Tuesday 23 April 2019

Peran KUA Dalam Upaya Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan Lokal


Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan di dunia ini manusia tentunya tidak bisa terlepas dari apa yang dinamakan dengan agama. Hal tersebut dikarenakan agama sangatlah inhern dalam kehidupan sosial manusia dengan segala dinamika yang ada. Hal tersebut mengandung arti bahwa manusia dalam aktivitasnya tidak bisa terlepas dari nilai-nilai agama yang ada di dalamnya.
Dalam hal ini, Islam adalah agama bagi umat manusia yang di dalamnya memuat pesan yang bersifat universal dan abadi dikarenakan ajaranya akan selalu mengikat selama dalam masa taklif (mukallaf). Konsekuensi tersebut tertuang dalam suguhan konsepsi hukum Islam yang menjamin perbaikan dan peningkatan kehidupan umatnya baik di dunia maupun di akhirat. Islam adalah pandangan hidup yang lengkap (kaffah), membimbing sesuai petunjuk-petunjuk Allah SWT, sebagaimana yang disampaikan oleh Rasul- Nya Muhammad SAW.
Secara praktis, Islam menuntut para pemeluknya untuk senantiasa menyeru, mengajak, dan menyampaikan ajaranya agar apa yang menjadi pesan agama dapat disebarluaskan keseluruh alam semesta. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap umat Islam, yang tentunya dalam penyampaian misi dakwah yang diterapkanya dalam rangka mengajak manusia kepada ajaran Islam haruslah mengacu pada apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Mengenai kewajiban menyampaikan dakwah Islam, Allah SWT berfirman dalam ayat suci Al-Qur’an:
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/
Artinya :”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
              ( QS. An-Nahl : 125 )
Hermeneutika kata ud’u yang selanjutnya ditafsirkan dengan “seruan” yang merupakan fiil amr, yang dalam kaidah ushul fiqh merujuk kepada hukum wajib mengindikasikan bahwa dakwah mutlak harus direalisasikan di dalam setiap sendi-sendi kehidupan. Telah menjadi suatu yang ma’lum, bahwasanya Islam adalah agama dakwah yang mengandung arti bahwa keberadaanya di muka bumi ini adalah dengan disebarluaskan dan diperkenalkan kepada seluruh umat melalui aktivitas dakwah, bukan dengan paksaan, kekerasan, dan tidak pula dengan kekuatan pedang. Hal ini dapat kita pahami, karena Islam sendiri adalah agama pembawa perdamaian, agama cinta kasih, agama pembebasan dari belenggu perbudakan, dan juga mengakui hak dan kewajiban setiap individu. Ini berarti anggapan para oreientalis yang selama ini mengatakan Islam adalah agama yang kejam, menakutkan dan dikenal dengan radikalismenya adalah tidak benar adanya. Statemen demikian tentunya amatlah tidak sesuai, dikarenakan bila kita mencoba menelaah dalam Al-Qur’an yaitu pada surat Al-Baqoroh ayat 256, Allah berfirman:
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù öàÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ Ïs)sù y7|¡ôJtGó$# Íouróãèø9$$Î/ 4s+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ììÏÿxœ îLìÎ=tæ
Artinya :“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
                 (QS. Al-Baqoroh: 256)
Dari ayat di atas dapat kita fahami, bahwa dalam memilih suatu agama tidaklah boleh dipaksakan, termasuk di dalamnya adalah berdakwah dan menyampaikan ajaran Islam. Memeluk agama adalah merupakan suatu pilihan yang dilakukan secara sadar, artinya tidak boleh ada unsur paksaan sedikitpun. Dari hal tersebut di atas, seyogyanya di dalam melakukan aktifitas berdakwah pendekatan yang seharusnya kita lakukan adalah dengan cara yang halus, lembut dan santun sebagaimana tersebut dalam surat An Nahl di atas.
Yang menjadi fenomena dan menarik perhatian dari kehidupan kita di negara Indonesia ini yaitu ketika dalam kondisi masyarakat Islam dengan berbagai problematika dakwahnya, maka tak henti-hentinya muncul pemikir-pemikir sejak zaman klasik hingga sekarang, dimana di dalamnya lahir aliran-aliran yang menaruh perhatian besar terhadap pelaksanaan dakwah Islamiyah. Akan tetapi dalam realitanya, mereka di dalam penyampaian ajarannya cenderung ortodok, kaku dan kolot, bahkan nilai-nilai ajaran yang disampaikannya terkesan jumud dan mandeg ditempat tidak bisa sesuai dengan dinamika kehidupan zaman. Dalam menerjemahkan ayat-ayat Al-Qur’an pun hanya dikaji secara tekstual, tidak mengenal istilah hermeniutika atau tafsir. Dan yang ironi, tidak berhenti sampai di situ saja, akan tetapi mereka menginginkan ajaran Islam diterapkan di dalam setiap lini kehidupan (totalistik / kaffah) dengan cara yang mereka benarkan, tanpa mengambil dari manhaj hukum yang semestinya. Bukankah hal demikian akan dapat mengganggu keharmonisan dalam kehidupan ?
Beberapa golongan yang tergabung dalam Islam radikalis seperti Darul Islam (DI), Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Negara Islam Indonesi (NII), dan Ikhwanul Muslimin mereka cenderung bersikap eksklusif dan hanya mengakui kebenaran mereka sendiri. Mereka menganggap orang kafir adalah musuh yang harus mereka perangi, tidak hanya itu saja, orang muslim lain yang tidak sehaluan dengan mereka pun tak luput mendapat predikat sebagai orang-orang yang sesat. Doktrin yang mereka usung adalah “takfir" yaitu sikap yang selalu mengkafirkan golongan lain yang berada di luar kelompoknya. Salah satu tokoh Ikhwanul Muslimin yang pemikiranya sangat berpengaruh dalam menyulut radikalisme agama yang ada adalah Sayyid Qutub. Beliau berpendapat “barang siapa yang memutuskan suatu hukum ( termasuk di dalamnya menjalankan pemerintahan) dengan hukum selain Al-Qur’an berarti ia telah kafir”. Pemikiran tersebut tentunya berpijak pada interpretasi dari suatu ayat yaitu :
`tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$#
Artinya :”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.
              (QS. Al Ma’idah : 44)
Berawal dari pemikiran tersebut, aliran Islam radikal telah menjustifikasi diri seperti para hakim dan aparat pemerintahan yang ada, yang tidak menggunakan hukum syari’at adalah halal dibunuh. Sikap-sikap demikianlah yang tentunya dapat membawa mereka ke dalam faham keberagamaan yang cenderung kaku dan kolot. Selanjutnya sikap tersebut telah mereka ejawantahkan dalam praktik kehidupan, sebagai suatu contoh mereka menganggap harta yang dimiliki oleh pihak/orang lain adalah sah untuk dimiliki organisasinya. Bahkan dengan cara-cara yang tidak Islami seperti penipuan, pencurian, bahkan dengan cara-cara kekerasan sekalipun, mereka mengklaim bahwa harta itu adalah milik Allah.
Radikalisme dalam Islam memberikan gambaran adanya kelompok yang ekslusif dan militan. Sampai batas tertentu, seperti yang disebutkan di atas, ada kesan bahwa kelompok itu menganggap orang lain sebagai musuh. Yang dimasukkan dalam golongan musuh itu tidak hanya mereka yang berbeda agama, melainkan juga orang-orang seagama yang mereka anggap telah melakukan banyak kemaksiatan atau diam saja ketika kemaksiatan ada di sekeliling mereka. Klaim kebenaran tunggal juga melekat dalam ingatan para golongan ini.
Radikalisme agama yang akhir-akhir ini muncul kepermukaan, seakan menyiratkan ketidakpuasan suatu kaum dalam adaptasinya dengan yang lain. Hal tersebut menyangkut praktek kehidupan (mu’amalah) dan peribadatan (ubudiyah), terutama tentang perbedaan cara pandang atas agama yang mereka anut. Interpretasi yang berbeda dalam melihat suatu hukum agama dan diperparah dengan nalar egois yang kemudian menghilangkan harmonisme dalam bermasyarakat. Seseorang yang dianggap tidak sesuai pemahaman dia, dianggap telah melenceng dari ajaran Islam yang sebenarnya. Kemudian, banyak orang yang berpengaruh, menyeru kepada umat untuk kembali kepada ajaran agama yang benar. Ia menganggap bahwa ia berkewajiban untuk meluruskan ajaran agama yang bengkok dari praktek kehidupan. Sayangnya, ajaran yang benar ini hanya berdasar atas pemahamannya mereka sendiri. Baginya ajaran sebagaimana dipahaminya sendirilah yang dianggap murni dan merupakan representasi dari ajaran Islam yang benar dan sah. Jika hal seperti ini terus berlanjut, maka tentunya perpecahan intern umat beragama tentunya akan terbuka lebar.
Bagi golongan radikalis, sikap tanpa kompromi (intoleran), tidak menghargai orang yang berbeda keyakinan dan sikap keras merupakan “kebenaran” yang mereka pilih. Jalan kekerasan juga kadang dilakukan kaum ini. Mereka tidak sabar untuk memperbaiki keadaan dengan usaha pelanpelan seperti pendidikan dan penyadaran. Mereka memilih jalan kekerasan dan tidak peduli akan akibat destruktif dari perbuatan yang mereka lakukan. Selain itu mereka juga melakukan kekerasan atas nama agama, padahal ia sendiri bukan pemeluk agama yang baik.
Melihat fenomena di atas, yang perlu kita refleksikan bersama yaitu, mengapa Islam yang merupakan agama “Rohmatan lil ‘alamin”, Islam yang merupakan agama samawi yang membawa misi syar’i mengayomi dan melindungi sesama umat manusia justru menjadi objek dari semua aksi kerusuhan yang bernuansa radikal. Hal tersebut tiada lain dikarenakan ada sekelompok golongan yang dalam aktualisasi dakwahnya hanya mengedepankan kajian secara tekstualis, dan menggunakan berbagai aksi kekerasan yang berlabelkan Islam. Mereka menggunakan kedok “jihad” sebagai legitimasi dari aksi yang mereka jalankan dan sebagai pembenaran tindakan-tindakan mereka tanpa mengabaikan harmonisasi dan kearifan local (local wisdom) seperti sediakala saat Islam masuk di Indonesia seperti yang telah dicontohkan oleh para walisongo. Hal tersebut bukankah berbeda ketika kita berkaca pada kehidupan Rosul yang merupakan Nabi terahir yang di utus Allah untuk menyampaikan wahyu kepada kita. Bukankah Rosul dahulu kala dalam penyampaian misi dakwahnya senantiasa melindungi dan mengayomi, bahkan mengharamkan darahnya kaum kafir dzimmi? Hal tersebut semata-mata Islam adalah agama perdamaian dan pembawa keselamatan yang pada dasarnya tidak mengajarkan apalagi menganjurkan kekerasan dalam bentuk apapun.
Mengingat, Radikalisasi agama saat ini menjadi isu yang aktual untuk dibicarakan. Negara Indonesia dengan kompleksitas etnis, suku dan agama tentunya mengundang berbagai problem di berbagai lini kehidupan masyarakat. Hal tersebut menarik penulis untuk meneliti sektor keagamaan yang ada di masyarakat, khususnya di Kecamatan Siak Kecil yang disinyalir bermotif radikal-agamis yang dapat memperkeruh ke-Bhinekaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk membuat karya tulis dengan judul “Peran KUA Dalam Upaya Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan Lokal”.

