagai macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya secara santun.
4)        Pusat Kepustakaan. Perintah pertama Allah kepada Nabi Muhammad adalah "membaca". Dan sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca, dalam pengertian konseptual maupun kontekstual. Saat ini sedikit sekali dijumpai dari kalangan yang dikategorisasikan sebagai golongan menengah pada tataran intelektualnya (siswa, mahasiswa, bahkan dosen dan ustadz) mempunyai hobi membaca.
Secara umum pengelolaan Masjid kita masih memprihatinkan. Apa kiranya solusi yang bisa dicoba untuk ditawarkan dalam mengaktualkan fungsi dan peran Masjid di era modern. Hal ini selayaknya perlu kita pikirkan bersama agar Masjid dapat menjadi sentra aktivitas kehidupan umat kembali sebagaimana telah ditauladankan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama para sahabatnya.
Pada masa sekarang Masjid semakin perlu untuk difungsikan, diperluas jangkauan aktivitas dan pelayanannya serta ditangani dengan organisasi dan management yang baik. Tegasnya, perlu tindakan mengaktualkan fungsi dan peran Masjid dengan memberi warna dan nafas modern.
$yJ¯RÎ) ãßJ÷ètƒ yÉf»|¡tB «!$# ô`tB šÆtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# tP$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4qŸ2¨9$# óOs9ur |·øƒs žwÎ) ©!$# ( #|¤yèsù y7Í´¯»s9'ré& br& (#qçRqä3tƒ z`ÏB šúïÏtFôgßJø9$#
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”.
(QS Attaubah ayat 18).
Pengertian Masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kebudayaan Islam telah memberi warna tersendiri bagi umat Islam modern. Tidaklah mengherankan bila suatu saat, insya Allah, kita jumpai Masjid yang telah dikelola dengan baik, terawat kebersihan, kesehatan dan keindahannya. Terorganisir dengan management yang baik serta memiliki tempat-tempat pelayanan sosial seperti, poliklinik, Taman Pendidikan Al Quraan, sekolah, madrasah diniyah, majelis ta’lim dan lain sebagainya

C.           Peran Masjid
C.1. Masjid sebagai Sumber Aktifitas
Peranan masjid tidak hanya menitik beratka pada aktifitas akhirat saja tetapi mempadukan antara aktivitas ukhrawi dan aktivitas duniawi. Dalam perkemba-ngannya yang terakhir, masjid mulai memperlihatkan aktivitas oprasional menuju keragaman dan kesempurnaan kegiatan. Pada garis besarnya oprasionalisasi masjid menyangkut:
a.          Aspek Hissiyah (bangunan)
Dalam masalah bangunan fisik masjid, islam tidak menetukan dan mengturnya. Artinya umat islam diberikan kebebasan sepanjang bangunan masjid itu berperan sebagai rumah ibadah dan pusat kegiatan jamaah/umat, bukan hanya menitik beratkan kepada aspek kemegahan saja. Nabi bersabda : ”Masjid-masjid dibangun megah, tetapi sepi dari pelaksanaan petunjuk Allah”. (HR. Baihaqi)


