Thursday, 31 March 2016

Mewujudkan Ketahanan Keluarga Melalui Pembinaan Keluarga Sakinah


Oleh : SUGENG WIDODO, S.HI

 











Ajaran menikah yang diserukan oleh syari’at Islam adalah bagian dari fitrah alam dan Sunnah para nabi dan Rasul. Mereka adalah para insane-insan yang hatinya bersih dan makhluk yang sempurna. Mereka juga merupakan suri tauladan bagi seluruh manusia. Namun demikian mereka telah melakukan pernikahan dan memiliki keturunan serta keluarga.
Mengikuti jejak para Nabi dan Rasul, pernikahan merupakan ajaran yang sangat diutamakan, sehingga Rasulullah SAW menegaskan melalu sabdanya :
“ Nikah adalah sunahku, Barangsiapa yang membenci sunahku, maka dia bukan termasuk golonganku. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). .

Dalam hadits diatas, Rasulullah saw dengan tegas menyatakan bahwa orang-orang yang tidak mau menikah, padahal sudah mampu menurut syari’at Islam untuk melaksanakan pernikahan, maka orang tersebut bukan termasuk dari golongan umat Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Yaasin ayat 36, yang berbunyi :
“Maha suci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (QS. Yaasin : 36).

Allah SWT juga berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Hujarat ayat 13, yang berbunyi :
“Hai Manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha teliti” (QS. Al Hujarat : 13)

Di dalam Al-Qur’an Allah menyatakan bahwa perkawinan merupakan salah satu kebesaran Allah SWT dan sekaligus merupakan karunia Allah SWT yang wajib di syukuri dengan cara memelihara dan menjaga kelestarian, ketenangan dan keharmonisan serta berupaya memupuk dan menumbuh kembangkan cinta dan kasih sayang dalam keluarga, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21, yang berbunyi :
“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasang-pasangan (jodoh-jodoh) untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cendrung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir” 
(QS. Ar Rum : 21).

Dalam Undang-undang Perkawinan No. 01 Tahun 1974 tentang perkawinan Bab I Pasal (1) disebutkan bahwa :
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sesuai dengan Pasal (2) Bab II Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan perkawinan menurut hukum Islam adalah :
“Akad yang sangat kuat atau mitsaaqan ghaliidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan sebuah bentuk ibadah”.
Sedangkan dalam Pasal (3) Bab II Kompilasi Hukum Islam menyatakan :
“ Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah”.
Menurut pasal tersebut diatas tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang sakinah mawaddah wa rahmah. Prinsip-prinsip hokum perkawinan yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits, yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum Islam tahun 1991 mengandung 7 azaz atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut :
1.        Azas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
2.        Azas keansahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan.
3.        Azas monogamy terbuka.
4.        Azas calon suami dan calon isteri telah matang jiwanya.
5.        Azas mempersulit terjadinya perceraian.
6.        Azas keseimbangan antara kewajiban dan hak suami isteri.
7.        Azas pencatatan perkawinan.
Tujuan nikah pada umumnya bergantung pada masing-masing individu yang akan melakukannya, namun ada juga tujuan umum yang memang diinginkan oleh semua orang yang akan melakukan perkawinan, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin menuju kebahagian dan kesejahteraan dunia dan akhirat yang akan melahirkan generasi yang berkualitas, beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan keluarga. Sebagaimana firman Allah SWT dala Al Qur’an Surat An Nisa ayat 9 yang berbunyi :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah (tidak berkualitas), yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An Nisa’ : 9)

Lalu langkah apa sajakah yang harus ditempuh dalam mewujudkan ketahanan keluarga melalui pembinaan keluarga sakinah ?

Keluarga Sakinah adalah sebuah keluarga yang didamba dan diimpikan oleh semua orang, karena melalui Keluarga Sakinah ini akan terlahir generasi penerus yang berkualitas, beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. Keluarga yang dilandasi dengan ajaran agama tentunya akan meningkatkan ketahanan keluarga ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Namun untuk mewujudkan dambaan dan impian itu bukanlah hal yang mudah dan ringan, melainkan harus melalui tekad dan perjuangan yang besar dan sunguh-sunguh serta pengorbanan yang tinggi agar mampu menahan ombak dan badai yang akan menerpa biduk rumah tangga.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketahanan keluarga melalui pembinaan keluarga sakinah, perlu ditempuh langkah-angkah sebagai berikut :

1) Memilih jodoh yang ideal.
Perkawinan adalah salah satu bagian terpenting dalam menciptakan keluarga dan masyarakat, maka dalam memilih jodoh (pasangan hidup) haruslah berlandaskan atas norma agama sehingga pendamping hidupnya nanti mempunyai akhlak/moral yang terpuji. Hal ini dilakukan agar kedua calon tersebut dalam mengarungi kehidupan rumah tangga nantinya dapat hidup secara damai dan kekal, bahu membahu, tolong-menolong sehingga keharmonisan dan keutuhan rumah tangga dapat selalu terpelihara. Ajaran Islam memberikan tuntunan dalam memilih jodoh (pasangan hidup) bagi seorang laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya
“Nikahilah seorang perempuan karena 4 (empat) hal, yaitu kekayaannya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, maka pilihlah yang beragama agar hidupmu beruntung (bahagia)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas menerangkan bahwa hendaklah menikahi perempuan (mencari jodoh) berdasarkan empat hal, namun Islam menganjurkan untuk mengutamakan agamanya dan akhlakul karimah. Mengapa factor agama yang harus dinomor satukan ? sebab yang selain itu dapat sirna dan lenyap, harta dapat habis (bangkrut), kecantikan dapat lenyap, apalagi kalau sudah tua, factor nasabpun juga tidak bisa diandalkan sepenuhnya, bila ia sendiri imannya lemah dan akhlaknya rusak. Namun agama akan menjadi factor penentu keselamatan dan kebahagiaan kehidupan rumah tangganya baik di dunia maupun di akhirat kelak.