B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.        Bagaimana peran KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal ?
2.        Upaya-upaya apa saja yang dilalukan KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal ?
3.        Kendala-kendala apa saja yang dihadapai KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal ?

C.           Tujuan dan Manfaat Karya Tulis / Karya Ilmiah
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka karya tulis ilmiah ini bertujuan :
1.        Untuk mendeskripsikan peran KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal.
2.        Untuk mendeskripsikan upaya-upaya yang dilalukan KUA dalam deradikalisasi agama melalui kearifan lokal.
3.        Untuk mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapai KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal

D.           Metode Penelitian
Karya tulis ilmiah tentang peran KUA dalam upaya deradikalisasi Agama melalui pendekatan lokal ini mempunyai jangkauan yang sangat luas. Namun karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dana, dan kemampuan yang dimiliki penulis, maka ruang lingkup karya tulis ilmiah ini dibatasi pada masalah sebagai berikut ini :
i.          Karakteristik Lokasi.
Karakteristik lokasi, yakni mengenai gambaran umum tentang lokasi tersebut yang meliputi gambaran umum Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil, struktur organisasi, dan data-data lain yang diperlukan dalam karya tulis ilmiah ini.
ii.        Subyek dan obyek.
Subyek karya tulis ilmiah ini adalah para pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil, para tokoh Agama dan tokoh Adat Kecamatan Siak Kecil.
Sedangkan obyek karya tulis ilmiah ini adalah peran KUA dalam upaya deradikalisasi Agama melalui kearifan lokal.
iii.      Populasi dan sampel
Populasi dalam karya tulis ilmiah ini adalah para pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil, para tokoh Agama dan tokoh Adat Kecamatan Siak Kecil. Mengingat populasi yang sedikit, maka penulis tidak mengambil sampel, tetapi seluruh populasi langsung diteliti.
iv.      Sumber Data.
1.         Data Primer ; yaitu data yang diperoleh langsung dari intansi terkait dalam hal ini adalah KUA Kecamatan Siak Kecil yang terdiri dari para pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil, ditambah dengan para tokoh Agama dan tokoh Adat Kecamatan Siak Kecil.
2.         Data Skunder ; yaitu data-data yang diperoleh dari tokoh masyarakat, kantor camat, desa dan buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan karya tulis ilmiah ini.
v.        Metode Pengumpulan Data.
Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan, maka penulis menggunakan beberapa metode, yaitu :
1.         Observasi, yaitu suatu metode pengumpulan data melalui proses pengamatan langsung terhadap gejala dan fenomena yang terjadi di lapangan.
2.         Wawancara, yaitu suatu metode pengumpulan data melalui proses dialog dan Tanya jawab (langsung dengan lisan) yang dilakukan penulis terhadap responden yang berkaitan dengan permasalahan.
vi.      Analisa Data
Adapun data yang telah terkumpul dianalisa dengan metode analisa data kualitatif, yaitu analisa data dengan jalan mengklasifikasikan data-data berdasarkan kategori-kategori atas dasar persamaan jenis dari data-data tersebut diuraikan sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran yang utuh tentang masalah yang diteliti.

E.            Sistematika Pembahasan.
Adapun sistematika pembahasan dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I        : Merupakan bab pendahuluan yang berisikan ; latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat karya tulis ilmiah, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II      : Merupakan bab gambaran umum gambaran umum KUA Kec. Siak Kecil.
BAB III     : Merupakan bab pembahasan yang berisikan   Pengertian Radikalisasi, Karakteristik dan Ciri-ciri Radikalisasi, Peran KUA Dalam Upaya Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan Lokal, Upaya-upaya KUA Dalam Rangka Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan Lokal, Kendala-kendala yang dihadapi KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local dan Analisa Masalah.
BAB IV     : Merupakan bab penutup yang berisikan ; kesimpulan dan saran-saran.


BAB II
GAMBARAN UMUM
KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SIAK KECIL


A.           Pejabat Kepala KUA
Dalam rangka mewujudkan cita-cita UUD 1945 di bidang keagamaan, KUA merupakan salah satu instansi yang sangat diharapkan keberadaannya oleh masyarakat untuk mengkoordinir kegiatan dibidang keagamaan. Di Kecamatan Siak Kecil, KUA terletak di ibukota kecamatan yaitu tepatnya di Jalan H. Mahmud Desa Lubuk Muda, dan ia merupakan salah satu KUA yang ada di Kabupaten Bengkalis.
Sejak berdirinya Tanggal 2 Agustus 2005 yang lalu, di Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil telah ditunjuk pejabat yang melaksanakan tugas sebagai Kepala Kantor Urusan Agama. Adapun nama-nama pejabat tersebut dan periode masa jabatannya adalah sebagai berikut :
TABEL I
DATA PEJABAT KEPALA KUA KECAMATAN SIAK KECIL
BERIKUT PERIODENYA
NO
NAMA/NIP
PERIODE
KET
1
Drs. FAKHRUROZI
NIP. 196706122003121002
Tahun 2005 s/d tahun 2011

2
H. MUHYIDIN, S.Ag
NIP. 197008041998031004
Tahun 2011 s/d tahun 2014

3
H. AZUMAR, S.PdI
NIP. 19580806 1981031005
Tahun 2014 s/d tahun 2016


4
SUGENG WIDODO, S.HI
NIP. 197902102005011004
Tahun 2017 s/d sekarang

Sumber : Data KUA Kecamatan Siak Kecil Tahun 2018
Keberadaan Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil telah banyak kemajuan yang dicapai khususnya dalam melaksanakan tugas yang diembannya yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan dan diharapkan mampu mewujudkan tujuan dan sasaran dibidang keagamaan. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat tentang keberadaan KUA sebagai lembaga pemerintah yang mengurus masalah keagamaan khususnya agama Islam.

B.            Pegawai KUA Kec. Siak Kecil
Untuk menunjang kegiatan Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil sebagai perpanjangan tangan dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bengkalis, memiliki jumlah pegawai sebanyak 4 orang yang terdiri dari : 1 orang kepala sekaligus penghulu, 2 orang Pejabat Administrasi, ditambah dengan 1 orang pegawai honorer yakni :
TABEL II
DATA PEGAWAI KUA KECAMATAN SIAK KECIL
NO
NAMA/NIP
JABATAN
KET
1
SUGENG WIDODO, S.HI
NIP. 197902102005011004
Ka. KUA Siak Kecil

2
SULISTIONO, S.Ag.
NIP. 19691109 200701 1 027
Penghulu KUA

3
SITI KHAIRIAH
NIP. 19740430 200710 2 004
Pengolah Administrasi Kepenghuluan

4
UMI JUMIASARI

Honorer

Sumber : Data KUA Kecamatan Siak Kecil Tahun 2018
Kecamatan Siak Kecil memiliki luas 742,21 KM2 dengan keadaan wilayah ketinggian dari permukaan laut         : 0 – 6 M. Secara umum letaknya berada pada posisi datar didominasi oleh kemiringan antara 0 – 3 %. Kondisi ini menyebabkan Kecamatan Siak Kecil merupakan wilayah yang bebas dari bahaya terjadinya erosi aliran air permukaan.
Di lihat dari tata letak Kecamatan Siak Kecil memiliki batas-batas sebagai berikut :
Ø  Sebelah Utara    : Kec. Bukit Batu
Ø  Sebelah Selatan : Kec. Sabak Auh Kab. Siak
Ø  Sebelah Barat    : Kec. Mandau – Kec. Pinggir
Ø  Sebelah Timur    : Kec. Merbau (Kab.Meranti) posisi Selat Padang