b.         Aspek Maknawiyah (tujuan)
Pada masa Rasulullah, pembangunan masjid mempunyai dua tujuan, yaitu:
1.        Masjid dibangun atas dasar taqwa dengan melibatkan masjid sebagai pusat ibadah dan pusat pembinaan umat islam. Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 108 :
Ÿw óOà)s? ÏmÏù #Yt/r& 4 îÉfó¡yJ©9 }§Åcé& n?tã 3uqø)­G9$# ô`ÏB ÉA¨rr& BQöqtƒ ,ymr& br& tPqà)s? ÏmÏù 4 ÏmÏù ×A%y`Í šcq7Ïtä br& (#r㍣gsÜtGtƒ 4 ª!$#ur =Ïtä šúï̍Îdg©ÜßJø9$#
”Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”.  (QS. At-Taubah: 108)
2.        Masjid dibangun atas dasar permusuhan dan perpecahan dikalangan umat dan sengaja untuk menghancurkan umat Islam. Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 107 :
šúïÏ%©!$#ur (#räsƒªB$# #YÉfó¡tB #Y#uŽÅÑ #\øÿà2ur $K)ƒÌøÿs?ur šú÷üt/ šúüÏZÏB÷sßJø9$# #YŠ$|¹öÎ)ur ô`yJÏj9 šUu%tn ©!$# ¼ã&s!qßuur `ÏB ã@ö6s% 4 £`àÿÎ=ósuŠs9ur ÷bÎ) !$tR÷Šur& žwÎ) 4Óo_ó¡ßsø9$# ( ª!$#ur ßpkôtƒ öNåk¨XÎ) šcqç/É»s3s9
”Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orangorang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)”. (QS. At-Taubah: 107)
c.          Aspek Ijtima’iyah (segala kegiatan)
1.       Lembaga Dakwah dan Bakti Sosial
Kegiatan dalam bidang dakwah dan bakti sosial dimiliki hapir oleh semua masjid. Kegiatan dakwah bisa dilihat dalam bentuk
pengajian/tablig, diskusi, silaturahmi dan lain-lain. Kegiatan bakti sosialterwujud dalam bentuk penyantunaan anak yatim, khitanan masal, zakat fitrah, pemotongan hewan qurban dan lain-lain.
2.       Lembaga Manajemen dan Dana
Pola masjid kita pada umumnya bercorak tradisional, hanya dibeberapa masjid tertentu manajemen masjid dapat dilaksanakan secara propesional.
3.       Lembaga Pengelola dan Jamaah
Antara pengelola dan jamaah terjalin ikatan yang tidak dapat dipisahkandari kegiatan masjid. Kedua komponen ini merupakan pilar utama yang memungkinkan berlangsungnya beraneka kegiatan masjid. Allah berfirman dalam surat Al-Jin ayat 18 :
¨br&ur yÉf»|¡yJø9$# ¬! Ÿxsù (#qããôs? yìtB «!$# #Ytnr&
“Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. (QS. Al-Jin:18)
C.2. Masjid dalam Arus Informasi Modern
Islam sebagai agama universan (Kaffah atau menyeluruh)ditaqdirkan sesuai dengan tepat dan jaman, ia sempurna sebagai sumber dari segala sumber nilai. Dewasa ini kita memasuki era globalosasi. Era yang ditandai dengan gencarnya pembangunan menyeluruh dan pemamfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dengan arus informasi sebagai acuan utamanya.
Dampak negatif globalisasi sudah banyak kita rasakan contohnya mempermudah penyusupan budaya asing praktik gaya hidup bebas yang mengakibatkan krisis moral, lenyapnya rasa gotong royong dan silaturahmi dan lain-lain. Pada sisi lain ia menghembuskan dampak fositif berupa kesanggupan melahirkan masyarakat yang kreatif, baik itu krearif dalam berfikir maupun dalam hal berkarya. Jelasnya manusia bisa mengaktifkan potensi insani dan alaminya. Bagi masjid dampak fositif ini berarti kesnaggupan meningkatkan wawasan yang luas dan jauh ke depan. Dengan bekal tersebut setidaknya ada kesiapan dalam mengambil tindakan ataupun langkah yang tepat dan cepat.