2) Membina dan menanamkan nilai-nilai agama dalam keluarga
 Dalam upaya membentuk Keluarga Sakinah, peran agama menjadi sangat penting. Ajaran agama tidak cukup hanya diketahui dan difahami akan tetapi harus dapat dihayati dan diamalkan oleh setiap anggota keluarga sehingga kehidupan dalam keluarga tersebut dapat mencerminkan suatu kehidupan yang penuh dengan ketentraman, keamanan dan kedamaian yang dijiwai oleh ajaran dan tuntunan agama. Setiap anggota keluarga harus senantiasa berusaha dekat kepada Allah dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sebab dengan kedekatan kepada Allah akan terwujud nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang dapat mempermudah penyelesaian urusan/permasalahan dalam rumah tangga serta mndatangkan rahmat dan berkah dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah dalam Surat At-thalaq ayat 2 dan 3, yang artinya :
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar (mempermudah) dalam urusannya dan Allah akan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka, dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah maka Allah akan mencukupkan segala keperluannya” (QS. At Talaq : 2-3).
Rumah tangga yang beriman dan bertaqwa kepada Allah akan terlihat dalam pengamalan ibadah sehari-hari, disamping itu juga akan terlihat semakin membaiknya hubungan dengan kerabat, tetangga dan masyarakat lingkungannya.

3) Membina hubungan antara keluarga dan lingkungan
Keluarga dalam lingkungan yang lebih besar tidak hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak (nuclear family) akan tetapi menyangkut hubungan persaudaraan yang lebih besar lagi (extended family), baik hubungan antara anggota keluarga maupun hubungan dengan lingkungan masyarakat. Hubungan yang harmonis antara suami isteri dan anggota keluarga tidak akan terjadi dengan sendirinya, tetapi keharmonisan membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh, ibarat sebatang tanaman yang perlu disiram, dipupuk dan dirawat serta dibersihkan dari hama agar dapat tumbuh dengan akar dan batang yang kuat.
Oleh karena itu cinta, kasih dan sayang perlu dijaga dan dipelihara dengan jalan membangun komunikasi yang kondusif dan edukatif, meluangkan waktu untuk keluarga, saling pengertian, saling hormat dan menghormati antara satu dengan yang lainnya serta membina hubungan antara keluarga dan lingkungan agar terjalin komunikasi dan hubungan yang harmonis dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun masyarakat.

4) Menanamkan sifat qana’ah dalam keluarga
Sifat qana’ah perlu ditumbuh-kembangkan dalam keluarga, sebab dengan sifat qana’ah suami atau isteri merasa rela dan cukup atas apa yang dimiliki. Apalagi dalam era globalisasi yang ditandai dengan tingginya tuntutan kebebasan individu dan hak azasi, menonjolkan sifat materialistis ditengah masyarakat akan dapat mengancam ketentraman rumah tangga.
Oleh karena itu sifat qana’ah harus menjadi benteng dalam rumah tangga agar keharmonisan kehidupan rumah tangga dapat terpelihara serta keretakan dan kehancuran rumah tangga dapat dihindari, karena dengan sifat qanaah yang tertanam dalam diri suami isteri serta keluarga akan menjadikan keluarga yang senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT, dan dengan sifat syukur akan mendatangkan keberkahan dan rahmat dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

5) Melaksanakan pembinaan kesejahteraan keluarga
Dalam membina kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga ada beberapa upaya yang dapat ditempuh, antara lain dengan cara melaksanakan Keluarga Berencana, Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, melakukan imunisasi Ibu dan Anak. Keluarga Berencana merupakan salah satu upaya mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Tujuan utama dari program Keluarga Berencana adalah untuk lebih meningkatkan kesejhteraan ibu dan anak. Dengan mengatur kelahiran, isteri banyak mendapat kesempatan untuk memperhatikan dan mendidik anak disamping memiliki waktu untuk melakukan tugas-tugas sebagai ibu rumah tangga. Disisi lain suami tidak terlalu direpotkan oleh tuntutan-tuntutan biaya hidup serta biaya pendidikan anak-anak.
Dalam upaya mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga, gizi memegang peranan yang sangat penting. Sehubungan dengan itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar dapat mewariskan keturunan yang baik dan kuat dengan cara menjaga kesehatan tubuh melalui makanan yang halal lagi baik, Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 9, yang artinya “Dan hendaknya takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak (keturunan) yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS. An Nisa’ : 9)

Demikianlah diantara langkah-langkah yang harus diambil dalam upaya mewujudkan ketahanan keluarga melalui pembinaan keluarga sakinah. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan taufiq hidayahNya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamiiin. WALLAHU A'LAM