C.           Desa-desa Se Kecamatan Siak Kecil
Dari batasan-batasan tersebut terbagi menjadi 17 desa,  sebagaimana dalam tabel berikut :
TABEL III
DATA DESA-DESA SE KECAMATAN SIAK KECIL

NO

NAMA DESA
JARAK TEMPUH
DARI KUA KE DESA

KET
1
Lubuk Muda
+     0 Km

2
Tanjung Belit
+  2,5 Km

3
Sumber Jaya
+     8 Km

4
Tanjung Datuk
+     5 Km

5
Liang Banir
+     5 Km

6
Sungai Siput
+     5 Km

7
Lubuk Garang
+     9 Km

8
Koto Raja
+     8 Km

9
Sepotong
+     8 Km

10
Lubuk Gaung
+   11 Km

11
Tanjung Damai
+   20 Km

12
Langkat
+   15 Km

13
Sungai Nibung
+   16 Km

14
Sadar Jaya
+   37 Km

15
Sungai Linau
+   38 Km

16
Muara Dua
+   50 Km

17
Bandar Jaya
+   57 Km

Sumber Data : Monografi Kecamatan Siak Kecil 2018

D.           Data Penduduk dan Pemeluk Agama Kecamatan Siak Kecil
Dari data yang diperoleh, Kecamatan Siak Kecil memiliki jumlah penduduk sebanyak 23.011 jiwa. Jumlah tersebut dapat dirincikan menurut pemeluk agama sebagai dalam table berikut :

TABEL IV
DATA PENDUDUK DAN PEMELUK AGAMA KEC. SIAK KECIL
NO
AGAMA
JUMLAH
KET
1
ISLAM
22.163 jiwa

2
BUDHA
698 jiwa

3
KRISTEN
125 jiwa

4
KATOLIK
25 jiwa

5
HINDU
-

J u m l a h
23.011 jiwa

Monografi Kecamatan Siak Kecil 2018
Dari rincian data di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut pemeluk agama, maka pemeluk agama Islam menduduki posisi diatas sedangkan pemeluk agama Katholik paling sedikit. Namun demikian, kerukunan umat beragama di Kecamatan Siak Kecil cukup menggembirakan, baik antara umat beragama maupun dengan Pemerintah telah terbina sesuai dengan ketentuan yang telah ada dan telah mengikuti Forum Umat Beragama, Pemuka Agama yang ada di Kecamatan Siak Kecil telah mengikuti Sosialisasi Forum Kerukunan Umat Beragama yang diadakan oleh FKUB Kabupaten Bengkalis.

E.            Data Rumah Ibadah Se – Kecamatan Siak Kecil
Untuk mengetahui jumlah rumah ibadah di Kecamatan Siak Kecil dapat dilihat dari tabel berikut :
TABEL V
DATA RUMAH IBADAH SE KECAMATAN SIAK KECIL
NO
NAMA RUMAH IBADAH
JUMLAH
KETERANGAN
1
Masjid
50 buah

2
Langgar
-

3
Mushalla
62 buah

4
Gereja
-

5
Pura
-

6
Wihara/Klenteng
2 buah

Jumlah

Sumber : Monografi KUA Kecamatan Siak Kecil Tahun 2018

F.            Data Organisasi /Lembaga social Keagamaan
Untuk mengetahui jumlah organisasi /lembaga social keagamaan di Kecamatan Siak Kecil dapat dilihat dari tabel berikut :
TABEL VI
DATA ORGANISASI / LEMBAGA SOSIAL KEAGAMAAN
SE KECAMATAN SIAK KECIL
NO
NAMA LEMBAGA
ALAMAT
KE
1
LP MA’ARIF NU KAB. BENGKALIS
Siak Kecil
-
2
PAGAR NUSA NU KAB. BENGKALIS
Siak Kecil
-
3
MUI KEC. SIAK KECIL
Siak Kecil
-
4
IKMI KEC SIAK KECIL
Siak Kecil
-
5
IPHI KEC SIAK KECIL
Siak Kecil
-
6
LPTQ KEC. SIAK KECIL
Siak Kecil
-
7
UPZ KEC. SIAK KECIL
Siak Kecil
-
8
GP ANSOR KEC. SIAK KECIL
Siak Kecil
-
Jumlah
8
Sumber : Monografi KUA Kecamatan Siak Kecil Tahun 2018