D.           Problematika Masjid
Secara umum ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam pengelo-laan masjid-masjid zaman sekarang. Pertama pengelolaan masjid secara konven-sional. Gerak dan ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-dimesi vertikal saja sedang dimensidimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari masjid. Indikasi tipe pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak digunakan kecuali untuk shalat jamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat. Bahkan terkadang jamaah pun hanya tiga waktu; Maghrib Isya’ dan Shubuh. Tipe lainnya adalah pengelolaan masjid yang melewati batasan syara’.
Biasanya mereka berdalih untuk memberi penekanan pada fungsi sosial masjid tetapi mereka kebablasan. Maka diselenggarakanlah berbagai acara menyimpang di masjid. Misalnya pesta pernikahan dengan pentas musik atau tarian perayaan hari-hari besar Islam dengan ragam acara yang tak pantas diselenggarakan di masjid dan sebagainya. Mereka lebih mengutamakan dimensi sosial -yang ironinya menabrak syari’at Islam- dan tidak mengabaikan fungsi masjid sebagai sarana ibadah dalam arti luas.
Belum lagi tiap masjid akan mempunyai masalah tersendiri yang berbeda dari masjid lainnya. Misalnya masjid kurang terurus jarangnya pengurus dan jamaah sekitarnya yang shalat ke masjid terjadinya perselisihan antar pengurus dalam menentukan kebijaksanaan masjid yang tidak lagi buka 24 jam dan lain sebagainya. Nampaknya faktor internallah yang menjadi penyebab utama terbengkalainya rumah-rumah Allah tersebut.
Beberapa kendala yang ditemukan dalam upaya menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan umat dan pengembanagn risalah. kendala ini tidak terjadi begitu saja tanpa penyebab, baik akibat kesalahan umat kita maupun akibat faktor luar diluar control dan jangkauan kita. Beberapa penyebab dapat dikemukaakan sebagai berikut:
1.       Perbedaan Pandangan
Polalirasi umat islam akibat pertikaian politik baik aliran politik zaman mengakibatkan masjid menjadi salah satu penyebab perbedaan “kami dan kamu”. Sehingga masjid di Indonesia membuat pengelompokan sendiri ada masjid muhamadiyah, masjid NU, masjid Alwashiliyah, masjid persisi dan lain lain. Yang lebih aneh lagi dalam suatu kampung tidak jarang yang memiliki dua atau tiga buah masjid. Keadaan ini menimbulkan pemborosan energy ummat islam dalam membangun masjid dengan dan investasi yang begitu besar, pemborosan karena biaya pengelolaan yang perlu ditanggung, terkurasnya kekayaan umat, berkurangnya pengembang-an ide, akhirnya timbul konflik sehingga kekuatan umat islam terbagi menjadi lebih kecil dan akhirnya melemah dan bermuara pada kelemahan umat islam secara keseluruhan. Kemungkinan besar pola ini merupakan kesenjangan dan merupakan strategi rapi dari kalangan penjajah sejak dulu dengan “devide et ampera" atau menguasai umat islam dan menghancurkannya dari dalam.
2.       Politis
3.       Faktor Ekonomi
Tingkat kesejahteraan ekonomi ummat yang masih bergelut dengan kemiskinan juga merupakan kendala pengembangan masjid sebagai pusat kebudayaan ibadah
4.       Faktor Keahlian
Tingkat intelektualitas dan keakhlian rata-rata ummat islam pada awalnya memang cukup menyedihkan, sehingga tidak terfikir bagaimana sebaiknya mengelola masjid secara professional.
5.       Ketiadaan Perencanaan
Tidak adanya konsep manajemen termasuk konsep perencanaan tentang fungsi masjid juga mengurangi optimalisasi masjid.
6.       Jamaah dan Struktur Organisasi
Sulit kadangkala mengidentifikasi siapa pemilik dan penguasa masjid jugan dapat menjadi kendala. Setiap orang merasa ikut memiliki masjid, pada saat yang sama setiap orang merasa tidak bertangggung jawab pada masjid. Keadaan ini menimbulkan kesulitan dan menentukan siapa mengtur siapa dan siapa yang harus kita dengar.
7.       Pemahaman Fiqih
Bebera pendapat yang sangat ketat tentang masjid pada masa lalu seperti banyaknya yang tidak boleh daripada yang boleh. Seperti tidak boleh hiburan, tidak boleh rebut, anak-anak tidak boleh dibawa kemasjid, tidak boleh pemuda main-main dimasjid. Sehingga masjid dibiarkan sendiri sebagai pusat ibadah saja, dan tempat yang soleh saja.
8.       Pengetahuan Umat
Kurangnya pengetahuan pada konsep islam, khususnya tentang bagaimana peranan masjid dalam membangun umat, menimbulkan keengganan dalam memenej masjid.
9.       Dominasi Ulama
Aggapan yang salah dalam mengurus masjid juga memberikan andilnya. Ada anggapan yang menyatakan masjid hanya boleh diurus oleh para kyai atau mereka yang menguasai agama, sehingga mereka yang mempunyai potensi dan kemauan tetapi bukan ulama tidak berani tampil.
Selain yang di atas ada juga problematika masjid yang lain yaitu:
1.        Pengurus Tertutup
Pengurus dengan corak kepemimpinan tetutup biasanya tidak peduli terhadap apresiasi jamaahnya. Mereka mengaggap diri lebih tahu dan bersikap masa bodoh atas usulan dan pendapat. Apabila pengurus berwatak seperti ini sangat riskan mengharapkan masjid yang maju dan makmur sesuai dengan fungsinya.
2.        Jemaah Pasif
Dalam pembangunan ataupun dalm pelaksanaan kegiatan-kegiatan masjid, dukungan dan partisifasi dari jamaah sangat diharapkan. Dinamika sebuah masjid hanya terjadi aktif mau peduli, mau berbagi, ringan langkahnya dan sudi berderma. Kebanyakan jamaah pasif cederung tidak menyimak khutbah khotib ketika salat jum’at. Mereka malah tidur di masjid; suatu pemandangan meyedihkan tetapi kerap kita jumpai.
3.        Berpihak pada Satu Golongan atau Paham
Pengurus masjid yang dalam melaksanakan tugas pembangunan ataw kegiatan pelaksanaan ibadah memihak satu golongan atau paham akan mengakibatkan jemaah itu pasif. Menolak sikap / paham golongan yang kebetulan tidak sehaluan, disamping tidak memperlihatkan jiwa besar, juga akan menjadikan kegiatan masjid kehilangan gairah.
4.        Kegiatan Kurang
Memfungsikan masjid semata-mata sebagai ibadah solat jum’at otomatis menisbikan inisiatif untuk menggelorakan kegiatankegiatan lain. Masjid hanya ramai dalam seminggu, di luar jadwal itu barangkali hanya para musafir yang dating untuk salat dan beristirahat. Masjid seperti ini namanya tetap masjid tapi sugguh jauh dari status maju apalagi makmur. Masjid “nganggur” semacam ini memerlukan suntikan program untuk lebih berfungsi.
5.        Tempat Wudhu Kotor
Kurangnya pemeliharaan mengakibatkan masjid kotor dan rusak. Bila tepat mengambil air wudlu dan Wc-nya kurang dirawat dan dibersihkan, dari situ meruyak bau yang menyengat. Bau tidak sedap itu dapat menganggu orang-orang yang hendak beribadah di masjid.