BAB III
PEMBAHASAN


A.           Pengertian Radikalisasi.
Secara etimologi radikalisasi merupakan serapan dari bahasa latin yaitu ”radix” yang artinya akar. Dalam bahasa Ingris radical dapat berarti ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner dan fundamental.
Pada awalnya istilah radikalisme agama justeru diintrodusir dari tradisi Barat, terutama yaitu dikalangan keagamaan Kristen Protestan AS sekitar tahun 1910an. Dalam perkembanganya, seperti disampaikan oleh Roger Garaudy yang merupakan filosof dari Perancis menyatakan, bahwa radikalisme tidak hanya berkisar pada faham keagamaan, akan tetapi istilah tersebut telah menjelma dalam kehidupan sosial, politik dan budaya. Dengan demikian berarti, setiap ideologi atau pemikiran yang mempunyai dampak negatif (side effect) yang dapat membawa seseorang menjadi militan dan fanatik maka hal tersebut dapat dikategorikan kedalam radikalisme[1].
Dari pengertian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa berbagai ideolgi yang ada sepeti liberalisme, maxsisme, leninisme, dan lain sebagainya adalah dapat dipahami sebagai fundamentalisme atau radikalisme. Dengan demikian, cakupan dari istilah radikalisme ini tergantung dari mana kita melihat dan mengkajinya, yang dalam penelitian ini yaitu penulis mengetengahkan dan membatasi radikalisme dalam lingkup agama yang dalam hal ini yang dimaksud adalah agama Islam.
Pada hakekatnya faham radikalisme terhadap suatu agama adalah tidak merupakan suatu masalah yang menjadi momok dan menakutkan, selama masih dalam koridor pemikiran (ideologis) para pengikutnya. Akan tetapi ketika ideologi tersebut telah bergeser dan menjelma menjadi gerakan-gerakan yang menimbulkan keresahan, kekerasan dan masalah lain yang dapat mengganggu stabilitas masyarakat dan memporak-porandakan tatanan yang sudah ada, maka di sinilah radikalisasi agama yang timbul perlu mendapatkan perhatian bersama. Hal tersebut dikarenakan, fenomena-fenomena sebagaimana disebutkan akan dapat menyebabkan suatu konflik, dikarenakan perbedaan persepsi dan pemahaman terhadap nilai-nilai agama. Bahkan pada level yang lebih tinggi dapat memunculkan kekerasan antara dua kelompok yang berbeda pemahaman tersebut.
Bila kita analisa, diantara penyebab yang menyulut aksi radikalisme yang bernuansa agama adalah mulai persoalan domestic sampai persoalan internasional, yang memojokkan kelompok tertentu. Dalam wilayah agama, konsepsi ajaran yang berbeda dengan kenyataan, seperti semakin menjamurnya tempat-tempat hiburan yang digunakan sebagai ajang maksiat, Kiai sebagai pemuka agama yang mestinya dihormati akan tetapi malah sebaliknya, seperti pembantaian kiai seperti terjadi di Poso (25 Desember 1998).
Dalam kasus di atas, aparat pemerintah sebagai pengayom seluruh elemen warganya juga malah terkesan lalai dan tidak konsisten di dalam menerapkan perundang-undangan yang telah disepakati bersama. Hadirnya organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan MUI yang tidak dapat merealisasikan nilai-nilai ”ideal” dan memecahkan masalah agama juga bisa menjadi penyebab munculnya radikalisasi agama yang ada. Di sisi lain tuntutan untuk menjalankan nilai-nilai agama harus mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lingkup internasional realitas politik standar ganda yang diterapkan oleh Amerika dan sekutunya juga turut memicu berkembangnya radikalisme agama saat ini[2].

B.            Karakteristik dan Ciri-ciri Radikalisasi
Penyebutan radikal terhadap kelompok yang memiliki karakter dan pola umum sebagai sebuah gerakan yang menginginkan ditegakkanya syari’at Islam secara terminologi sebagaimana disebutkan oleh Kallen setidaknya memiliki tiga karakteristik yaitu [3]:
1.        Radikalisasi muncul sebagai respon yang berupa evaluasi, penolakan atau perlawanan terhadap kondisi yang sedang berlangsung, baik itu berupa asumsi nilai sampai dengan lembaga agama atau negara.
2.        Radikalisasi selalu berupaya mengganti tatanan yang sudah ada dengan sebuah tatanan baru yang disistematisir dan dikontruksi melalui world view (pandangan dunia) mereka sendiri.
3.        Kuatnya keyakinan akan ideologi yang mereka tawarkan. Hal tersebut rentan memunculkan sikap emosional yang potensial melahirkan kekerasan.
Berdasarkan karakteristik sebagaimana disebutkan Kallen diatas, Islam radikal dapat didefinisikan yaitu sebagai suatu kelompok yang berupaya menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebaga basic values (nilai dasar) dari segala aspek kehidupan.
Melihat epistemologi radikalisme seperti yang terdiskripsi diatas, Rubaidi yang mengadopsi istilah Martin E. Marty mensinyalir radikalisme agama memiliki ciri-ciri sebagai berikut [4]:
1.        Fundamentalisme, menurutnya hal ini dipahami sebagai gerakan perlawanan yang banyak kasus biasanya dilakukan secara radikal, yang demikian merupakan respon dari ancaman yang bisa membahayakan eksistensi dari suatu agama. Bentuk ancaman yang mereka sinyalir bisa mengganggu eksistensi agama mereka adalah seperti modernisasi, sekularisasi, serta tatanan nilai barat lainya. Adapun acuan yang digunakan mereka adalah bersumber dari kitab suci mereka. Dengan demikian, gerakan perlawanan yang dilakukan para aktifis gerakan Islam fundamentalis sejatinya merupakan tindakan subjektif-individual, yang dibangun berdasarkan nilai-nilai kolektif yang berkembang dalam sebuah gerakan. Tindakan subjektif yang dimaksud dapat berupa tindakan nyata yang diarahkan kepada pihak tertentu atau agama lain maupun tindakan yang bersifat membatin dan sangat subjektif, baik berupa pengetahuan, pemahaman, maupun persepsinya.
2.        Penolakan terhadap hermeneutika. Hal ini dapat dimaknai bahwa kaum radikal menolak terhadap sikap kritis teks agama dan segala bentuk interpretasinya. Teks-teks Al-Qur’an hanya dimaknai apa adanya. Kitab suci dimaknai benar adanya tanpa mempertimbangkan rasionalitas (nalar) dan sabab nuzul ayat, sehingga dalam implementasinya mereka harus mengamalkan Al-Qur’an secara literal, sesuai dengan apa yang tertera tanpa pertimbangan akal.
3.        Penolakan terhadap pluralisme dan relativisme. Bagi kaum radikal pluralisme merupakan pemahaman yang keliru terhadap teks-teks kitab suci. Intervensi nalar terhadap al-qur’an dan perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama, serta pandangan yang tidak sejalan dengan kaum radikalis adalah potret dari bentuk relativisme keagamaan yang ada.
4.        Penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis. Perkembangan ini dinilai oleh kaum radikalis sebagai muara ketidak sesuaian dalam keberagamaan, mereka menilai bukan Al-Qur’an yang harus mengikuti nalar, akan tetapi akal lah yang seharusnya tunduk dan patuh terhadap semua nilai-nilai Al-Qur’an dalam menginterpretasi nilai-nilai agama.
Untuk mengetahui peran KUA dalam upaya deradikalisasi melalui kearifan local diketahui melalui uraian-uraian berikut ini :

C.           Peran KUA Dalam Upaya Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan Lokal
Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan Kementerian Agama yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang Agama Islam di wilayah Kecamatan. KUA sebagai unit kerja terdepan secara langsung berhadapan dengan masyarakat terutama yang memerlukan pelayanan bidang Urusan Agama Islam (Urais). Keberadaannya sangat urgen seiring dengan  keberadaan Kementerian Agama.
KUA sebagai institusi paling bawah Kementerian Agama, diharapkan menjadi ujung  tombak sekaligus penggerak utama dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, terutama dalam pembinaan sosial keagamaan, melakukan pendekatan kultural dan bermanuver langsung pada sektor yang selama ini menjadi sasaran empuk perekrutan dan ladang kaderisasi golongan Islam radikal seperti pesantren dan lain-lain.
Dalam masyarakat umum, kadang tidak kita sadari ajaranya dapat menyelusup dalam jama’ah-jama’ah pengajian. Dalam hal tersebut sebagaimana di atas, KUA dalam lingkungan masyarakat umum telah menerapkan perannya dalam bidang pembinaan terhadap jama’ah pengajian yang tentunya rutin dilakukan. Di sisi lain dalam lingkup pendidikan, peran yang dilakukan oleh KUA yaitu dengan bekerjasama lintas sektoral melakukan pelatihan sekolah kader dan penanaman nilai-nilai aswaja melalui pendidikan ma’arif yang berada di bawah binaanya. Hal tersebut sebagai upaya kaderisasi ideologi guna melestarikan tongkat estafet perjuangan dalam membentengi masuknya radikalisme agama yang dapat merusak citra Islam yang humanis dan dapat memicu perpecahan bangsa.
Selanjutnya upaya-upaya yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Siak Kecil dalam deradikalisasi agama melalui kearifan local dapat diketahui melalui uraian sebagai berikut :

D.           Upaya-upaya KUA Dalam Rangka Deradikalisasi Agama Melalui Kearifan Lokal.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Siak Kecil dalam rangka deradikalisasi agama melalui kearifan local, antara lain :
1.        Revitalisasi Tradisi
Jika kita telusuri berbagai pengamatan terhadap perubahan masyarakat secara mendalam, radikalisme dalam agama hanya salah satu dari arus dalam globalisasi dan demokratisasi. Di sisi lain juga terjadi sebaliknya, apa yang oleh ThomasReuter (2013) disebut sebagai arus revitalisasi tradisi sebagai cara untuk menanggapi radikalisme secara dialogis dan absorbsi. Reuter menunjukkan, setidaknya di Asia, bahwa sebagai respon terhadap globalisasi dengan kerusakan lingkungan, penguasaan sumberdaya alam dan radikalisme agama muncul gerakan revitalisasi tradisi dan agama yang bersifat lokal tetapi memiliki akar tradisiyang kuat serta membangun suatu tradisi harmoni yang baru. Hanya saja gerakan ini masih lebih lemah dibandingkan dengan arus kerusakan lingkungan, penguasaan sumberdaya alam dan radikalisme agama. Maka salah satu upaya yang penting untuk mencegah menguatnya radikalisme adalah memperkuat dan menghidupkan kembali tradisi lokal dan memunculkan kembalil local knowledge.
Dakwah dan misi agama kini cenderung memberi peluang terlalu besar bagi pengetahuan yang berasal dari luar sembari mengabaikan dan bahkan menutup untuk tidak dikatakan menindas, pengetahuan lokal masyarakat dan tradisi. Masuknya pandangan dan tafsir-tafsir baru agama atau pengetahuan dari luar itu sendiri sesungguhnya sudah sejak lama terjadi. Namun, di masa lalu, setiap pandangan dan tafsir baru tersebut harus terlebih dahulu dipergulatkan dan didialogkan dengan tradisi masyarakat yang hidup untuk terjadinya akulturasi atau revitalisasi. Sedangkan kini, dengan kemajuan teknologi informasi terutama apalagi didukung oleh suatu peraturan dan pemerintahan yang efektif, orang bisa memaksakan pandangan-pandangan dan tafsir-tafsir baru tersebut kepada masyarakat dengan alat dan teknologi informasi modern tanpa menghiraukan reaksi dan kerugian masyarakat setempat.
Gerakan revitalisasi tradisi yang disebut Reuter tersebut juga merupakan wajah baru dari cara tradisi lokal merespon terhadap pengaruh luar. DI masa lalu, respon itu lebih bersifat defensif atau resisten (resistance), sejauh mungkin menolak atau menerima secara sangat selektif. Namun kini proses itu lebih terbuka, di samping mencoba memberi makna baru terhadap pengaruh luar secara kreatif, juga disertai dengan pemaknaan kembali tradisi dan ritual lokal secara baru dan kontekstual sehubungan dengan masuknya pengaruh baru tersebut secara dialogis dan absorbsi. Revitalisasi tradisi dan ritual lokal yang melibatkan masyarakat seluas mungkin dengan pemaknaan yang baru tersebut menjadi kunci kembalinya semangat toleran dan dialog.
Dalam hal ini, KUA Kecamatan Siak Kecil bekerjasama dengan LAMR Kecamatan Siak Kecil berupaya menanamkan kembali nilai-nilai tradisi yang sesuai dengan tuntunan syari’at melalui moment-moment kegiatan social keagamaan di Kecamatan Siak Kecil. Ketua LAMR Kecamatan Siak Kecil H.Abdul Latif menyatakan bahwa salah satu peran dari LAMR adalah mensinergikan kegiatan lembaga adat melayu dengan keagamaan agar tidak berbenturan antara satu dengan lainnya, karena salah satu petuah melayu adalah “ Adat bersandi Syara’, syara’ bersandi kitabullah”.[5]
Sementara itu Agus Mudzofar, S.Ag.MM Sekretaris LP Ma’arif NU Kab. Bengkalis menyatakan bahwa perlunya menghidupkan kembali nilai-nilai tradisi yang bernuansa kearifan local seperti tahlilan, yasinan, sholawatan, Megengan (genduri menyambut Ramadhan) dan lain-lain, sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi masuknya aliran-aliran garis keras di Kecamatan Siak Kecil.[6]
2.        Menghidupkan kembali lembaga-lembaga social keagamaan.
Sangat penting untuk menghidupkan kembali lembaga-lembaga masyarakat dan bahkan ritual yang bersifat lokal dan memiliki akar budaya yang kuat di dalam masyarakat. Langkah ini disamping untuk memperkuat tali budaya bersama juga untuk menghidupkan kembali “modal sosial” dalam masyarakat, yaitu tumbuhnya saling bercaya (trust) di dalam masyarakat dan mekanisme sosial yang berbuah sangsi bagi orang yang melanggar tradisi tersebut. Dengan demikian, tradisi yang hidup di dalam masyarakat memiliki kontrol yang kuat terhadap perubahan-perubahan yang justeru datangnya dari luar. Bukan sebaliknya seperti sekarang, justeru sesuatu yang dari luar mengontrol tradisi dan bahkan hendak menghilangkannya. Dialog memang memerlukan waktu dan kesabaran.
Dalam karakternya di Indonesia, tradisi dan ritual lokal selalu mengandung toleransi yang tinggi terhadap pemahaman lain termasuk ide-ide dan pemahaman baru yang datang dari luar sehingga di dalamnya inhern pendidikan bagi masyarakat luas untuk selalu terbuka dan berdialog. Berbagai kajian tentang keagamaan di nusantara menunjukkan lenturnya hubungan agama atau keyakinan dengan agama-agama lain yang datang dari luar nusantara. Hal ini terjadi berkat kearifan dari para pemimpin masyarakat dan pemimpin agama yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini, KUA Kecamatan Siak Kecil berusaha menghidupkan kembali kegiatan lembaga-lembaga social keagamaan agar bersinergi satu tujuan yakni memberikan pencerahan kepada masyarakat, mewujudkan pemahaman yang benar tentang keIslaman, terciptanya kenyamanan dan ketentraman masyarakat. Saat ini juga sedang digalakkan pemberdayaan tanah wakaf produktif di Kecamatan Siak Kecil seluas +13 Hektar menjadi sebuah pondok pesantren Al Ma’arif Siak Kecil yang kelak diharapkan dapat menjadi salah satu lembaga pendidikan terpadu yang mampu menanamkan kembali nilai-nilai tradisi yang hampir punah kepada para santriwan dan santriwati seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan globalisasi.
Ketua IKMI Kecamatan Siak Kecil Drs. Ansori ketika kami temui beliau menyatakan bahwa perlunya menghidupkan kembali lembaga-lembaga social yang ada di Kecamatan Siak Kecil, karena keberadaannya sangat membantu program pemerintah dalam rangka menciptakan kenyamanan dalam beribadah, mengantisipasi paham-paham garis keras/radikal yang mulai marak ditengah-tengah masyarakat.[7]
Dalam kesempatan lain, Sekretaris MUI Kecamatan Siak Kecil Izhar, S.Pdi menyatakan bahwa bangkitnya kembali lembaga-lembaga social keagamaan sangat membantu program pemerintah terutama mengantisipasi masuknya paham-paham baru yang meresahkan masyarakat.[8]