E.            Solusi Problematika Masjid
Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu-kala memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang ikhlas karena Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan dalam berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria yang amat mendasar yang harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid.
$yJ¯RÎ) ãßJ÷ètƒ yÉf»|¡tB «!$# ô`tB šÆtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# tP$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4qŸ2¨9$# óOs9ur |·øƒs žwÎ) ©!$# ( #|¤yèsù y7Í´¯»s9'ré& br& (#qçRqä3tƒ z`ÏB šúïÏtFôgßJø9$#
“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”.
(QS Attaubah ayat 18).
Merupakan satu langkah mundur jika kepengurusan masjid diserahkan kepada orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu menggali dan mengkaji kembali perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah dan generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik untuk merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam.
Ramainya jamaah barometer umum makmurnya sebuah masjid Setiap pengurus masjid hendaknya memulai dalam mengembalikan fungsi masjid dgn menggalakkan kegiatan shalat jamaah lima waktu. Hal itu misalnya dengan terlebih dahulu memahamkan pentingnya shalat berjamaah.
Ibnu Mas’ud berkata “Dan tidaklah seorang laki-laki berwudhu kemudian ia membaikkan wudhunya lalu menuju ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah menulis tiap langkah yg ia langkahkan satu kebaikan untuknya dan Allah meninggikannya satu derajat serta menghapuskan satu keburukannya karenanya. Dan sesungguhnya kita telah menyaksikan bahwa tidaklah meninggalkan kecuali seorang munafik yg tampak jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya dahulu ada seorang laki-laki yg dipapah oleh dua orang kemudian ia diberdirikan di dalam shaf”.
Dari sini lalu dirutinkan kegiatan ta’lim dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya sehingga lambat laun masjid kembali menjadi pusat pembinaan masyarakat Islam.
Setiap problematika yang mucul perlu diatasi sesuai dengan keadaan dan kemampuan pengurus dan jemaah masjid. Tentu saja tidak semuanya dapat diatasi, tetapi niscaya ada yang dapat diatasi dengan baik dengan mendahulukan yang lebih patut. Problematika yang muncul tidak boleh dibiarkan berlarut sehingga menimbulkan keadaannya semakin parah dan berat. Diantara cara mengatasi problematika yang dihadapi masjid adalah sebagai berikut:
1.        Musyawarah
Dalam mengatasi problematiak masjid, antara pengurus dan jemaah mesjid perlu untuk senantiasa melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini diharapkan berbagai pemikiran dan pendangan dapat dikemukakan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang baik. Berbagai kegiatan masjid akan berjalan dengan baik dan lancar apabila dimusyawarahkan dan dilaksanakan secara bersamasama.