3.        Mengikutsertakan partisipasi para tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Partisipasi para tokoh agama dan tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh luas di wilayahnya(lokal) itu sendiri dalam proses pendidikan agama di perguruan tinggi secara langsung. Meskipun mungkin kemampuan mereka secara akademik rendah, tetapi mereka memiliki pengalaman dan kearifan yang tidak terdapat dalam kandungan akademik. Pengetahuan tentang kearifan lokal atau local knowledge selayaknya masuk dalam kurikulum di setiap sekolah agama. Karena peserta didik diproyeksikan bukan hanya sebagai pemikir dan analis melainkan juga sebagai pemuka dan tokoh dalam masyarakat nantinya.
Selanjutnya kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh KUA Kecamatan Siak Kecil dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal dapat diketahui melalui uraian berikut :

E.            Kendala-kendala yang dihadapi KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local.
Dalam menjalankan peranannya untuk mewujudkan deradikalisasi agama melalui kearifan lokal, KUA Kecamatan Siak Kecil dipastikan menemui kendala-kendala dilapangan. Adapun kendala-kendala yang sering ditemui antara lain :
1.        Minimnya Personil KUA
Kenyataan di lapangan jangankan untuk mengembangkan peran-peran lain, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang telah ada pun ternyata belum bisa optimal. Hal ini dikarenakan; penyebaran SDM yang tidak merata, baik secara kualitas maupun kuantitas. Ada sebagian KUA yang dihuni oleh pegawai yang cukup dan terkadang berlebih jumlahnya, tetapi juga sebaliknya. Sudah pegawainya sedikit, kualifikasi dan kompetinsinya pun sangat terbatas. Sehingga tidaklah aneh bila banyak KUA yang hanya memiliki 1 pegawai saja, ia bertindak selaku Kepala KUA merangkap sebagai administrator.

2.        Minimnya anggaran operasional KUA
Minimnya anggaran dana yang diberikan kepada KUA Kecamatan dibanding beban tugasnya, sehingga ada beberapa kegiatan yang tidak mendapatkan pos anggaran dana, sehingga terkesan kegiatan pembinaan oleh KUA apa adanya.
3.        Minimnya alat penunjang kegiatan KUA.
Rendahnya alat penunjang berupa sarana dan prasarana yang diberikan oleh pemerintah, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh KUA terkesan apa adanya, seperti belum adanya sarana transportasi dari pemerintah untuk petugas.
4.        Letak Geografis yang jauh
Letak geografis wilayah Kecamatan Siak Kecil yang sangat jauh juga sangat berpengaruh terhadap efektivitas  pembinaan KUA, belum lagi sarana infrasruktur jalan yang sulit menjadi kendala tersendiri bagi petugas.

F.            Temuan Dan Analisa Masalah.
Tidak dapat dipungkiri sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk senantiasa menyiarkan dan menyebarkan syari’at Allah di muka bumi ini. Dalam agama Islam hal tersebut yang kemudian kita kenal dengan istilah amar ma’ruf nahi munkar (perintah untuk melaksanakan kebaikan dan meninggalkan keburukan). Amar ma’ruf nahi munkar yang merupakan penjelmaan dan pengejawantahan dari intisari dakwah, adalah suatu kewajiban bagi semua orang Islam[9]. Hal tersebut sesuai dalam Al-Qur’an surat Ali ‘Imron ayat 104:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$#
Artinya :“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imron: 104)
Ketika dakwah telah menggejala dan menuntut aplikasinya, maka setiap elemen masyarakat ataupun organisasi masyarakat (ormas) yang mempunyai misi dakwah, maka mereka mencoba meng-interpretasikan ayat tersebut sesuai dengan apa yang mereka pelajari dan ketahui sesuai dengan aliran dan faham yang mereka anut. Di sinilah awal mula permasalahan yang dimungkinkan dapat menyulut aksi radikal yang berkedok “agama”.
Penjelmaan ormas-ormas yang menampakkan dirinya dengan kajian baik itu Al-Qur’an dan Al-Hadits secara apa adanya (tekstualis) seperti kelompok yang tergabung dalam Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Negara Islam Indonesia (NII) pada realitanya kelompok inilah yang sering melakukan aksi radikal yang ada, dan harus diantisipasi dan ditangani keberadaanya agar tidak menimbulkan aksi yang meresahkan.
Sejatinya konsepsi tentang deradikalisasi agama tidak akan muncul melainkan berangkat dari radikalisasi agama. Radikalisasi agama dalam prakteknya sering menghalalkan suatu cara untuk mencapai suatu tujuan, baik itu menggunakan teror fisik atau teror mental seperti sweeping dan penutupan hiburan malam ketika bulan Ramadhan. Akan tetapi penanganan tindak radikal yang bernuansa agama dengan menggunakan ”hard power approach” (pendekatan kekuatan) oleh pihak aparat seperti yang dilakukan oleh Densus 88 anti teror, adalah bukan merupakan jawaban yang tepat untuk menyelesaikan akar persoalan radikalisme agama yang ada. Hal tersebut terbukti lebih dari 50 tahun Indonesia yang tak kunjung selesai menangani kasus DI/NII. Setelah penanganan kasus radikalisasi yang bernuansa agama menggunakan pendekatan “Hard Measure” dirasa tidak berhasil, maka pemerintah Indonesia secara sistemik yaitu mencanangkan program penanganan menggunakan pendekatan ”soft approach” yang dioperasikan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang sekarang ini lebih dikenal dengan istilah “Deradikalisasi”.
Keberadaan KUA sebagai institusi paling bawah Kementerian Agama, diharapkan menjadi ujung  tombak sekaligus penggerak utama dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, terutama dalam pembinaan sosial keagamaan, melakukan pendekatan kultural dan bermanuver langsung pada sektor yang selama ini menjadi sasaran empuk perekrutan dan ladang kaderisasi golongan Islam radikal seperti pesantren dan lain-lain.
Diharapkan dengan adanya peran KUA dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga social keagamaan yang ada di kecamatan, para tokoh agama dan tokoh masyarakat mampu mewujudkan suasana yang sejuk ditengah-tengah masyarakat, kenyamanan dalam melaksanakan tuntunan agama, terwujudnya rasa persatuan dan kesatuan. Wallahu A’lam.


BAB IV
PENUTUP


A.           Kesimpulan
Dari hasil pembahasan karya tulis ilmiah dalam bab-bab terdahulu, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.        Adanya peran KUA Kecamatan Siak Kecil yang telah dilaksanakan dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan lokal.
2.        Adapun upaya-upaya yang telah dilakukan oleh KUA dalam rangka deradikalisasi agama melalui kearifan lokal antara lain :
a.         Revitalisasi tradisi
b.         Menghidupkan kembali lembaga-lembaga social keagamaan.
c.         Mengikutsertakan partisipasi para tokoh agama dan tokoh masyarakat.
3.        Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh KUA Kecamatan Siak Kecil dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local adalah :
a.         Minimnya Personil KUA
b.         Minimnya anggaran operasional KUA
c.         Minimnya alat penunjang kegiatan KUA.
d.        Letak Geografis yang jauh

B.            Saran-saran
Berdasarkan hasil karya tulis ilmiah yang telah dibuat tersebut, maka ada beberapa saran yang perlu penulis kemukakan sebagai penutup dari pembahasan karya tulis ilmiah ini, antara lain :
1.        Kantor Urusan Agama Kecamatan Siak Kecil hendaknya meningkatkan mekanisme kerjanya dan mempertahankan dengan baik sebagaimana yang telah dilaksanakan selama ini, hal ini akan berakibat positif dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local, sehingga terwujud kehidupan beragama yang sejuk, nyaman dan tenteram bagi seluruh lapisan masyarakat.
2.        Bagi para para tokoh agama, para tokoh adat serta masyarakat luas diharapkan dapat ikut serta berpartisipasi dan berperan aktif dalam upaya deradikalisasi agama melalui kearifan local.











DAFTAR PUSTAKA


A.Rubaidi, Radikalisme Islam, Nahdlatul Ulama; Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia, (Jatim: PWNU Jawa Timur, 2010)

Endang Turmudi, Islam dan Radikalisme di Indonesia. (Jakarta : Lipi Press.2005)

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan

Keputusan Menteri Agama Nomor 517 / 2001 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 11 / 2007

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet I, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988)

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet I, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988).


[1] A. Rubaidi, Radikalisme Islam, Nahdlatul Ulama; Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia, (Jatim: PWNU Jawa Timur, 2010), hlm.30-32
[2] Endang Turmudi, Islam dan Radikalisme di Indonesia. (Jakarta : Lipi Press.2005), hlm.1-6
[3] A. Rubaidi, Radikalisme Islam, Nahdlatul Ulama; Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia. (Jatim: PWNU Jawa Timur, 2010)
[4] 0p.cit, A. Rubaidi, hlm.35-37
[5] Wawancara dengan H. Abdul Latif (Ketua LAMR Kec. Siak Kecil), Rabu, 09 Januari 2018
[6] Wawancara dengan Agus Mudzofar, S.Ag.MM Sekretaris LP Ma’arif Kab. Bengkalis, Rabu, 09 Januari 2018
[7] Wawancara, Drs. Ansori Ketua IKMI Kecamatan Siak Kecil, Senin, 15 Januari 2018
[8] Wawancara, Izhar, S.Pdi Sekretaris MUI Kecamatan Siak Kecil, Senin, 15 Januari 2018
[9] Menurut Aminuddin Sanwar, kadar kewajiban untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar haruslah disesuaikan dengan porsi kekuatan (jabatan/kewenangan) masing-masing individu orang. Hal tersebut mengacu pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : “Barangsiapa melihat kemungkaran maka ia harus merubah dengan tangannya, apabila tidak mampu dengan lisannya, apabila tak mampu dengan hatinya yang demikian selemah-lemahya iman”. Dan hal demikian yang nampaknya kurang diperhatikan oleh kaum radikalis, sehingga mereka dalam berdakwah hanya dari segi subjektifitas kebenaran yang mereka yakini. Kewajiban dan dan hadits diatas dapat diakses di: Aminuddin Sanwar, Pengantar Ilmu Dakwah, (Semarang: Fakultas Dakwah, 1986),hlm.5

No comments:

Post a Comment