2.        Keterbukaan
Pengurus masjid harus bersifat terbuka dan memiliki keterbukaan. Dengan attitude begini, mereka memiliki kekuatan untuk menggerakan jamaahnya. Jamaah pun akan merasa ikhlas menyumbangkan pemikiran, senang turut melaksanakan berbagai kegiatan, dan terlibat dalam mengatasi problematika masjid.interaksi yang demikian akan memajukan dan memakmurkan masjid.
3.        Kerja sama
Hubungan dan kerjasama ppengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai problematika masjid. Tanpa kerjasama masalah tetap tinggal masalah.


BAB III
PENUTUP


A.           Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa, yang dimaksud masjid adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus kaum muslimin (orang islam) untuk menjalankan ibadah kepada Allah swt, terutama salat berjamaah. Mengingat telah bergesernya peran dan fungsi masjid, maka optimalisasi fungsi masjid harus segera dilakukan. Optimalisasi fungsi masjid, baik pada tingkat Intensifikasi maupun ekstensifikasi, pada gilirannya dapat bermanfaat bagi pembinaan masyarakat, bukan saja dalam aspek kegiatan ibadah mual tapi juga bagi pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan-wawasan lainnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Isyarat teologis yang menyatakan bahwa masjid itu adalah Rumah Tuhan sesungguhnya memberikan makna bahwa masjid tidak lagi mengikat individu sebagai sosok pemiliknya, lapi merupakan gambaran ko-lektifitas yang terikat pada semangat ketuhanan yang universal. Pola pembinaan umat yang dilakukan Rasulullah yang berbasis di masjid hingga kini diikuti oleh pengurus dan pengelola masjid di seluruh dunia, termasuk di tanah air.

B.            Saran-saran
Berdasarkan hasil karya tulis ilmiah yang telah dibuat tersebut, maka ada beberapa saran yang perlu penulis kemukakan sebagai penutup dari pembahasan karya tulis ilmiah ini, antara lain :
1.        Setiap pengurus Hendaknya bersikaap terbuka daan transparan kepada jamaah baik kebijakan dalam pembangunan masjid, pengimarahan dan penggunaan dana masjid.
2.        Perlu adanya musyawarah dari berbagai pihak untuk mengatasi problematika dalam memakmurkan masjid-masjid yang ada.


DAFTAR PUSTAKA


Ayub, Moh.E. Mukhsin MK. Ramlan Marjoned. 2001. Manajemen Masjid; Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus. (Jakarta: Gema Insani Press)

Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : CV Indah Press, 1999)

Harahap, Sofyan Syarfi. 1993. Manajemen Masjid; Suatu Pendekatan Teoritis dan Organisatoris. (Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf)













No comments:

Post a Comment